Laporan kerja Mendag Rachmat Gobel, memangkas rantai pasokan

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Laporan kerja Mendag Rachmat Gobel, memangkas rantai pasokan
Pasar Indonesia cuma jadi ajang beredarnya produk kualitas rendah. Bagaimana Kementerian Perdagangan kelola defisit perdagangan?


 

Rachmat Gobel tampak rileks. Menteri Perdagangan di Kabinet Kerja ini asyik mengobrol dengan sejumlah jurnalis senior yang tergabung dalam Forum Pemimpin Redaksi, Minggu malam, 26 Juli 2015. Dia mengundang halalbihalal sehabis Idulfitri 1436 H.  

Dari sejumlah makanan yang tersedia, saya menikmati nasi liwet ala Solo, dan wedang ronde. Ada live music menampilkan lagu-lagu manis, mulai dari “Amigos Para Sempre” sampai lagu tema Phantom of the Opera, opera karya Andrew Llyod Webber yang paling lama pentas di teater Broadway, New York.

Sesudah mencicipi makanan dan minuman, Rachmat mengambil alih mikrofon. Dia mengucapkan terima kasih atas kritik, saran, dan dukungan media.  

Rachmat merasa berada di tengah-tengah teman yang sejak lama mengenalnya sebagai salah satu pengusaha nasional yang sukses. Sesudah krisis ekonomi 1997-1998, Grup Panasonic Gobel yang dipimpinnya berhasil lolos dan tumbuh.

(BACA: Rachmat Gobel dan Presiden Jokowi diskusi ketahanan pangan)

‘’Karena teman, maka saya banyak dapat kritik dan masukan dari Forum Pemred sejak saya bergabung dengan kabinet Presiden Jokowi. Malam ini saya ingin sampaikan laporan kinerja kepada publik melalui bapak ibu sekalian,’’ kata Rachmat. 

Dia meminta Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan, Ani, untuk membagikan lembar pokok-pokok laporan kinerja selama hampir 9 bulan di kabinet.

‘’More ore less ini mirip laporan kinerja ke Presiden,’’ ujar dia sambil tersenyum. Presiden Jokowi sebelum Lebaran meminta para menteri menyampaikan laporan kinerja sepanjang dua halaman. 

(BACA: Kabinet Kerja Jokowi masih belajar)

 

Rachmat memulai dengan stabilitas harga barang pokok. Sepanjang bulan Ramadan dia aktif berkeliling daerah, memantau langsung ketersediaan bahan pokok dan stabilisasi harga.  

Ada program revitalisasi 5.000 pasar, setiap tahun digarap 1.000 pasar. Kemendag telah membentuk 105 pasar tertib ukur di lima daerah tertib ukur, menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) di pasar rakyat, dan memotong rantai pemasaran produk agar harga stabil dan terjangkau. 

“Saya pakai prinsip dan pengalaman bisnis. Kalau bisnis manufaktur elektronika, kita kan harus bisa pengaruhi harga di pasar dengan membuat perusahaan,” kata Rachmat. 

“Pedagang kita kasih untung satu persen. Paling tinggi dua persen. Setelah si produsen bisa jadi menteri, saya lihat kok di perdagangan kebutuhan pokok yang ambil untung dan harga malah pedagang. Ini nggak benar.”

Kemendag ingin Badan Urusan Logistik (Bulog) berperan lebih banyak, termasuk hadir di semua pasar tradisional. Bulog memonitor dan segera memasok kebutuhan pokok. 

Rachmat juga mengundang koperasi untuk hadir menyediakan kredit usaha yang dibutuhkan pedagang di pasar, sehingga membebaskan mereka dari suku bunga 22-26% yang selama ini mereka alami. ‘’Ini membuat produk jadi lebih mahal,’’ kata Rachmat. 

Hasilnya? Selama Ramadan praktis harga cukup stabil, kecuali daging. ‘’Daging sapi ini kan produk lokal. Susah. Peternak mau jual kalau dia merasa perlu. Makanya terpaksa dibantu impor,’’ kata Rachmat 

Kemendag juga meluncurkan program untuk stabilisasi harga. 

Pengamanan dan perkuatan dalam negeri dilaksanakan antara lain dengan menyusun SNI untuk gudang, pengawasan terhadap produk di pasar, wajib manual serta kartu garansi, serta label berbahasa Indonesia. 

‘’Ini termasuk untuk beras dalam kemasan, sehingga tidak ada isu beras plastik,’’ kata Rachmat.  

