Satu tahun Jokowi, Nawa Cita jangan jadi sekadar slogan

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Satu tahun Jokowi, Nawa Cita jangan jadi sekadar slogan
Satu tahun pertama Jokowi-JK disebut sebagai 'the lost of opportunity', menurut Forum Pemred

JAKARTA, Indonesia — Forum Pemimpin Redaksi berharap Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak mudah terganggu intrik-intrik yang merusak harmoni, seperti jangan mengulangi lost opportunity di tahun pertama.

Jokowi dan Kalla memulai pemerintahannya setahun lalu dengan membuat keputusan tidak populis, yaitu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dari kaca mata ekonomi, langkah ini dianggap tepat karena menghilangkan subsidi BBM yang membebani defisit neraca transaksi berjalan.  

“Alokasi dana subsidi BBM juga membuat Indonesia kesempatan membangun infrastruktur dan sektor produktif,” demikian pernyataan bersama Forum Pemimpin Redaksi yang disampaikan Senin, 19 Oktober 2015, di sekretariat di Wisma Antara, Jakarta. 

Hadir dalam acara tersebut, Ketua Forum Pemred untuk 2015–2018 Suryopratomo, direktur pemberitaan Metro TV dan Sekretaris Heddy Lugito, pemimpin redaksi majalah Gatra.

Pihak yang mengkritisi keputusan menaikkan BBM menyoroti bahwa yang perlu dilakukan sebelumnya adalah memberantas mafia impor BBM yang membuat Indonesia harus membeli dengan harga lebih mahal. 

Lagipula, tak lama setelah menaikkan harga BBM, pemerintah menurunkan harga, harga internasional juga turun.  Harga bahan pangan dan kebutuhan lain yang sempat turun setelah kenaikan harga BBM tidak ikut turun, sampai kini.

Forum Pemred menyayangkan kegagalan pemerintah menangkap peluang dari momentum efisiensi yang didapat dari kenaikan harga BBM. 

“Ketika kondisi global kian memburuk, pemerintahan Jokowi-JK tidak segera merespon dengan kebijakan untuk menggerakkan dunia usaha dan mencegah penurunan daya beli masyarakat. Selain urusan non-ekonomi, energi para anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) tersita oleh masalah internal kementerian dan pemerintahan,” kata Suryopratomo.

Selama setahun pemerintahan Jokowi-JK, pertumbuhan ekonomi melambat, diperkirakan tidak mencapai 5 persen. Laju pertumbuhan ekonomi sebesar ini tidak mampu menekan angka pengangguran dan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, dalam lima-enam bulan pertama pemerintahan Jokowi-JK, angka pengangguran dan kemiskinan meningkat signifikan.

Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) tidak segera berkoordinasi untuk mencegah dampak perlambatan ekonomi global yang sudah mulai menggerogoti perekonomian nasional. Sejumlah paket stimulus ekonomi baru diluncurkan setelah ekonomi Indonesia terkena dampak yang cukup serius.  

Potensi tumbuh Indonesia sangat besar meski kondisi ekonomi global masih diwarnai ketidakpastian. Menurut BPS, Indonesia memiliki sekitar 170 juta atau 68% penduduk usia produktif. Bonus demografi ini belum dimanfaatkan dengan optimal. Begitu pula dengan kelas menengah yang mencapai sekitar 60 juta. Jika pemerintah memiliki kebijakan yang tepat dan pengelolaan yang baik, ekonomi Indonesia mestinya bisa bertumbuh di atas 6%.

“Satu tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK merupakan pelajaran yang sangat berharga. Kita mengalami apa yang disebut the lost of opportunity. Sekarang waktu yang tersisa hanya empat tahun. Pemerintah Jokowi-JK tidak boleh lagi membuang kesempatan yang dimiliki,” tulis Forum Pemred dalam rilisnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab pers yang akan selalu mengawasi jalannya pemerintahan, pada satu tahun pemerintahan Jokowi-JK, Forum Pemred menyerukan:

1. Pemerintah perlu memerhatikan dinamika yang terjadi di tingkat global dan segera merespons dengan kebijakan yang tepat. Masalah internal pemerintahan, kementerian dan lembaga, pusat dan daerah, perlu segera dituntaskan agar pemerintah memiliki kemampuan yang cepat untuk merespon perubahan global.

