Penyebar info rekayasa pertemuan Jokowi dengan Suku Anak Dalam bisa dijerat ‘hate speech’

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Penyebar info rekayasa pertemuan Jokowi dengan Suku Anak Dalam bisa dijerat ‘hate speech’
Kata Safenet, meme itu bukan 'hate speech' tapi berita bohong

JAKARTA, Indonesia — Kepala Kepolisian RI Badrodin Haiti mengatakan bahwa foto pertemuan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dengan Suku Anak Dalam yang disebut rekayasa bisa masuk kategori hate speech atau ujaran kebencian.

Menurut Badrodin, Polri bisa mengusut kasus tersebut dengan pasal pidana. 

“Bisa (masuk kategori hate speech). Ini kan menyangkut masalah perasaan,” kata Badrodin pada Rappler, Senin, 2 November. 

Terlebih jika tudingan rekayasa itu tidak benar. “Itu akan menyinggung perasaan Suku Anak Dalam. Bisa saja ada perasaan yang dilecehkan,” katanya. 

Berangkat dari perasaan dilecehkan tersebut, bisa saja salah satu pihak dari Suku Anak Dalam atau Jokowi melaporkan orang yang menuding pertemuan tersebut sebagai rekayasa belaka. 

Karena kasus ini masuk kategori delik aduan, artinya dilaporkan oleh pihak yang merasa dirugikan, baru bisa diusut oleh polisi. 

Sebelumnya, netizen ramai-ramai membicarakan dugaan rekayasa pertemuan antara Jokowi dan Suku Anak Dalam. 

Postingan salah satunya muncul dari akun Roy Suryo, pakar telematika dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga.

Kemudian postingan Roy dijadikan bahan berita oleh situs PKS Piyungan. 

Polisi akan panggil pencipta dan penyebar meme 

Badrodin mengatakan jika tidak ada laporan terkait tersebut, polisi kemungkinan akan memanggil pihak yang menciptakan meme tersebut.

“Kalau tidak ada laporan, kita lakukan tindakan preventif,” katanya. 

Langkah itu sesuai dengan yang tertuang dalam surat edaran mengenai ujaran kebencian yang diedarkan Kapolri hingga ke tingkat kepolisian sektor di seluruh tanah air. 

Mengapa harus dipanggil?

“Untuk mencegah jangan sampai terulang seperti itu,” ujarnya. 

Bukan ‘hate speech’, melainkan berita bohong

Pegiat Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto mengatakan bagi lembaganya kasus meme dan pemberitaan terkait kasus di atas bukan ujaran kebencian, melainkan berita bohong. 

Damar justru menilai Badrodin memiliki pemahaman yang rancu soal ujaran kebencian, karena sedari awal memasukkan klausul pencemaran nama baik yang diatur di pasal 310 dan 311 KUHP. 

Pasal pencemaran nama baik menjadi polemik karena meski delik aduan tapi pihak yang melaporkan tak harus subyek yang merasa dirugikan. 

“Bisa siapa saja yang mewakili Suku Anak Dalam atau Jokowi,” kata Damar.

Syarat yang terlalu longgar inilah yang dikritik oleh Safenet. Seharusnya subyek yang merasa dirugikan yang melaporkan langsung. 

Pun Damar menambahkan bahwa meski diberlakukan delik aduan, pihak Jokowi tak bisa serta merta menggungat pencipta meme. “Karena pasal penghinaan presiden itu tidak ada,” katanya. 

Apa saran Safenet untuk Kapolri?

“Pak, lihat dulu, hate speech atau enggak. Kalau lihat bahannya sih, masih simpang siur ini hate speech atau enggak. Tapi bagi Safenet ini bukan hate speech melainkan berita bohong,” katanya.

Pasal yang mengatur berita bohong antara lain pasal 14 ayat 1 UU No 1/1946 junto pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP tentang penyebaran berita bohong yang bisa memancing keonaran. Subsidair melanggar pasal 14 ayat 2 UU No 1/1946 junto pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP tentang penyebaran berita bohong.

Kemudian, Pasal 28 ayat 1 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan, “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.” —Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!