Polisi tetapkan 38 tersangka kasus Salim Kancil dan tambang ilegal

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polisi tetapkan 38 tersangka kasus Salim Kancil dan tambang ilegal
Polisi juga periksa sejumlah anggota kepolisian yang diduga terlibat penambangan ilegal di Lumajang

MALANG, Indonesia – Pihak kepolisian mengatakan telah menetapkan 38 tersangka atas kasus tambang ilegal dan penganiayaan terhadap petani dan aktivis Salim alias Kancil di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

“Total ada dua puluh empat tersangka ditambah empat belas tersangka baru,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Irjen Anton Charliyan di Malang, Minggu, 4 Oktober.

Sebelumnya, pada 26 September 2015, Salim tewas dibunuh oleh puluhan orang karena menolak aktivitas penambangan di daerahnya.

Menurut Anton, sebanyak 33 di antaranya adalah tersangka pelaku penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Salim. Sedangkan 9 tersangka lainnya terlibat dalam dua kasus, yakni penganiayaan dan pertambangan ilegal.

Sementara itu, 5 sisanya adalah tersangka kasus penambangan ilegal.

Di antara mereka juga terdapat pekerja dari perusahaan penambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar. “Dari perusahaan sebagian ada yang status tersangka, ada yang masih saksi,” kata Anton.

Menurutnya, jumlah tersangka masih bisa berubah. Beberapa tersangka yang terlibat dalam penganiayaan dinyatakan masih buron dan belum bisa ditemukan. 

Sejumlah anggota dari Tim 12, yang diduga bentukan Kepala Desa Selok Awar-Awar Haryono, hingga saat ini masih buron.

Sementara Haryono sendiri juga sudah ditetapkan jadi tersangka dengan dua kasus berbeda, yaitu terlibat dalam penganiayaan yanghingga menyebabkan Salim Kancil meninggal dan terlibat dalam penambangan pasir ilegal.

Selain yang telah tertangkap, kepolisian juga menduga ada pihak lain yang bisa tersangkut dalam kasus tersebut, termasuk adanya dugaan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang terlibat di dalam penambangan pasir ilegal. 

Oknum anggota DPRD itu diduga terlibat sebagai salah satu penyuntik modal untuk tambang pasir ilegal di Selok Awar-Awar. Polisi mengaku masih mengembangkan informasi itu.

“Tersangka dari dewan belum ada. Tetapi informasinya, jangan-jangan ada keterlibatan mereka. Semua akan kami usut tuntas,” kata Anton.

Dugaan oknum polisi terlibat

Aparat juga menyelidiki dugaan keterlibatan oknum kepolisian dengan memeriksa tiga perwira di lingkungan Polsek dan Polres Lumajang. 

Setidaknya ada tiga perwira kepolisian di lingkungan Polsek dan Polres Lumajang yang telah diperiksa.

“Dalam hal ini Mabes tidak main-main dan mendukung penuh,” kata Anton.

Kepolisian berjanji tidak akan melindungi jika ada anggota yang terlibat dalam peristiwa itu. Hasil penyidikan itu dijanjikan akan dibeber kepada publik apapun hasilnya.

“Sedang kita dalami keterlibatan anggota, kami tidak akan menutupi. Akan kami umumkan sejauh mana keterlibatan mereka,” ujarnya.  

Anggota kepolisian, menurut Anton, telah diperiksa dalam sejumlah dugaan keterlibatan, mulai potensi penyuapan, gratifikasi, hingga potensi pemberian perlindungan sehingga tambang ilegal bisa berlangsung. 

Jumlah anggota yang akan diperiksa pun masih bisa bertambah mengikuti perkembangan hasil penyidikan.

“Sudah diperiksa tiga, sekarang mungkin bisa bertambah,” ujarnya. 

Jika terbukti bersalah, kepolisian menyiapkan sanksi terberat berupa pemecatan dan pengusutan sesuai dengan hukum.

Kunjungi Tosan, rekan Salim

Tosan dengan istrinya, Ati Haryati, dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan di RSSA Malang, 4 oktober 2015. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Dalam kunjungannya ke Malang, Anton yang didampingi sejumlah perwira dari Polda Jawa Timur dan Polres Malang Kota datang membesuk Tosan, sejawat Salim, yang sedang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang.

Kedatangannya, menurut Anton, sebagai utusan dari Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti untuk menyampaikan empati dan dukungan kepada Tosan. 

Buruh tani yang juga aktivis penolak tambang liar di pesisir Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-Awarm itu menyampaikan sejumlah permintaan kepada Anton. 

“Saya ingin portal (tambang) ditutup dan pelaku ditangkap,” kata Tosan. 

“Saya rela mati untuk itu.”

Suaranya terdengar jelas dan tegas meskipun masih menggunakan alat bantu pernafasan. Tosan dirawat di Malang sejak Minggu, 27 September 2015. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!