(BACA: Apa motif beredarnya beras plastik)

Pedagang beras melayani pembeli di pasar tradisional di Jakarta, 24 Februari 2015. Foto Adi Weda/EPA

Fakta bahwa pasar Indonesia dibanjiri produk berkualitas rendah, alias KW, juga digarisbawahi dari temuan Apel Granny Smith, mulai dari pakaian bekas, mainan anak, sampai produk elektronika. Kebanyakan dari Tiongkok.  

Ini masuk dalam penemuan 189 produk yang diuji apakah sesuai ketentuan atau tidak. ‘’Kelambatan bongkar barang impor yang kita kenal sebagai dwelling time itu rata-rata menyangkut produk seperti ini,’’ kata Rachmat.  

Defisit perdagangan dengan negara lain, terutama Tiongkok, diatasi dengan mengerem laju impor barang konsumsi. “Kita tahan sekitar US$ 1 miliar impor,’’ ujar Rachmat. 

Dia juga memilih tak membuka lebar arus barang di perbatasan dengan Malaysia, di Entikong. ‘’Kita juga masih defisit. Kita jangan cuma jadi pasar. Untuk daerah perbatasan, gerakan maritim dan pasar murah, Kemendag yang menggalakkan,’’ kata Rachmat. 

Menggenjot ekspor juga dilakukan. Ketika menetapkan target kenaikan 300% ekspor, banyak yang menganggapnya ide gila. Menurut Rachmat, itu bisa dilakukan. 

Ia memberi contoh produk otomotif. Industri makanan minuman juga berpeluang. Menggarap pasar tujuan baru juga dilakukan. 

‘’Kita garap pasar Uni Eropa melalui Turki. Atau Arab Saudi. Atau negara lain yang berhubungan dagang dengan mereka. Paling nanti harga naik sedikit. Tidak apa-apa. Produk kita harus bisa menembus pasar baru,’’ kata Rachmat.

Pegawai Toyota Indonesia sedang mengecek kendaraan, 6 Mei 2014. Foto oleh Bagus Indahono/EPA

Untuk industri kecil, Kemendag mengubah peran Pusat Pengembangan Ekspor Indonesia menjadi Jakarta Regional Design Center. 

‘’Kami ingin mengundang desainer dari AS dan Eropa, mengajari industri kita bagaimana memperbaiki desain produk sesuai dengan pasar ekspor yang dituju,’’ katanya. 

Ada sejumlah pencapaian lagi yang dilaporkan Rachmat ke media. Malam itu dia tampak legowo jika sesuatu terjadi pada dirinya. 

“Semua upaya ini adalah hasil kerja teman-teman di Kemendag. Banyak inisiatif baru yang membuat saya yakin target ekspor naik 300 persen, kurangi defisit, sampai revitalisasi pasar dapat dicapai,” ujar dia.

Rachmat mengutip data ekspor-impor Januari-Juni 2015, yang angkanya cukup menggembirakan jajaran Kemendag. Pada Juni 2015, ekspor Indonesia tercatat US$ 11,984 miliar. Impor angkanya US$ 10,386 miliar. Surplus. 

Dari Januari-Juni 2015, angka ekspor memang turun dibanding periode yang sama pada 2014. Ekspor 2015 US$ 68,309 miliar. Tahun lalu periode Januari-Juni US$ 73,139 miliar.

Tapi impor juga turun. Pada 2014, US$ 68,157 miliar, tahun ini US$ 60 miliar. “Jadi lebih baik defisit perdagangan kita kurangi,” kata Rachmat

Ada teman yang ‘nyeletuk’, “moga-moga tidak di-reshuffle.”  Seorang staf Kemendag berbisik kepada saya, bosnya tergolong sosok yang tidak punya kepentingan dan nyaris tidak pernah manfaatkan fasilitas pejabat. 

Rachmat sempat nyeletuk juga, “Kalau terjadi ya kita kan harus balik mengurusi bisnis.”  

Makanya, Panasonic Gobel kendati ditinggal bos besar ikut mengurus pemerintahan, tetap gelindingkan produk inovatif. Rachmat cerita soal produk baru ‘bread maker’, pembuat roti. Juga rencana luncurkan kamera foto dan video dengan teknologi wireless connection

“Di mana pun kita bekerja, semangat inovasi dan cari solusi harus ada,” kata Rachmat. — Rappler.com

Uni Lubis adalah seorang jurnalis senior dan Eisenhower fellow. Dapat disapa di@UniLubis. 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!