Peduli Warga Palestina, Indonesia bangun rumah sakit di Gaza

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Peduli Warga Palestina, Indonesia bangun rumah sakit di Gaza

ANTARA FOTO

Pembangunan Rumah Sakit Indonesia menelan biaya Rp126 miliar dan sepenuhnya berasal dari warga Indonesia.

JAKARTA, Indonesia – Sekitar satu juta penduduk Palestina di kota Gaza kini tak perlu khawatir jika jatuh sakit. Sebab, Rumah Sakit Indonesia yang berlokasi di Bayt Lahiya telah resmi beroperasi pada 27 Desember 2015.

Walau begitu seremonial penyerahan rumah sakit itu baru dilakukan pada Sabtu malam, 9 Januari di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Penyerahan dilakukan secara simbolis oleh Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla kepada Menteri Kesehatan Palestina Hani Abdeen.

Rumah sakit yang dibangun atas inisiatif organisasi MerC itu menelan dana sekitar Rp126 miliar. Dibangun di atas tanah seluas 16.261 meter persegi, rumah sakit ini merupakan kontribusi nyata warga Indonesia terhadap Palestina.

“Rumah sakit ini merupakan bentuk perwujudan dan kasih sayang rakyat Indonesia kepada rakyat Palestina. Berikutnya, kami akan berusaha untuk membangun pusat kesehatan di Tepi Barat,” ujar Ketua MerC Joserizal yang ditemui semalam.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang ikut hadir dalam acara tersebut menyebut kehadiran Rumah Sakit Indonesia sangat diapresiasi oleh warga Palestina.

“Ada dua hal yang tercermin dari gerakan ini, pertama dari faktor humanitarian. Keberadaan rumah sakit ini sangat bermanfaat bagi warga Palestina. Kedua, rumah sakit ini bisa mendekatkan warga Indonesia dengan Palestina,” kata Retno.

JK mengacungi jempol atas upaya yang telah dilakukan organisasi MerC. Menurut JK menyumbang bagi pembangunan rumah sakit jauh lebih bermanfaat ketimbang berdemonstrasi setiap hari di Bundaran Hotel Indonesia dan menuntut kemerdekaan Palestina.

“Kalau setiap hari berdemonstrasi dan membeli ikat kepala, bisa dibayangkan jika dana untuk membeli ikat kepala itu dialihkan ke pembangunan rumah sakit. Berapa banyak semen yang bisa dibeli,” kata JK.

JK turut menyebut Palestina sulit menjadi satu negara, jika masih terjadi konflik perpecahan di dalamnya.

“Jika tidak terjadi persatuan, maka upaya apa pun akan sulit direalisasikan,” JK menambahkan.

Pembangunan rumah sakit tertatih-tatih

Membangun fasilitas medis di tengah gempuran senjata dari Israel bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Ide untuk membangun Rumah Sakit Indonesia dicetuskan pada Januari 2009.

Pembangunan fisik baru dimulai pada Mei 2011. Saat terjadi dua peperangan besar tahun 2013 dan 2014, pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza tetap berjalan.

Menurut Kepala Presidium MerC yang ikut terlibat pembangunan rumah sakit sejak awal, dr Henry Hidayatullah, ada beberapa tantangan yang mereka hadapi.

“Tantangan pertama mengenai masalah lahan. Kami tidak bisa memaksa terhadap pemilihan lahan, sebab itu menjadi hak prerogatif mereka. Kedua, kami sering kesulitan memperoleh izin masuk,” papar Henry yang ditemui Rappler di TIM.

Tim MerC masuk ke Gaza melalui Mesir. Untuk itu mereka harus mengantongi izin masuk dari tiga pihak, yakni Pemerintah dan Intelijen Mesir serta Pemerintah Palestina.

“Alasan sulitnya pemberian akses, karena terkait faktor keselamatan. Setiap kami mau datang ke sana, tergantung pada kondisi saat itu. Bisa saja kami masuk ke Mesir, tetapi tidak bisa masuk ke Gaza atau sudah berada di dalam Gaza tetapi tidak bisa keluar dari sana,” papar Henry.

Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Ide untuk membangun rumah sakit ini dimulai sejak tahun 2009. Foto oleh Santi Dewi/Rappler.com

Fasilitas modern

Lalu, fasilitas apa saja yang dimiliki Rumah Sakit Indonesia? Henry menjelaskan rumah sakit yang dibangun Indonesia memiliki pusat trauma yang modern.

“Di rumah sakit itu terdapat 110 tempat tidur termasuk untuk fasilitas instalasi gawat darurat. Di sana juga terdapat fasilitas radiologi CitiScan yang bisa memindai hingga 128 slice. Di Jakarta, fasilitas semacam itu baru dimiliki oleh Rumah Sakit Pondok Indah atau Rumah Sakit Umum Cipto,” papar Henry.

Sesuai dengan namanya, rumah sakit ini, kata Henry merupakan kontribusi yang sepenuhnya berasal dari Indonesia. Dana ratusan miliar untuk biaya pembangunan merupakan sumbangan dari warga di Tanah Air.

“Sebagian besar dana tersebut disumbangkan oleh warga dari kelas menengah ke bawah. Sementara, untuk peralatan medis sebagian besar berasal dari Eropa. Hanya tempat tidurnya yang kami datangkan dari Tiongkok,” Henry menambahkan.

Selain itu, 100 relawan dari Indonesia juga ikut terlibat proses pembangunan rumah sakit. Kini, Rumah Sakit Indonesia dikelola oleh petugas medis Palestina.

“Namun, kami sedang mengatur agar petugas medis dari Indonesia bisa dikirim ke sana secara rutin,” kata dia.

Ke depan, MerC berencana untuk membangun fasilitas kesehatan di wilayah Tepi Barat. Tetapi, untuk bisa ke sana harus mengantongi izin masuk dari Israel.

“Menteri Kesehatan Palestina telah mengundang kami, tetapi sebelum membangun, kami perlu berkunjung terlebih dahulu ke Tepi Barat,” ujar Henry.

Bagaimana menurut kamu Rumah Sakit Indonesia yang dibangun di Gaza? – Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!