Mengapa Presiden Jokowi suka menyentil menterinya?

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mengapa Presiden Jokowi suka menyentil menterinya?

AFP

Ada masalah dalam komunikasi dan koordinasi di pemerintahan yang seharusnya tak lagi terjadi di tahun 2016

Presiden Joko “Jokowi” Widodo cukup sering “menyentil” anggota kabinet kerja di depan publik.  Caranya bermacam-macam.  Mulai dari menyatakan langsung, atau meminjam mulut orang lain.

Yang paling anyar adalah reaksi atas kisruh pengumuman hasil evaluasi kinerja akuntabilitas kementerian/lembaga yang dilakukan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, pada hari kerja pertama tahun ini (4/1).  Dua menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Tertinggal dan Transmigrasi, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga ada di posisi 10 K/L terbawah skornya.

Kementerian Keuangan mendapat skor tertinggi di kalangan kementerian.  Kementerian PAN/RB yang melakukan penilaian ada di peringkat ke-3. Menteri Yuddy mengatakan pengumuman kinerja tidak bermaksud mempengaruhi isu kocok-ulang atau reshuffle kabinet yang menguat belakangan ini.  Kementerian PAN-RB menganggap memiliki dasar kuat untuk melakukan evaluasi kinerja.  Ini sudah dilakukan pada 2014, tapi tidak diumumkan.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menanggapi melalui kicauan di akun twitternya,  

Di media, anggota DPR dari Partai NasDem, Irma Suryani, juga mengkritisi sikap Yuddy yang mengumumkan hasil kinerja akuntabilitas ke publik.  Menurut Irma Suryani yang bermitra dengan Kem PAN-RB di Komisi IX, justru kinerja Yuddy yang perlu disoroti.  Irma memberikan contoh janji Yuddy di Komisi IX untuk mengangkat bidan PTT yang ternyata tidak direalisasikan.  Dalam pengumuman Yuddy, Kejaksaan Agung yang dikomandani kader Partai NasDem termasuk yang punya skor rendah. 

Bersama dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, PKB dan Partai NasDem, bersama Partai Hanura yang menjadi partai politik di mana Yuddy Chrisnandi menjadi kadernya adalah parpol yang mendukung pencalonan Jokowi dan Jusuf Kalla dalam Pemimpinan Presiden 2014.

Selasa malam (5/1), dari Istana Presiden, datang konfirmasi atas sikap Presiden Jokowi terkait kisruh akibat pengumuman evaluasi kinerja akuntabilitas K/L. Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo mengatakan tidak pernah ada perintah dari Presiden untuk menyampaikan kepada publik.  Pramono mengatakan hal tersebut setelah berkonsultasi langsung dengan Presiden Jokowi.  Presiden menganggap sikap menteri yang mengumumkan evaluasi kinerja K/L dianggap sebagai kreativitas menterinya saja.

Sebenarnya sikap Yuddy yang memicu ketidaknyamanan dengan koleganya  bukan pertama kali terjadi dalam kabinet Jokowi.  Sepanjang 2015, sejumlah kegaduhan di pemerintahan, disebabkan antara lain oleh saling serang antar menteri.

 “Seyogyanya tidak disampaikan kepada publik karena evaluasi itu dimiliki sepenuhnya oleh Presiden dan Wakil Presiden, sehingga kalau ada evaluasi terhadap kementerian dan kelembagaan, maka harus dilaporkan kepada Presiden dan Wakil Presiden”, kata Pramono kepada wartawan seusai mengikuti Rapat Terbatas Bidang Polhukam, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa malam (5/1).

Menurut Pramono Anung, Presiden juga meminta semua kementerian dan lembaga konsentrasi menyelesaikan tugas masing-masing.

Hari ini (6/1) di Istana Negara, Yuddy mengatakan bahwa yang dinilai adalah lembaganya, bukan menterinya.

Jokowi menyentil Yuddy melalui sekretaris kabinet.

Jokowi juga menyentil menterinya secara langsung di depan publik, bahkan membatalkan surat yang terlanjur dibuat menterinya.

Ini dialami Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, yang harus membatalkan surat terkait dengan larangan ojek online.  Saat riuh-rendah kritik di media sosial atas rencana pembatasan ojek online, akun @jokowi berkicau:

Pembatalan pemberlakuan Dana Ketahanan Energi yang banyak diprotes publik, juga bagian dari sikap Jokowi menyentil ide yang dianggap tak punya basis aturan hukum jelas. Ini yang diprotes publik, karena di era Orde Baru kita banyak mengkritisi dana-dana pungutan di kementerian teknis.  Kog sekarang balik lagi?  Bukankah semua sudah dikumpulkan di kementerian keuangan? 

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Sudirman Said mengatakan DKE bukannya dibatalkan, tetapi diganti dengan Dana Pengembangan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. Tapi, jelas ada perintah Jokowi. Pembatalan DKE dilakukan dalam sidang kabinet pertama tahun 2015, pada tanggal 4 Januari.  Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa soal DKE akan dibahas dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 yang akan dibahas mulai Maret tahun ini.

