Yang merokok dan berpakaian minim dilarang masuk kampung ini

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yang merokok dan berpakaian minim dilarang masuk kampung ini
Kampung Gunung Cariu di Tasikmalaya ini juga larang masyarakat berada di keramaian yang mengarah kepada kemaksiatan, seperti organ tunggal dan judi gaple

TASIKMALAYA, Indonesia — Peringatan agar berpakaian sopan dan tidak merokok terpampang di depan pintu masuk Kampung Gunung Cariu, Kelurahan Cibunigeulis, Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. 

Di papan peringatan yang sekaligus menjadi gapura itu juga diinformasikan bahwa kampung berpenduduk 200 kepala keluarga tersebut sedang belajar mengamalkan ajaran Islam.

Tak hanya itu, sejumlah poster dengan berbagai ukuran terpasang di beberapa tembok rumah. Isinya, ajakan untuk menjalankan syariat Islam dengan benar. Salah satunya, imbauan untuk berhenti merokok.

“Kalau menurut ajaran agama, sesungguhnya yang mubazir itu kan pekerjaan setan. Rokok jadi salah satu yang dianggap mubazir. Terus, dari sisi kesehatan juga tidak baik,” kata Agus Sulaeman, tokoh masyarakat Kampung Gunung Cariu, saat ditemui Rappler di lokasi, beberapa waktu lalu. 

Jadi kita ingin menegakkan akidah dari yang terkecil dulu.”

Untuk menyosialisasikan dampak buruk rokok, sebuah poster besar memajang tabel perhitungan jumlah uang yang dihambur-hamburkan untuk membeli rokok. Tabel itu dilengkapi dengan kutipan ayat Al-Qur’an tentang perbuatan mubazir.

MUBAZIR. Poster yang memajang tabel penghamburan uang akibat kebiasaan merokok. Foto oleh Yuli Saputra

 

Agus bahkan membuat lintingan rokok dari uang 2.000 rupiah dan menantang warganya untuk menyoba rokok buatannya.

“Tapi tidak ada yang berani. Maksud saya, agar orang bisa merasakan kalau merokok itu seperti membakar uang 2.000 rupiah per batangnya,” kata lelaki berusia 50 tahun itu.

Namun Agus menegaskan larangan merokok hanya sebatas imbauan bukan paksaan. Pihaknya tidak menerapkan sanksi bagi pelanggar. Meski demikian, dampaknya mulai terasa.

“Warga banyak yang mulai berhenti atau mengurangi rokok. Warga yang merokok jadi malu. Di sini sudah jarang orang ngobrol sambil merokok. Tamu yang datang juga pas baca peringatan di depan langsung mematikan rokoknya kalau masuk kampung ini,” papar Agus.

Agus sendiri mengaku dirinya adalah seorang pecandu rokok yang mulai mengurangi kebiasaan merokok sejak aturan tersebut diterapkan setahun lalu. Dalam sehari, ia biasanya menghabiskan rokok hingga dua bungkus, namun kini hanya beberapa batang saja.

“Kadang-kadang bisa dalam sehari enggak merokok,” tutur dia. 

Rela berkorban

SYARIAT ISLAM. Gapura Kampung Gunung Cariu yang mencantumkan ajakan untuk berhenti merokok dan mengenakan pakaian yang menutup aurat. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Ai Nurul memang bukan perokok, namun ia turut menyukseskan ajakan berhenti merokok dengan tidak menjual rokok di warungnya. Meski untuk itu, Ai harus rela omzet penjualannya menurun. 

“Berkurang sih keuntungannya, tapi saya siasati dengan banyakin makanan anak-anak. Jadi jual yang bermanfaat aja, kalau rokok kan banyak mudharatnya,” ungkap Ai.

Di samping itu, Ai ingin menghilangkan kebiasaan bapaknya merokok. Usahanya tak sia-sia karena jumlah rokok yang dihisap si bapak, Uum Haeruman (65 tahun), jauh berkurang.

“Biasanya sebungkus, sekarang jadi setengahnya,” kata gadis berumur 20 tahun itu.

Warga lainnya, Yudistira Anshory, harus keluar kampung atau diam di rumah jika hendak merokok. Jumlah rokok yang dihisap pun menjadi berkurang. Pemuda 23 tahun itu terpaksa mengurangi hobi mengisap tembakau untuk menghargai peraturan yang telah disepakati tersebut.

“Jujur saja sebetulnya merasa dibatasi. Ya, bisa dibilang setuju enggak setuju sama aturan ini. Kebanyakan mengarah enggak setuju, cuma akhirnya menghargai saja,” kata Yudistira.

“Soalnya orang yang mengusulkan aturan ini memfasilitasi kampung ini dari mulai pesantren, lapangan futsal, dan lain-lain. Jadi, ini sebagai tanda terima kasih, menghargai orang yang telah berjasa pada kampung ini.”

Orang yang dimaksud Yudistira adalah seorang dermawan yang menyumbangkan hartanya untuk membangun Kampung Gunung Cariu. Orang yang tidak mau diungkapkan identitasnya itu adalah putera daerah yang sukses menjadi pengusaha di Bandung. 

“Dia ingin menciptakan lingkungan ini barokah dan sesuai dengan ajaran Islam,” ujar Agus.

Menutup aurat

TUTUP AURAT. Poster yang menghimbau untuk berpakaian sopan dan menutup aurat. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Selain imbauan tidak merokok, sang dermawan juga menganjurkan agar warga Kampung Gunung Cariu berpakaian sopan dan menutup aurat, melaksanakan salat di awal waktu dengan berjamaah di masjid, menghilangkan kebiasaan yang mudharat, serta melarang keramaian yang mengarah kepada kemaksiatan, seperti organ tunggal dan judi gaple.

“Warga akhirnya tergerak untuk mengikuti aturan karena sesuai dengan ajaran agama, apalagi di sini 100 persen Muslim,” kata Agus.

Untuk mewujudkan kampung barokah, warga Kampung Gunung Cariu menerima sejumlah fasilitas, mulai dari gedung pesantren hingga baju gamis untuk anak-anak. Agus mengungkapkan, setiap anak di kampungnya mendapat tiga pasang baju gamis agar bisa tampil santun saat mengaji. 

Dana yang dihabiskan untuk membuat ratusan stel baju gamis itu mencapai 13 juta rupiah.

“Semua ini diberikan dengan ikhlas. Seperti pembuatan lapangan futsal ini, dia bikin asal dibayarnya sama anak-anak dengan rajin mengaji dan salat berjamaah. Tujuannya hanya untuk menegakkan ajaran Islam,” tuturnya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!