11 tahun tragedi tsunami Aceh: sajak tentang kematian di tanah rencong

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

11 tahun tragedi tsunami Aceh: sajak tentang kematian di tanah rencong
Tak sempat mengirimkan kain kafan, maka ia kirimkan doa dan sepenggal puisi untuk korban tsunami

JAKARTA, Indonesia—Lesik Keti Ara atau lebih dikenal dengan LK Ara sedang berada di Pangkal Pinang, Bangka Belitung saat gelombang tsunami menerjang Aceh pada 26 Desember 2015. 

Penyair kelahiran Takengon, Aceh, 78 tahun yang lalu ini tertunduk lesu saat mendengar korban mulai berjatuhan. Melalui telepon genggam, ia mencoba berkomunikasi dengan kerabatnya di tanah rencong. Apa daya, sinyal telepon pun tak bersambung.

Kepada kerabat di seberang, ia bermaksud mengirimkan kain kafan. Tapi keinginannya tak bisa terkabul saat itu juga. Maka ia memutuskan melafalkan surat Al-Fatihah untuk saudara-saudaranya di Aceh, dan selarik puisi bertajuk Kain Kafan’. 

Puisi itu kemudian diterbitkan oleh Balai Pustaka dalam kumpulan syair tentang tragedi tsunami. Ada sejumlah puisi karya penyair Indonesia lainnya yang diterbitkan bersama puisi karya LK Ara di buku tersebut. Tebalnya 216 halaman. 

Setelah 11 tahun berlalu, LK Ara masih mengingat bagaimana puisi itu dibuat. “Saya tulis itu waktu kejadian tsunami,” katanya saat dihubungi Rappler, Sabtu siang, 26 Desember. 

Kini puisi itu akan ia bacakan lagi di depan masyarakat Aceh, Sabtu malam ini, 26 Desember, di Taman Budaya Banda Aceh dalam acara bertajuk “Malam Refleksi Tsunami Aceh Melalui Pementasan Seni Teater, Puisi dan Lukis”. Acara ini untuk memperingati 11 tahun tsunami di tanah rencong. 

Bersama penyair nasional asal Aceh lainnya. Din Saja, Sulaiman Juned, dan Muhrain, LK Ara akan membacakan puisinya berjudul Kain Kafan, dengan diiringi senandung ratapan dari Gayo. 

Kepada Rappler, ia membacakan bait puisi tersebut lewat sambungan telepon. Berikut penggalannya: 

Kain kafan 

Masihkah sempat kain kafan yang kami kirimkan untuk membungkus tubuhnya, saudaraku 

Tubuhmu begitu cepat lunglai dan tak bernyawa lagi oleh badai tsunami 

Masihkah sempat kain kafan yang kami kirimkan untuk membungkus tubuhmu, saudaraku 

Mengingat tempat kita kini berjauhan, dipisahkan lautan 

Kain kafan yang kami kirimkan, kain kafan putih bersih ingin membungkus tubuhmu sebelum tubuhmu dibaringkan di rumahmu yang terakhir 

Jika kain kafan yang kami kirimkan belum juga sampai karena banyak hal, termasuk kesulitan pengangkutan dan pendeknya waktu 

Sedangkan tubuhmu butuh rumah baru

Kami kirimkan Al-Fatihah terlebih dulu 

Tenanglah, tidurlah saudaraku 

Nikmatikah pertemuan dengan Tuhanmu 

Pangkal Pinang, 2004 

—Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!