Anak perempuan selamat dari kebakaran Gunung Lawu karena didekap ayahnya

Ari Susanto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Anak perempuan selamat dari kebakaran Gunung Lawu karena didekap ayahnya
Novi bertahan hidup dalam kebakaran di Gunung Lawu setelah 'diselamatkan' oleh bapaknya. Sang ayah mendekap putra dan putrinya saat kebakaran terjadi


SOLO, Indonesia – Novi Dwi Istiwanti terbaring di ruang isolasi Intensive Care Unit (ICU) RS Dr Moewardi, Solo, Jawa Tengah. Seluruh tubuh gadis berusia 14 tahun itu terbalut perban putih, kecuali mata dan mulutnya. Esok hari ia akan menjani operasi lanjutan pembersihan luka bakar yang meliputi hampir separuh badannya.

Dokter masih membatasi interaksi dan percakapan Novi dengan pembesuk. Dokter juga tidak membolehkan mereka berbincang soal tragedi kebakaran di Gunung Lawu yang menewaskan ayah, kakak, dan sepupunya.

“Bapak mana? Mas Nanang mana? Mbak Rita mana?” ucap lirih Novi kepada para kerabat yang membesuknya. Ia mengamati satu per satu wajah orang yang menjenguknya bergiliran, tetapi ia tidak melihat sosok yang dicarinya.

Tidak satu pun yang berani berkata jujur, termasuk ibunya sendiri, Sumiyatun (45 tahun). Mereka menganggap belum waktunya Novi tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Mereka paham bahwa kabar buruk justru akan membuat gadis remaja yang kini duduk di bangku kelas 9 MTSN 1 Ngawi itu terpukul dan sedih sehingga mengganggu upaya pemulihan kondisi fisiknya.

“Bapak dan Mas Nanang ada di rumah. Yang penting kamu cepat sembuh dulu,” kata Sumiyatun kepada anaknya.

Dalam benak gadis itu, bapak dan kakaknya masih hidup karena sewaktu di hutan, mereka duduk bersama-sama. Namun, sejak evakuasi oleh tim search and rescue (SAR) gabungan, Novi dibawa turun lebih dulu untuk dilarikan ke rumah sakit di Magetan.

Korban lainnya satu per satu dievakuasi dengan ambulans. 

Novi keburu dipindahkan ke rumah sakit di Solo untuk perawatan lanjut menjelang tengah malam, sehingga tidak bertemu bapak dan saudaranya. Bahkan Sumiyatun sendiri ikut menyertai pemindahan Novi ke Solo dan tidak tahu kabar suaminya saat itu.

Meskipun sempat terpukul, Sumiyatun berusaha untuk tetap tegar. Sesekali, raut sedihnya tak dapat ia sembunyikan. Di depan Novi, ia berusaha untuk tersenyum dan tidak menangis. Jika perasaan sedih kembali membuncah, ia segera keluar kamar dan mencari tempat untuk menumpahkan air matanya.

”Novi anak yang tangguh, punya kemauan yang kuat … Novi bisa selamat itu karena keajaiban Tuhan”

Sampai saat ini, Sumiyatun belum mau berterus terang kepada Novi bahwa ayahnya, Sumarwan, dan kakak laki-lakinya, Nanang Setya Utama, serta sepupu dan calon suaminya, Rita Septi Nurika dan Awang Feri Pradika, sudah meninggal dalam tragedi pendakian Lawu sepekan lalu.

Mereka tewas terjebak kebakaran hutan Gunung Lawu di jalur pendakian Cemoro Sewu antara pos 3 dan 4. Sementara, Novi selamat tetapi menderita luka bakar yang membutuhkan perawatan serius di rumah sakit.

Novi bertahan hidup dalam kebakaran di Gunung Lawu setelah “diselamatkan” oleh bapak dan kakaknya. Sang ayah mendekap putra dan putrinya saat kebakaran terjadi. Sumarwan tewas dalam kondisi mengenaskan, sedangkan Nanang ditemukan terduduk dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.

Jika Novi kembali bertanya tentang bapaknya, sang ibu buru-buru mengalihkan pembicaraan. Sumiyatun terus memberikan semangat pada anaknya, meskipun keduanya sempat terlibat perdebatan sebelum pendakian. Sumiyatun sebenarnya sudah melarang anggota keluarganya mendaki Lawu karena tahu sedang terjadi kebakaran.

“Suami dan anak saya (Nanang) sebenarnya sudah biasa naik gunung. Tetapi, ini semua musibah. Mau bagaimana lagi kalau takdirnya begitu,” ujar Sumiyatun.

Tetapi, di balik musibah yang menimpa keluarga itu, Sumiyatun masih mensyukuri keadaan karena Novi yang baru pertama kali mendaki gunung bisa selamat.

“Novi bisa selamat itu karena keajaiban Tuhan,” ucapnya.

Sumiyatun dan suaminya dulunya adalah pasangan yang suka naik gunung. Namun, akhir-akhir ini, ia sudah jarang mendaki karena faktor usia yang membuatnya tidak kuat lagi berjalan kaki menanjak.

Mereka juga dianugerahi dua anak yang semuanya menyukai kegiatan alam. Nanang yang duduk di bangku SMK gemar mendaki gunung, sementara Novi aktif dalam gerakan pramuka di sekolahnya.

“Novi anak yang tangguh, punya kemauan yang kuat,” ujar Sumiyatun.

Ia belum merencanakan masa depan selepas Novi keluar dari rumah sakit. Dari seorang ibu rumah tangga yang sebelumnya mengandalkan nafkah dari suaminya yang bekerja sebagai pegawai di kelurahan, ia mesti membanting tulang sendiri untuk menopang hidup dan membiayai sekolah anaknya.

Namun, ia memastikan akan meninggalkan rumahnya di Desa Beran, Ngawi, dan menetap di Karangjati, sebuah desa di wilayah Caruban, Jawa Timur, tempat tinggal orang tuanya.

Di desa itu pula suami dan anak sulungnya dimakamkan. Dengan berpindah rumah, Sumiyatun dan Novi bisa mengobati kesepian karena ada sanak saudaranya yang menemani mereka.

“Saya sekarang janda, susah kalau hanya hidup berdua dengan Novi. Kalau di Karangjati masih ada neneknya Novi dan saudara yang lain,” katanya.

Pikiran Sumiyatun saat ini hanya fokus pada Novi. Ia berharap agar anak satu-satunya itu lekas sembuh dan bisa beraktivitas normal kembali.

Novi sudah berulang kali mengkhawatirkan apakah ia akan lulus atau tidak karena lama tidak mengikuti pelajaran di sekolah akibat sakit. Namun, sang ibu terus berusaha untuk membesarkan hatinya.

“Sekarang Novi adalah harapan saya satu-satunya. Tidak ada pilihan, saya harus berjuang untuknya,” katanya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!