Reinkarnasi Gafatar dari masa ke masa

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Reinkarnasi Gafatar dari masa ke masa
Dari Al Qiyadah Al Islamiyah, Millah Abraham, hingga Gafatar.

JAKARTA, Indonesia—Berita mengenai hilangnya Rica Tri Handayani di Sleman pada 30 Desember 2015 menjadi tajuk utama di media nasional selama beberapa hari. Perempuan yang berprofesi sebagai dokter itu bersama anaknya akhirnya ditemukan pada Senin, 11 Januari lalu oleh tim dari Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Ke mana Rica pergi selama lebih dari sepekan itu? Ia diduga bergabung dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). 

Publik pun ramai-ramai menyoroti organisasi. Media juga ikut meramaikan dengan mengabarkan bahwa satu-per satu warga negara Indonesia ‘menghilang’. 

Benarkah mereka menghilang? Apa itu Gafatar? 

Al Qiyadah Al Islamiyah 

Menurut peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono, mulanya ada seorang guru mengaji di Jawa Barat bernama Ahmad Moshaddeq. Ia mendirikan organisasi bernama Al Qiyadah Al Islamiyah. 

Qiyadah dalam bahasa arab bisa bermakna menuntun atau memimpin. Al Qiyadah Al Islamiyah dapat diartikan sebagai menuntut anggotanya menuju ajaran ‘Islam’ dalam kacamata mereka.  

Andreas menambahkan, Al Qiyadah Al Islamiyah mendalami aliran sufi. “Jadi agak menutup diri,” katanya pada Rappler, Selasa, 26 Januari. 

Tapi komunitas akhirnya difatwa sesat oleh Majelis Ulama Indonesia pada 2007. Dari surat MUI nomor 4 tahun 2007 dijelaskan bahwa Al Qiyadah Al Islamiyah dinyatakan sesat karena tambahan syahadat yang berbunyi, “Asyhadu alla ilaha illa Allah wa asyhadu anna masih Al Mau’ud Rasul Allah.”

Dalam syahadat itu, kata MUI, Al Qiyadah mengakui adanya nabi atau rasul setelah Muhammad, yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam pada umumnya. 

Surat itu ditandatangani oleh Anwar Ibrahim dan Hasanuddin.  

Menurut Andreas, MUI hanya rapat sehari pada 29 September 2007, tanpa mendengar argumentasi dari Ahmad Moshaddeq, lalu keluarlah fatwa sesat tersebut. 

Mossadeq kemudian disidang dan dipenjara pada 2008 hingga 2011, bersama dua rekannya asal Padang. Mereka dianggap melakukan penodaan terhadap agama Islam. 

Millah Abraham 

PULANG KAMPUNG. Sejumlah warga eks-Gafatar tiba di terminal keberangkatan di Bandara Supadio, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat, 22 Januari 2016. Pemerintah memulangkan 2.391 warga eks-Gafatar ke daerah asal yaitu Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Foto oleh Jessica Helena Wuysang/Antara

Setelah Mossadeq dipenjara, pengikutnya mendirikan organisasi Millah Abraham. Organisasi ini kemudian dilarang oleh Gubernur Aceh saat itu.  

Dari penelusuran Rappler, Millah Abraham pernah dilarang di Sumatera Barat. Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) Sumatera Barat, menetapkan Komunitas Milla Abraham sebagai aliran sesat pada 8 Juni 2011. 

Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Kejati Sumatera Barat Bagindo Fachmi, menyatakan, setelah rapat dilakukan dengan semua unsur Bakor Pakem Sumbar, pada Rabu, maka ditetapkan bahwa aliran yang baru di Sumbar tersebut sebagai aliran sesat.

Sebelum dinyatakan sesat, Kepolisian Sektor Lubuk Begalung, Kota Padang, Sumatera Barat telah terlebih dahulu menangkap lima orang warga penganut aliran tersebut. 

Gafatar

DIPULANGKAN. Mantan anggota Gafatar tiba di tempat penampungan di Detasemen Pembekalan dan Angkutan Kodam XII/Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (21/1). Foto oleh Jessica Helena Wuysang/Antara

Andreas melanjutkan, barulah organisasi Gafatar dideklarasikan pada 2012 oleh eks anggota Millah Abraham. 

Meski dideklarasikan di Jakarta, menurut data, Gafatar kuat di tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Aceh, dan Sumatera Barat. “Gafatar ini muncul di daerah yang relatif adalah kantung Islam konservatif, kantung Partai Keadilan Sejahtera. Mungkin sebagai respons terhadap konservatisme di sana,” katanya.  

Lalu pada Januari 2015, enam anggota Gafatar yang terdiri dari lima laki-laki dan satu perempuan ditangkap dan dipenjara di Aceh, dengan tudingan penodaan agama. Menyusul juga di Sumatera Barat, dua orang (ayah dan anak) juga dipenjara karena kasus yang sama. 

Bukan hilang tapi ‘hijrah’

Seiring dengan berkembangnya keanggotan Gafatar, komunitas ini pun memutuskan untuk mencari tempat ‘hijrah’. “Mereka memilik Kalimantan Barat dan mengira di Kalbar mereka akan aman karena secara statistik angka kejahatan pada kaum beragama di sana paling rendah,” ujar Andreas. 

Lokasi yang dipilih adalah Kalimantan Barat. Mereka pun mendirikan pemukiman di sana. 

Anggota Gafatar yang berasal dari Pulau Jawa satu-persatu berangkat untuk ‘hijrah’ ke Mempawah, yang oleh media diberitakan mereka ‘menghilang’. “Itu bukan menghilang tapi atas kehendak sendiri,” kata Andreas. 

Apa alasan sesungguhnya di balik keputusan hijrah? “Karena mereka merasa dianiaya waktu di Jawa,” kata Andreas.  

Hingga pada Selasa, 19 Januari lalu, 10 rumah warga Gafatar di Desa Moton, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, dibakar massa.  

Pemerintah kemudian mengungsikan mereka secara masif menggunakan pesawat dan kapal laut. Pemerintah juga membentuk tim bersama Majelis Ulama Indonesia untuk mengembalikan pengikut Gafatar ke jalan yang ‘benar’.  

Atas rencana pemerintah ini, Andreas ragu anggota Gafatar akan ‘bertobat’ seperti keinginan pemerintah. “Ini masalah spiritual, tidak akan efektif,” katanya.—Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!