Philippine economy

Apa kabar Revolusi Mental?

Adelia Putri

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Apa kabar Revolusi Mental?

EPA

Sudah satu tahun lebih sejak Jokowi meneriakkan Revolusi Mental, penasarankah kamu akan kabar slogan tersebut sekarang?
JAKARTA, Indonesia —Tak ada orang yang lebih tepat dari sosiolog sekaligus Ketua Kelompok Kerja Revolusi Mental Tim Transisi Paulus Wirotomo untuk menjawab pertanyaan mengenai Revolusi Mental.

“Kursi yang kamu dudukin, dulu pernah diduduki Jokowi waktu dia ke sini dan meminta saya bergabung dengan Tim Transisi,” kata Paulus Wirotomo.

Konsep Revolusi Mental, yang digaungkan sejak kampanye Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada 2014, menjanjikan transformasi bangsa melalui perbaikan mental rakyat demi Indonesia yang lebih baik.

Sayangnya, apa yang direncanakan Jokowi, tidak berjalan sesuai harapan Paulus. Salahnya hanya satu, program yang harusnya dipimpin langsung oleh Jokowi ini, diserahkan ke Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, di bawah pimpinan Puan Maharani. 

“Saya kira dia juga tidak baca laporan (pedoman Revolusi Mental) itu. Bagaimana dia (Puan) bisa menjadi pemimpin (Revolusi Mental)? Revolusi itu harus presidennya yang mimpin, tidak boleh menteri yang mimpin. Saya juga sudah bilang nondepartemen, dan itu harus di bawah presiden untuk mempertanggungjawabkan.”

Dengan Puan yang memimpin program Revolusi Mental ini, Paulus meragukan apakah kementerian koordinator yang lain mau mengikutinya. 

“Akibatnya, satu menko dengan semua menterinya semaunya sendiri. Kacau kan, padahal semuanya terikat. Nah, ini inti masalahnya,” tutur Paulus. 

Tapi tahukah kamu apa itu Revolusi Mental versi Jokowi?

 Secara sederhana menurut Paulus, Revolusi Mental sejatinya membawa kembali nilai-nilai kehidupan masyarakat dan pemerintahan untuk memperbaiki karakter bangsa. 

“Manusia itu punya dua jenis nilai: Ideal dan aktual. Nilai ideal adalah yang kita junjung secara normatif, sementara nilai aktual adalah yang akhirnya menggerakkan perilaku kita,” kata Paulus. “Revolusi Mental ini niatnya membuat yang ideal itu menjadi aktual. Soal hasil, itu urusan nanti, yang penting ada tekad untuk membuatnya menjadi mungkin (terwujud).”

Ada 6 nilai yang dipilih untuk menjalankan Revolusi Mental ala Jokowi: Kewargaan yang mendasar pada kesadaran atas hak dan kewajiban, kejujuran, mandiri, kreatif, gotong-royong, saling menghargai. Nilai-nilai tersebut diharapkan menjadikan Indonesia berdaulat dalam bidang politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. 

Enam nilai ini tidak dipilih sembarangan. Tim yang dipimpin Paulus ini mengadakan focus-group discussion (FGD) di 3 kota, melibatkan ratusan pakar, lembaga swadaya masyarakat, penggiat seni, anak muda, dan perwakilan kelompok masyarakat. 

Hasilnya?  76 halaman yang menjelaskan 6 nilai tersebut serta strategi pelaksanaannya selama 5 tahun ke depan. 

Revolusi mental vs agama? 

Ketika istilah ini digunakan oleh Jokowi, beberapa kelompok menuding bahwa Jokowi mengadopsi ini dari kelompok sosialis komunis yang antiagama. Namun Paulus membantah ini. 

“Orang Indonesia suka nilai yang sakral, tapi di sini kita tidak mengangkat nilai sakral, tapi yang strategis dan instrumental. Kalau sudah sakral, menurut yang satu ini yang benar, yang lain ini yang benar, yang ada berantem,” ujar Paulus.

“(Keenam nilai itu dipilih) bukan karena suci, tapi karena strategis. Kita gunakan sebagai alat agar kita naik, sehingga kalau berhasil bisa kita sambung dengan yang lain,” katanya.

Targetnya adalah perubahan moralitas publik bukan sekedar moralitas individu. 

“Akan sangat jauh kalau kita harus menariknya dari individu. Misalnya saja, untuk masalah ketertiban. Kita mulai dari kamu bisa antre, enggak? Bukan kamu menjadi orang yang saleh,” kata Paulus. 