Setelah pro-kontra, Jokowi tahun lalu juga membatalkan rencana pembelian helikopter VIP.

Dalam pertemuan dengan pengusaha di Istana Bogor, Jokowi memberikan perintah langsung kepada menteri terkait, misalnya kepada menteri pertanian, bagaimana memperbaiki kesuburan lahan agar bisa ditanami tanaman pangan.

Bulan November 2015 dalam pertemuan Forum CEO 100, Jokowi mendapat protes dari Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Franciscus Welirang, soal larangan perusahaan dalam negeri mengangkat komisaris dari warga asing.  Larangan ini menyulitkan emiten  untuk mengundang investor, yang pastinya ingin menempatkan wakilnya di jajaran komisaris.

Menanggapi Franky Welirang, Jokowi mengatakan dia mendapat laporan dari Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri bahwa masaah itu sudah beres dua bulan sebelumnya. Jokowi berjanji akan mengecek kembali apakah masalah itu benar-benar sudah diselesaikan. Ia bahkan mengatakan jika aturan itu belum diselesaikan akan memberikan dampak pada Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. “Kalau belum beres, ada konsekuensi ke menterinya. Coba saya cek lagi,” kata Jokowi.

Rabu siang (6/1) saya mengontak Hanif, menaker dari PKB.  Dia mengatakan bahwa komisaris asing dibolehkan di perusahaan terbuka. Done.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan pun kena sentil Jokowi   Presiden menyoroti kinerja Ferry saat silaturahmi dengan para kepala desa dan perangkat desa di Asrama Haji Donohudan, Boyolali (26/12/2015)

Jokowi memonitor penggarapan jalan yang terkesan lambat, sehingga menanyakan penyebabnya kepada pihak terkait dan dijawab karena ada permasalahan pembeasan lahan atau tanah. Dia langsung menelepon menteri agraria agar segera menyelesaikan persoalan itu dan memberikan tenggat waktu selama 1,5 bulan.

“Kalau belum juga dikerjakan, maka saya beri rapor merah. Itu yang nanti kena reshuffle. Begitu cara saya bekerja,” ujarnya.

Ada nada mengancam.

Dalam komunikasi ke publik, kelugasan Jokowi mungkin bisa dibandingkan dengan almarhum Abdurachman Wahid, presiden ke-4, yang tak segan menyentil menteri di depan publik.  Caranya macam-macam.  Saat kunjungan pengobatan mata ke Salt Lake City di AS, Presiden Gus Dur saat itu melempar sinyalemen bahwa ada tiga menterinya yang diduga terlibat dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 

“Sekarang saya sudah punya daftar tiga menteri yang harus dicopot. Tinggal menunggu pengadilan membuktikan. Ini memang berat, tapi harus dilakukan,” kata Gus Dur, di Hotel Watergate, Washington DC, AS, pada 14 November 1999.  Gus Dur memang tidak menyebut nama. 

Tapi, saat kampanye pilpres 2014, Jusuf Kalla yang pernah dicopot Presiden Gus Dur dari posisi  Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta kepala Badan Urusan Logistik mengatakan bahwa era Gus Dur pencopotan menteri sering terjadi.  Yang dicopot tak cuma JK.  Hamzah Haz, Susilo Bambang Yudhoyono dan Wiranto pun pernah mengalaminya.

Kembali ke era Jokowi, kisruh yang muncul dari kalangan kabinet sepanjang 2015, menimbulkan kegaduhan yang berakibat turunnya kepercayaan publik kepada pemerintah.

Di ujung tahun 2015, nyaris terjadi gaduh akibat Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengumumkan bahwa Israel termasuk dalam negara yang mendapat fasilitas bebas visa untuk kunjungan wisata ke Indonesia.  Informasi ini diralat Seskab Pramono Anung.

Memasuki tahun 2016, sangat mendesak untuk memperbaiki pola komunikasi antar menteri dan pejabat di lingkaran presiden.  Mestinya ada standar operasi prosedur, sehingga informasi yang akan disampaikan kepada publik dan bakal menimbulkan reaksi pro dan kontra, dikaji secara mendalam.  Termasuk soal pemberlakuan kebijakan baru.  Jangan lagi mengulangi pengalaman tahun 2015 yang diwarnai keputusan-keputusan yang layu sebelum berkembang.  Seperti balon yang kempes sebelum diterbangkan.

Sebagaimana pernyataan akhir tahun 2015 Forum Pemimpin Redaksi, Presiden Jokowi diharapkan bisa mengendalikan secara penuh komunikasi dan koordinasi di kabinet.  Silang-sengketa antar menteri dan pejabat tinggi harusnya tidak terjadi.  Jika terus terjadi, maka publik akan berpikir, ada yang bermasalah dengan cara presiden mengelola kabinetnya.

Belum lagi dengan urgensi harmonisasi kebijakan pusat dengan daerah yang menjadi kunci implementasi mimpi-mimpi Jokowi dalam membangun negeri.

Jika memang ada pejabat yang tak bisa diingatkan dan terus membuat gaduh, apalagi kinerjanya memble, ya sudah pantas diganti.  Ini hak prerogartif Presiden. Bukan partai politik – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!