Setelah bencana kebakaran hutan, kampanye dukung minyak sawit kian sulit

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Setelah bencana kebakaran hutan, kampanye dukung minyak sawit kian sulit

EPA

Ibarat nila setitik, rusak susu sebelanga. Ini dialami industri minyak sawit Indonesia saat kebakaran hutan secara masif. Eropa paling sulit diyakinkan.

Mendengarkan pemaparan mengenai situasi dan tantangan yang dihadapi industri minyak sawit bukan hal yang baru buat saya. Tapi, mendengarkan bagaimana pendapat sejumlah pihak di acara European Palm Oil Conference (EPOC) yang berlangsung di Milan, Kamis, 29 Oktober, memberikan informasi terkini.  

Konsumen di negara di kawasan Eropa dan Amerika Serikat tergolong paling kritis menentang penggunaan minyak kelapa sawit dalam konsumsi sehari-hari mereka. Padahal, setiap hari mereka menggunakan sabun mandi yang notabene dibuat dari olahan kelapa sawit juga.  Pandangan bahwa minyak sawit itu tidak sehat dan menyebabkan kanker membuat sejumlah pihak melancarkan kampanye menolak industri minyak sawit.

Situasi makin buruk dengan krisis asap akibat kebakaran hutan yang sudah terjadi sedikitnya tiga bulan terakhir. Media asing mengulas bahwa krisis asap akibat kebakaran hutan di Indonesia tahun ini adalah yang terburuk dalam sejarah.  

Pemerintah telah menyeret sejumlah perusahaan ke proses hukum akibat tuduhan membakar hutan. Sebagian adalah perusahaan perkebunan sawit.  

“Kalau ada perusahaan terkait sawit yang terlibat, harus dibuktikan secara hukum. Jangan membuat keseluruhan industri sawit menjadi korban,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPS) Bayu Krisnamurthi.

Bayu menjadi pembicara kunci mewakili Indonesia dalam acara konferensi minyak sawit di Milan.  Melalui BPDPS dan sejumlah perusahaan swasta, Indonesia melakukan upaya meyakinkan publik di Eropa agar tidak memusuhi produk sawit dari Indonesia.  

Angka ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa sebenarnya tidak besar, yaitu 3,5 juta hingga 4 juta ton per tahun, dari total 21,67 juta ton ekspor minyak sawit dan turunannya.  

“Masalahnya, Eropa gencar melakukan kampanye anti-sawit, terutama dengan alasan kesehatan,” kata Bayu.

Mario Piccialuti, Direktur Jenderal AIDEPI, asosiasi produsen minyak sawit di Italia, memaparkan bagaimana kampanye menolak minyak sawit dilakukan di Eropa, tidak terkecuali di Italia.  

“Ini karena kurangnya informasi, misalnya, sampai hari ini tidak ada riset yang membuktikan bahwa penggunaan minyak sawit bisa menyebabkan kanker, termasuk mengganggu kesehatan jantung,” kata Piccialuti. 

Pendapat Piccialuti dikuatkan Presiden Euro Fed Lipid Gerrit van Duijn yang secara seksama meneliti kandungan nutrisi dalam minyak sawit.

Eva Alessi, kepala bidang pembangunan berkelanjutan di World Wildlife Fund Italia, mengakui memang sulit menihilkan peran industri minyak kelapa sawit dalam pemenuhan kebutuhan minyak makan (cooking oil) dan produk turunan lainnya.  

“Yang salah bukan kelapa sawit dan produk turunannya. Yang harus disoroti adalah proses produksinya harus memenuhi standar keberlanjutan lingkungan hidup,” ujar Alessi.

Bayu dan pembicara dari Malaysia, Kalyana Sundram, menggarisbawahi bahwa perusahaan minyak kelapa sawit di Indonesia sebagian besar sudah memenuhi standar produksi yang berkelanjutan.  

“Sebagaimana di Indonesia, industri perkebunan sawit di Malaysia juga menjadi tulang punggung mengatasi kemiskinan di kalangan petani. Penghasilan petani yang terlibat dalam industri perkebunan sawit meningkat 2-7 kali lipat dibanding sebelumnya. Anak-anak mereka bisa sekolah,” kata Sundram.

Bayu memaparkan data bahwa industri perkebunan sawit menggunakan 8-10 juta hektar lahan, atau setara dengan kurang dari 4 persen lahan Indonesia. Sebanyak 40 persen dari pekebun sawit di Indonesia adalah petani kecil.  

“Perusahaan sawit dengan mudah bisa diarahkan untuk memenuhi standar internasional. Yang lebih sulit adalah mendorong petani kecil untuk melakukan hal yang sama. Ini yang sedang kami lakukan, dan mari kita dukung bersama,” kata Bayu.

Pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menerbitkan aturan persentase minyak biodiesel yang harus dicampurkan ke dalam minyak fosil yang digunakan di berbagai sektor. PT Garuda Indonesia, perusahaan penerbangan nasional, akan mulai menggunakan bahan bakar campuran biodiesel pada tahun 2016.  

“Kami juga telah menetapkan aturan yang mewajibkan semua perusahan kelapa sawit memenuhi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang sejak 1 Januari 2015 diterapkan ke semua industri.  Kita negara pertama di dunia yang melakukan hal itu,” kata Bayu.

Apakah kampanye yang dilakukan tim Indonesia di Eropa berhasil?   

Setelah bencana kebakaran hutan, kampanye ini memang kian sulit dilakukan. Sinyal positif sudah ada. Peserta EPOC 2015 di Hotel Klima, Milan, disuguhi makan siang berbagai macam menu, baik sayuran maupun makanan laut yang diolah dengan menggunakan minyak sawit.  

Makanan habis, karena rasanya enak, dan nampaknya ratusan peserta mendapatkan informasi yang benar soal minyak sawit. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!