“Memang penting jadi orang yang saleh, tapi memangnya untuk antre harus jadi saleh dulu? Membuat kamu saleh aja saya enggak yakin butuh berapa puluh tahun, tapi kalau membuat kamu antre saya yakin bisa lebih cepat,” ujarnya. 

Paulus mengatakan meski tidak memasukkan unsur agama dalam Revolusi Mental, tidak berarti konsep tersebut bertentangan dengan agama. 

“Dibedakan bukan berarti ditolak. Agama, kurikulum, keluarga, dibiarkan menjalankan (agendanya) dan kita akan bersifat additional untuk mengejar ketertinggalan secara cepat,” ucapnya. 

Implementasi bersama pemerintah dan masyarakat 

Paulus mengatakan untuk menjalankan Revolusi Mental ini, nilai-nilai tersebut harus dilakukan bersama-sama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat harus partisipatif, pemerintah harus membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjalankannya. 

“Peraturan-peraturan yang menghambat atau merusak nilai-nilai Bangsa Indonesia harus diubah, mau dibilang itu reformasi birokrasi, silakan,” kata Paulus. “Tapi kita juga harus minta partisipasi masyarakat untuk mengembangkan sikap-sikap tersebut.”

Untuk meningkatkan partisipasi tersebut, nilai-nilai tersebut harus diingatkan secara terus menerus pada masyarakat. Nilai-nilai itu juga harus user friendly sehingga menarik seluruh lapisan masyarakat, dari anak-anak  hingga lansia. Yang jelas, ini tidak boleh seperti penataran P4 ala Orde Baru yang membuat pesertanya mengantuk. 

Gimana dong kelanjutannya Revolusi Mental?

Paulus mengatakan tidak bisa membiarkan Revolusi Mental mati begitu saja karena kesalahan birokrasi. Gerakan sosial ini, menurutnya, bisa tetap berjalan tanpa bimbingan presiden. 

Di benak profesor yang hobi main musik ini, ada dua hal yang mesti dilakukan:

1. Evaluasi

“Dalam pedoman, Revolusi Mental harus bisa dievaluasi secara terukur. Kalau tidak ada pertanggungjawabannya dan monitoring-nya, tidak ada indikator keberhasilannya, mau ngapain kita? Akhirnya kita cuma akan retorika,” ujar Paulus. 

Ia mengaku sedang mempersiapkan indikator-indikator tersebut untuk penilaian tahun pertama. 

“Ya kalau pemerintah ngga mau, ya rakyat yang bikin. Kita yang bikin, bersama para pakar-pakar yang mau. Kita juga minta swasta dan siapa pun yang mau. Yuk, kita bikin pengumuman bahwa Revolusi Mental hasilnya begini-begini,” katanya. 

Namun Paulus percaya pemerintah mestinya bersedia melakukan evaluasi, dan mengalokasikan dana untuk mengukur pelaksanaannya di tahun pertama. 

2. Portal Revolusi Mental

Paulus sedang menginisiasi pembangunan portal Revolusi Mental. Portal ini akan dimiliki civil society dan independen. Lembaga-lembaga pemerintah dan nonpemerintah akan diminta berkontribusi, mulai dari melaporkan apa yang sudah dilakukan, hingga memberikan informasi tentang inti dan strategi Revolusi Mental. 

“Portal itu jadi pusat interaksinya masyarakat karena kita tidak punya kandang, dan saya tidak peduli gerakan Revolusi Mental tidak usah punya kantor juga tidak apa-apa, tapi kita punya portal yang aktif dan diikuti banyak orang, cukup sudah,” katanya. “Kalau kamu atau lembaga kamu ingin ikut serta, kamu bisa hubungi saya.”

Optimiskah Paulus pada masa depan Revolusi Mental? 

“Insya Allah. Saya cuma bisa bilang mudah-mudahan presidennya ingat kembali. Tapi saya minta sih, ya kalian-kalian, kalau kita yakin Revolusi Mental itu penting bagi bangsa, oke, lets just do it,” kata Paulus. 

“Saya ngga peduli gimana, ya saya harus jalan karena  tekad kita adalah untuk bangsa. Masa kita kalah sama vietnam. Gila apa? Mereka baru berapa tahun yang lalu masih berperang. Masa harus kita teruskan (yang seperti sekarang)? Ngga dong. Makanya kita perlu Revolusi Mental.” —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!