2. Perlambatan ekonomi dan pergerakan kurs rupiah yang fluktuatif tidak boleh dibiarkan. Berbagai kebijakan ekonomi dan langkah konkret perlu segera diambil untuk mencegah situasi yang kian memburuk. Harus ada akselerasi dalam penyerapan anggaran belanja guna menggerakkan roda peekonomian. Perbaikan iklim investasi mesti dilaksanakan dengan lebih sungguh-sungguh.

3. Pemerintah seyogyanya segera meningkatkan public trust agar investasi kembali mengalir. Berbagai janji  perlu segera direalisasikan dan komunikasi politik sebaiknya dilakukan dengan lebih elegan guna membentuk persepsi positif masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan masa depan bangsa.

4. Paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan harus segera diimplementasikan agar tidak menjadi macan kertas. Peraturan pelaksanaan yang lebih rinci perlu segera dirumuskan dan pengawasan di level eksekusi perlu lebih diintensifkan. Penurunan angka kemiskinan dan pengangguran hanya bisa dicapai jika  pertumbuhan ekonomi mampu didorong di atas 6% per tahun. 

5. Kami mendesak pemerintah untuk memperhatikan daya beli masyarakat yang melemah dengan memberikan stimulus fiskal dan stimulus moneter yang lebih efektif, mengendalikan laju inflasi, mendorong perluasan lapangan kerja, mencegah PHK, dan memacu pertumbuhan ekonomi. Penggunaan dana desa dan pembangunan infrastruktur di daerah harus mengutamakan proyek padat karya.

6. Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih besar pada upaya mengurangi kesenjangan dan ketimpangan ekonomi dengan memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan mendorong pembangunan ke luar Jawa. Pembengkakan angka pengangguran terbuka dan kemiskinan harus dicegah. Proritas ketiga Nawacita, “membangun Indonesia dari pinggiran”, hendaknya tidak sekadar slogan, melainkan perlu benar-benar diimplementasi.

7. Kegiatan ekonomi domestik harus menjadi prioritas dengan memperkuat industri dalam negeri. Berbagai belanja barang pemerintah dan BUMN harus mengutamakan produk dalam negeri. Para elite politik mesti menjadi contoh bagi rakyat dalam mengonsumsi poduk lokal. Kami juga  mendesak pemerintah untuk segera menyiapkan strategi terpadu dan langkah konkret mendongkrak ekspor untuk memperkuat neraca perdagangan.

8. Pemerintah hendaknya membangun koordinasi yang lebih baik dengan Bank Indonesia dan OJK. Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, pemerintah perlu segera membentuk Protokol Krisis dengan mengajukan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

9. Perlu meningkatkan kualitas dan memperkuat kekompakan kabinet agar terbangun sinergi dan bukan hanya kegaduhan yang diperlihatkan kepada rakyat. Presiden sebagai “CEO” mesti mengambil posisi yang jelas dan memberikan arahan yang terang  kepada setiap menterinya.

10. “Kekacauan” data yang acap terjadi hendaknya segera dituntaskan agar berbagai kebijakan, termasuk impor pangan, dilandasi data yang akurat. Kesalahan data yang terus dibiarkan akan melumpuhkan kemampuan bangsa untuk berdikari di bidang ekonomi, satu dari semangat Trisaksi yang selalu digaungkan Presiden.

11. Kami mendesak pemerintah untuk memperhatikan reformasi hukum di level produk hukum dan penegakan hukum di level pelaksanaan guna memberikan kepastian hukum kepada para pelaku usaha dan seluruh rakyat. 

12. Presiden dan Wakil Presiden harus menjadi dwi-tunggal yang memimpin negeri ini dan jangan mudah terganggu oleh intrik-intrik yang merusak harmoni. 

—Rappler.com

BACA JUGA:

Disclaimer: Managing Director Rappler Indonesia Uni Lubis adalah anggota Forum Pemimpin Redaksi. Ia menjabat sebagai Ketua Pokja Jurnalistik.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!