Resensi ‘Pan’: Keajaiban tanpa jiwa

Oggs Cruz

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Resensi ‘Pan’: Keajaiban tanpa jiwa

Courtesy of Warner Bros. Picture

“Adegan demi adegan berlompatan dengan liar, meninggalkan adegan sebelumnya. Meskipun begitu, film ini mampu menampilkan Neverland yang sangat indah.”

Ada sebuah adegan dalam Pan karya Joe Wright yang langsung memperlihatkan ketidaksesuaian dalam film ini.

Peter (Levi Miller), anak laki-laki berusia 12 tahun yang terbang dari London — yang sedang dalam keadaan peperangan — menuju Neverland, yang secara tak sengaja melihat pembunuhan pimpinan kelompok tribal oleh Blackbeard (Hugh Jackman) dari tempat persembunyiannya.

Foto dari Warner Bros Pictures

Bukannya berlama-lama memperlihatkan wajah muda Peter untuk menggambarkan ketakutan karena menyaksikan pembunuhan sadis yang serupa dengan yang ia saksikan saat di masa kecilnya, Wright justru memotong adegan tersebut.

Foto dari Warner Bros Pictures

Seolah-olah malu dengan efek detail dari kematian pada anak laki-laki tersebut, film ini memberikan perhatian lebih kepada Tiger Lily (Rooney Mara), anak dari pimpinan tribal yang dibunuh. Lily sebenarnya juga akan dieksekusi seperti ayahnya, namun berhasil diselamatkan oleh negosiasi kuda yang dilakukan oleh Hook, teman Pan sekaligus gebetan Tiger Lily.

Foto dari Warner Bros Pictures

Terburu-buru

Pan terlihat sangat terburu-buru.

Adegan demi adegan berlompatan dengan liar, meninggalkan adegan sebelumnya. Meskipun begitu, film ini mampu menampilkan Neverland yang sangat indah. Kehadiran Blackbeard menjadi simbol dari kekejian kapitalis yang berlebihan, yang menampilkan ribuan buruh yang tidak diberikan bayaran apapun selain kekerasan tanpa ampun.

Foto dari Warner Bros Pictures

Seluruh Neverland memperlihatkan tampilan umum dunia fantasi ala Hollywood, yang dikemas dengan warna dan tekstur yang indah.

Meskipun begitu, keputusan Wright untuk lebih memanjakan mata dibanding menyentuh hati para penonton sepertinya menjadi keputusan yang gila. Film ini sangat kekurangan lapisan.

Upaya Pan yang terburu-buru untuk memenuhi takdirnya, mengkhianati potensi film ini. Pada akhirnya, film ini hanya menjadi kartun yang penilaiannya diukur dari jumlah pemeran pendukung dan kegilaan yang berhasil dikumpulkan. Dan semua itu dikemas dalam narasi yang biasa-biasa saja sehingga tidak mampu memberikan sesuatu yang lebih.

Foto dari Warner Bros Pictures

Keluguan yang hilang

Pan meninggalkan fakta bahwa anak dan kebajikan adalah hal utama dalam setiap kisah anak-anak. Wright bersalah karena menampilkan kebajikan sebagai keajaiban, hanya sebagai hiasan mata seperti yang lain, maupun fantasi, sebagai ide utamanya mengenai anak yatim piatu yang berubah menjadi pahlawan, ketika seharusnya dia menunjukkan keluguan.

Foto dari Warner Bros Pictures

Film ini sangat berupaya memperlihatkan rasa sakit. Bahkan dalam gambaran hubungan Peter dengan ibunya (Amanda Seyfried) yang tidak pernah ia temui, film ini memperlihatkan adegan yang semu. Contohnya adalah ketika Wright membuat mereka berinteraksi melalui glitter yang dihasilkan komputer, yang kemudian membuang banyak emosi dari pertemuan tersebut, serta menghilangkan dampak yang bisa didapatkan dari mata penuh ekspresi Seyfried.

Wright membungkus semua hal yang dapat membuat film ini menjadi lebih nyata, dengan tipuan efek yang menjengkelkan.

Skenario film yang ditulis oleh Jason Fuch, sebagai pengembangan dari kisah sebelum tidur klasik karya J. M. Barrie, dalam dunia di mana realita ada hal yang keji, dan Neverland yang cantik, juga tidak berbeda.

Foto dari Warner Bros Pictures

Kota London yang ditampilkan di Pan sedang dalam keadaan yang hancur, di mana makanan banyak mengandung racun, gedung-gedung yang terbakar merupakan sesuatu yang lazim, serta suasana ketika setiap pagi anak-anak bangun dari tidur dengan bunyi sirine yang memperingatkan mereka akan terjadinya serangan udara.

Sedangkan Neverland terdiri dari dua bagian: pesuruh-pesuruh Blackbeard yang menculik anak-anak untuk dijadikan budak, dan bagian lainnya yang bebaskan orang-orang yang melindungi rahasia Neverland.

Meskipun suasana yang ada menimbulkan banyak kemungkinan, Wright mengarahkan film ini kepada dunia keajaiban tanpa jiwa. Film ini ingin memperlihatkan penderitaan yang dialami seorang anak kecil dengan perasaan ingin memiliki, namun yang terjadi adalah, film ini lebih banyak memperlihatkan adegan-adegan pertempuran. Adegan-adegan ini tentunya sangat tidak berarti, karena sepertinya tidak ada karakter yang keberatan dengan realita kematian dan siksaan.

Teriakan dan Rintihan

Dilema yang dialami Peter adalah ketidakmampuannya untuk terbang seperti yang tertulis dalam cerita aslinya. Peter memperlihatkan seseorang yang sering merengek, sangat berbeda dari karakter nakal yang telah menjadi ciri khasnya. FIlm ini juga tidak memperihatkan sifat muda dan gilanya bersama Wendy, serta obsesi Kapten Hook, yang terlihat di novel karya Barrie.

Foto dari Warner Bros Pictures

Berbeda dengan ragam motif dan perspektif genius yang terlihat di novel Barrie, interaksi antara Peter, Hook, dan Tiger Lily terbaur dalam kenyamanan. Hook memainkan sosok bijaksana bersama Tiger Lily, seorang perempuan muda yang memberikan aspek romantis dalam film ini, yang semakin menjauhkan perhatian film ini dari anak-anak.

Film ini menampilkan sihir Hollywood, dengan cara yang amat salah. Pan menggambarkan obsesi industri film untuk mengembangkan karya-karya klasik dan memberikan inovasi-inovasi baru yang diterima secara luas. Tapi dalam film ini, niat tersebut tidak dibungkus dengan sempurna dan justru memperlihatkan kekosongan. —Rappler.com

BACA JUGA:

Francis Joseph Cruz bekerja sehari-hari sebagai pengacara, dan menulis resensi film sebagai hiburan. Film Filipina pertama yang ia tonton di bioskop adalah ‘Tirad Pass’ karya Carlo J. Caparas. Sejak itu, ia memutuskan untuk lebih banyak menikmati bioskop Filipina.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!