Pasca Bom Sarinah, terbitkan Perppu atau revisi UU Terorisme?

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pasca Bom Sarinah, terbitkan Perppu atau revisi UU Terorisme?
Jika serius, revisi UU Terorisme bisa selesai dalam 2-3 hari

JAKARTA, Indonesia — Perppu atau revisi Undang-Undang Terorisme? Pertanyaan itu mengemuka usai terjadi ledakan di kawasan Sarinah, Jakarta, pada 14 Januari lalu. 

Ada dorongan kepada DPR RI untuk merevisi Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Di lain pihak, DPR RI juga meminta Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait masalah terorisme, mengingat revisi UU Terorisme belum terdaftar dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.  

Namun Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan agar jangan mengobral Perppu, jika revisi UU Terorisme bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

“Menurut saya, Perppu itu jangan diobral ya, pada hal-hal yang memang kegentingan memaksa, yang sesegera,” kata Tjahjo kepada wartawan sebelum mengikuti rapat konsultasi antara pemerintah dengan pimpinan lembaga negara membahas isu ini di Istana Negara, Selasa, 19 Januari.

“Karena memang ada sejumlah pasal kecil yang seharusnya bisa diubah dari revisi Undang-Undang Terorisme. Kalau mau serius 2-3 hari selesai,” kata Tjahjo.

Salah satu poin penting dalam UU Terorisme yang akan direvisi adalah penambahan kewenangan pada aparat, khususnya, Badan Intelijen Negara (BIN), untuk dapat menahan dan menangkap terduga teroris sebagai langkah pencegahan. 

Sebelumnya, Kepala BIN Sutiyoso dalam konferensi pers pekan lalu, mengatakan pihaknya sudah menginformasikan akan terjadi pengeboman pada 9 Januari, namun berdalih ia tak kuasa melakukan tindakan karena di luar kewenangannya.

Menurut Sutiyoso, BIN hanya bisa memberi informasi, tapi tidak menangkap terduga pelaku.

“Informasi terakhir akan ada serangan tanggal 9, tapi tidak terjadi. Bisa jadi mereka ubah menjadi tanggal 14. Itu adalah sinyal-sinyal yang bisa saya sampaikan ke media,” kata Sutiyoso pada 15 Januari.

“Kita hanya bisa memberikan informasi saja,” ujarnya.

Hal itu juga dibenarkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung hari ini. Ia mengakui pemerintah jauh-jauh hari telah mendeteksi dini bahwa akan ada tindakan terorisme, yang mereka sebut dengan melakukan “konser” di Jakarta. 

Namun karena masalah kewenangan atau pun juga payung hukum, tidak bisa dilakukan tindakan.

Beberapa waktu setelah menerima informasi tersebut, Detasemen Khusus 88 (Densus) 88 Mabes Polri pun sudah menangkap 19 orang yang memang terbukti kuat terlibat dalam perencanaan serangan.

Puncaknya ketika terjadi Bom Sarinah. “Ini kan menunjukkan bahwa ada hal yang perlu dilakukan penyempurnaan, perbaikan, terutama tindakan preventif  dan yang kedua adalah  tindakan yang berkaitan dengan deradikalisasi,” kata Pramono.

Ia menambahkan bahwa hingga kini sejak Bom Sarinah, Polri telah menangkap 14 orang lain yang diduga terlibat dengan jaringan teroris itu.

Rapat konsultasi ini dihadiri oleh pemimpin lembaga tinggi negara seperti Ketua DPR RI Ade Komarudin, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Ketua DPD RI Irman Gusman, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis.

Sejumlah menteri Kabinet Kerja yang hadir adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan; Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani; serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!