Antara Netflix, lembaga sensor, dan Kemkominfo

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Antara Netflix, lembaga sensor, dan Kemkominfo
'Apakah lembaga sensor tebang pilih terhadap Netflix? Padahal banyak film Indonesia di bioskop yang juga kurang bermutu'

JAKARTA, Indonesia — Dengan hadirnya Netflix ke Indonesia pekan lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan harus ada regulasi yang memproteksi konten tayangan layanan streaming film asal Amerika Serikat tersebut.

“Netflix, itu akan diwadahi dari sisi regulasi, biar bagaimanapun, karena apa, karena ada kepentingan masyarakat. Artinya, yang harus diproteksi, terutama dari sisi konten, itu yang harus diproteksi,” kata Rudiantara, pada Selasa, 12 Januari, seperti dikutip Antara.

Ia juga mengatakan bahwa untuk beroperasi di Indonesia, Netflix harus memiliki Badan Usaha Tetap (BUT).

“Kami juga merencanakan, bahwa boleh-boleh saja beroperasi dari sisi setelah konten terkontrol. Kemudian dia harus BUT, Badan Usaha Tetap, agar ada di Indonesia,” kata Rudiantara.

Sebelumnya, Lembaga Sensor Film (LSF) dilaporkan berniat untuk melakukan sensor terhadap sejumlah film yang beredar di Netflix.

Film-film atau serial TV yang dimaksud mengandung kekerasan, judi, dan penyalahgunaan narkotika. Ada juga yang menonjolkan pornografi, memprovokasi pertentangan suku, agama, dan ras, dan menistakan agama. Selain itu juga ada adegan yang mendorong khalayak umum melawan hukum dan merendahkan martabat manusia. 

Perihal sensor di atas sudah diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 3 tahun 2009 tentang Perfilman.

Wacana penyensoran terhadap tayangan Netflix juga memicu reaksi masyarakat Indonesia yang bahkan belum satu pekan dapat menikmati layanan gratis streaming selama satu bulan. Mereka menyayangkan rencana LSF dan pemerintah ini.

Sontak, muncul petisi di Change.org yang meminta kepada LSF untuk tidak menyensor tayangan Netflix.

“Yang saya bingungkan adalah adanya kesan bahwa LSI melakukan tebang pilih dengan fokus ke media luar. Padahal jika dicermati sekarang saja di bioskop marak ditayangkan film-film horor Indonesia dengan fokus yang lebih kepada adegan adegan ‘panas’-nya daripada ke cerita dan kualitas produksi film itu sendiri,” tulis Chico Athalia, si pembuat petisi.

Sementara itu, sutradara Joko Anwar juga berpendapat bahwa konten Netflix sebaiknya tidak dibatasi.

“Untuk sensor, seharusnya enggak ada sensor ya. Selama ini orang juga nonton apa aja bisa didapat lewat Internet,” kata Joko kepada Antara.

“Kalau untuk melindungi anak-anak di bawah umur, di Netflix ada fitur di mana orang tua bisa kasih akses film yang hanya cocok buat anak-anak mereka, kok,” ujarnya.

Bagaimana pendapatmu? Haruskah LSF menyensor tayangan yang ada di Netflix? —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!