MUI: Masyarakat boleh gunakan BPJS karena darurat

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

MUI: Masyarakat boleh gunakan BPJS karena darurat
MUI mengharamkan BPJS Kesehatan saat ini karena 3 hal. Apa saja?

JAKARTA, Indonesia — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan masyarakat boleh menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang ada saat ini karena dianggap dalam kondisi darurat. Namun status darurat ini berlaku hanya dalam hitungan kurang lebih satu bulan. 

“Boleh menggunakan BPJS yang tidak syariah itu, karena darurat,” kata Ketua Dewan Syariah Nasional MUI Ma’ruf Amien saat menggelar konferensi pers di kantornya, Kamis, 30 Juli.

“Tetapi dalam waktu dekat, kami minta pemerintah untuk menyiapkan BPJS yang syariah supaya daruratnya tidak berlarut-larut,” ujar Amien.

Sebelumnya, MUI menyatakan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan prinsip syariah. Pasalnya, terdapat unsur ribagharar dan maisir di dalamnya.

(BACA: Mengharamkan BPJS Kesehatan, MUI dinilai konsisten)

Saat ini, MUI sudah bertemu dengan dua pihak yang dianggap berhubungan dengan BPJS, antara lain Siti Fadhilah, mantan Menteri Kesehatan yang juga penggagas BPJS, dan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani. 

Amien memperkirakan proses perubahan itu akan memakan waktu selama satu bulan. “Tidak lama, sebentar saja, enggak sampai satu bulan,” katanya. 

3 poin keberatan MUI

Dalam kesempatan itu, jajaran MUI yang diwakili Amien, Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Jaih Mubarok, dan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin juga mengungkapkan poin-poin dalam BPJS yang dianggap tidak mengandung nilai syariah. 

Apa saja poinnya? 

Poin pertama menyangkut aspek prosedural. “Begini, kalau produk yang sesuai dengan syariah itu harus dibuat berdasarkan kepada salah satu fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Nah, BPJS ini tidak ada landasan itu, jadi prosedurnya tidak sesuai,” kata Amien. 

Poin kedua terkait dengan substansial. “Soal akad, akadnya BPJS ini apa?” katanya.

Ketiadaan akad dalam BPJS ini membuat status dana ini menjadi tidak jelas. “Status uang yang dikumpulkan oleh masyarakat oleh nasabah statusnya apa? Punya siapa?” kata Amien, merujuk pada akad antara pemilik dana dan BPJS Kesehatan.

Padahal, menurut Amien, “Dalam Islam, orang yang menikah itu harus pakai akad, kalau tidak maka tidak sah hubungan suami istrinya,” katanya menganalogikan akad BPJS dengan pernikahan. 

Ketiga, menyangkut investasi. “Dana masyarakat ini diinvestasikan di mana? Kalau dia tidak menginvestasikan di bank syariah, maka dikatakan itu haram dan tidak sesuai syariah,” ucapnya.

Untuk poin terakhir ini, Jaih menambahkan bahwa bagi MUI, investasi itu juga berarti penempatan dana, bukan sekedar memutar duit. 

Apa yang perlu diperbaiki pemerintah?

Dengan demikian, MUI mendesak pemerintah untuk memperbaiki sistem BPJS Kesehatan yang berlaku saat ini.

“Pertama, itu kelembagaannya dulu yang syariah dan harus mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional,” kata Amien. 

Jika sudah disesuaikan, maka BPJS harus menggunakan akad asuransi sesuai syariah. Terakhir, dana itu harus ditempatkan di bank syariah. “Kalau ditaruh di bank konvensional, ya haram,” katanya. 

Jika sudah diterapkan, MUI percaya masyarakat akan memetik manfaatnya. Bahkan warga non-Muslim juga diperbolehkan ikut serta program BPJS syariah ini.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!