Dilema tunda pilkada: Calon boneka vs hak calon yang telah siap

Haryo Wisanggeni

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dilema tunda pilkada: Calon boneka vs hak calon yang telah siap

EPA

Upaya membuat peraturan KPU untuk mencari jalan keluar sudah optimal dan tidak cukup efektif
JAKARTA, Indonesia — Pemilihan kepala daerah (pilkada) di 15 daerah kabupaten/kota terancam ditunda ke tahun 2017. Pasalnya, banyak bakal pasangan calon yang mendaftarkan diri sebagai peserta pilkada serentak 2015 di daerah-daerah tersebut belum memenuhi kuota minimal sebanyak dua pasangan.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengakui bahwa jika hal ini terjadi, pasangan calon yang telah mendaftar di sebagian kabupaten/kota tersebut akan dirugikan.
“Akan merugikan pasangan calon yang sudah siap dan sudah mengeluarkan banyak upaya untuk mengikuti pemilihan,” kata Hadar, Rabu, 29 Juli. 
Namun demikian, memaksakan agar pilkada tetap diselenggarakan di tengah defisit pasangan calon juga berbahaya karena berpotensi melahirkan “calon boneka”, demikian diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.
Calon boneka, menurut, Titi adalah pasangan calon yang sengaja didorong untuk maju oleh pasangan calon tunggal yang telah terlebih dahulu mendaftar. Tujuannya hanya sekadar memenuhi kuota agar pilkada tak diundur dan memuluskan jalan sang pasangan calon tunggal untuk berkuasa. 
“Calon tunggal jangan sampai memunculkan calon boneka, karena itu manipulasi dan rekayasa luar biasa terhadap demokrasi,” kata Titi kepada Rappler, Rabu. 
Sebelumnya, Ketua KPU Husni Kamil Malik baru-baru ini memaparkan kepada media bahwa pasca ditutupnya masa pendaftaran, Selasa, 28 Juli, sejumlah kabupaten/kota baru memiliki satu bakal pasangan calon kepala daerah.
Mereka adalah Kabupaten Blitar, Purbalingga, Tasikmalaya, Minahasa Selatan, Timur Tengah Utara, Asahan, Pacitan, dan Serang, serta Kota Surabaya, Mataram, dan Samarinda. 
Sementara itu di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, malah belum satu pun pasangan calon mendaftar.
Belakangan, jumlah kabupaten/kota yang memiliki bakal pasangan calon tunggal bertambah, yaitu Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Pegunungan Arfak. 
Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2015, masa pendaftaran di 15 kabupaten/kota tersebut harus diperpanjang selama tiga hari. Sebelumnya, merujuk pada surat edaran KPU Nomor 403/2015, KPU setempat harus terlebih dahulu melakukan proses sosialisasi masa perpanjangan, juga selama tiga hari.
Maka dari itu, KPU memperpanjang masa pendaftaran calon kepala daerah hingga 3 Agustus 2015.
Bagaimana jika situasinya tidak berubah? Maka pilkada di daerah terkait harus ditunda ke pilkada serentak putaran berikutnya pada tahun 2017. 
“Tambahan untuk memberi waktu pendaftaran. Kalau tetap tidak ada yang mendaftar, ditunda sampai pilkada selanjutnya tahun 2017,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada media belum lama ini.
Solusi calon tunggal
Merespon fenomena calon tunggal, Hadar berpendapat bahwa undang-undang (UU) yang saat ini ada perlu diubah. 
“Upaya membuat peraturan (KPU) untuk mencari jalan keluar sudah optimal dan tidak cukup efektif. Yang diperlukan perubahan sistem pemilihan yang minimal di level UU,” ujar Hadar. 
Sementara itu dari Surabaya, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Didik Prasetiyono mengusulkan agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar pilkada tetap dapat dilaksanakan hanya dengan satu pasangan calon.
“DPC PDI-P Surabaya berharap Presiden melihat ini sebagai darurat politik sehingga harus segera menerbitkan Perppu,” kata Didik sebagaimana dikutip oleh mediaRappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!