Anak-anak saksi pembunuhan Salim Kancil jalani ‘trauma healing’

Harry Purwanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Anak-anak saksi pembunuhan Salim Kancil jalani ‘trauma healing’
Anak Salim Kancil menyaksikan ayahnya disiksa dan dibunuh. Siswa-siswi PAUD di Lumajang turut jadi saksi

LUMAJANG, Indonesia – Pembunuhan terhadap aktivis tolak tambang Salim alias Kancil di hadapan sejumlah anak-anak di Balai Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Tengah, meninggalkan bekas mendalam bagi mereka. 

Menanggapi insiden tersebut, istri Bupati Lumajang, Tutuk Fajriatul Mutofiah, memberikan trauma healing kepada anak Salim, Dio Eka Saputra (13 tahun), dan siswa-siswi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK) Selok Awar-Awar, Kamis, 1 Oktober.

“Langkah ini saya ambil untuk menghapus trauma pada Dio dan anak-anak saya di PAUD,” kata Tutuk, istri Bupati As’at Malik, saat mengunjungi rumah Salim, Kamis.

Salim tewas dibunuh oleh puluhan orang di halaman Balai Desa Selok Awar-Awar pada 26 September 2015. Ia menentang penambangan di Lumajang setelah mendapati 8 petak lahannya hancur akibat tambang pasir ilegal.

Belakangan tambang tersebut diduga dikelola oleh Tim 12, yang merupakan mantan tim kampanye kepala desa mereka, Haryono.

Menurut penelusuran Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, sekelompok orang yang diduga merupakan anggota Tim 12 ini memasuki rumah Salim.

Mereka kemudian menyeret Salim dengan tali tampar yang biasa dibuat untuk menggiring sapi menuju Balai Desa. Mereka dapat memasuki kantor Haryono dengan leluasa karena pegawai libur di hari Sabtu.

Mereka kemudian merebahkan Salim untuk menyetrumnya. Upaya pembunuhan atas Salim dengan setrum itu disaksikan oleh anak-anak PAUD , yang kebetulan sedang menggelar kelas di sebelah Balai Desa.

“Anak-anak kecil pun ketakutan, guru mereka kemudian meliburkan,” kata koordinator KontraS Surabaya Fathul Khoir.

Bagi Tutuk, peristiwa kekerasan yang dilihat di depan anak-anak dilakukan oleh sekelompok orang dewasa akan menganggu psikis mereka. Apalagi Dio yang saat itu melihat orang tuanya diseret, dipukuli, dan dihatam. 

“Saya mendengar Dio mau jadi korban pelemparan batu oleh gerombolan orang yang membunuh ayahnya. Kok teganya sama anak kecil?” ucap Tutuk yang memiliki 5 anak dan 2 cucu itu. 

Tutuk juga mengajak Dio bicara dari hati ke hati soal peristiwa yang mungkin tak bisa dilupakannya. Dia berharap siswa kelas 5 Sekolah Dasar ini untuk tidak melakukan balas dendam atau kekerasan di kehidupan selanjutnya. 

“Dio anak pintar, ramah, meski saat diajak soal kejadian bapaknya masih sering emosional,” kata Tutuk. 

Tutuk juga mengajak anggota keluarga Salim lainnya, dan para orang tua siswa-siswi PAUD untuk tidak menceritakan kejadian ini kepada anak-anak, agar mental dan psikis mereka tak terganggu dalam menjalani kehidupan sebagai remaja pada umumnya. 

“Ini juga saya sampaikan pada orang tua siswa PAUD dan TK serta guru pengajarnya. Jangan sampai di sekolah bicara soal aksi kekerasan yang saat itu Pak Salim Kancil jadi Korbannya,” ungkap Tutuk. 

Tutuk berjanji akan mengunjungi kembali siswa PAUD, TK, dan Dio pribadi untuk melihat langsung perkembangan psikis mereka. 

“Ini juga saya sampaikan ke aparat desa dan kecamatan untuk ikut terlibat aktif dalam trauma healing pada anak-anak yang terlibat langsung maupun tidak,” katanya.

Sementara itu, Kepala Desa Selok Awar-Awar Haryono telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan aktivis tolak tambang Salim alias Kancil, Rabu, 1 Oktober.

Menurut polisi, ia memfasilitasi pembunuhan dengan mengizinkan para pelaku melakukan aksi tersebut di halaman Balai Desa.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!