KJRI bantah Hong Kong akan cabut bebas visa bagi WNI

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KJRI bantah Hong Kong akan cabut bebas visa bagi WNI
Wacana pembatasan visa disebabkan banyaknya WNI yang tinggal di Hong Kong melebihi izin yang diberikan

JAKARTA, Indonesia — Pemerintah Indonesia mengklarifikasi wacana adanya pencabutan kebijakan bebas visa bagi WNI oleh pemerintah Hong Kong.

Menurut Konsul Imigrasi di KJRI Hong Kong, Andry Indrady, wacana pencabutan bebas visa itu bermula dari pemberitaan harian terbesar di Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), pada 2 Februari mengenai kebijakan tersebut.

SCMP mengutip pernyataan Direktur Jenderal Imigrasi Hong Kong, Eric Chan Kwok-ki, yang menyebut warga Indonesia dan India akan menghadapi pembatasan visa.

Konsul Andry mengaku setelah membaca laporan itu segera mengonfirmasi kepada imigrasi Hong Kong.

“Setelah saya klarifikasi ke pihak imigrasi Hong Kong, isi pemberitaan itu tidak benar. Tidak ada perubahan apa pun terkait perjanjian bebas visa antara Indonesia dengan Hong Kong yang sudah berlaku sejak tahun 1998 lalu,” kata Andry yang dihubungi Rappler melalui telepon pada Kamis, 4 Februari.

“Malah, kami akan melakukan kerjasama intensif untuk menurunkan jumlah WNI overstayer di Hong Kong.”

Ia tidak menampik jumlah WNI yang berstatus overstayer di Hong Kong cukup besar. Angkanya berkisar 5.000 hingga 7.000 orang. Belum lagi, sekitar 1.500 orang di antaranya merupakan pemegang recognition paper.

Recognition paper merupakan dokumen yang diberikan oleh pemerintah Hong Kong bagi warga asing yang takut kembali ke negara asal karena diancam oleh pihak tertentu, sehingga mereka mengajukan perlindungan atau suaka ke pemerintah Hong Kong.

Jika memegang dokumen tersebut, maka warga asing bisa tinggal sementara di Hong Kong hingga pengajuan suakanya diterima pemerintah dan bisa menjadi warga setempat, atau hingga Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menetapkan negara ketiga untuk menempatkan warga asing itu.

Hong Kong memang bukan termasuk wilayah yang menjadi penandatangan Konvensi PBB mengenai pengungsi. Tetapi, mereka ikut tanda tangan dalam Konvensi PBB melawan tindak penyiksaan. Oleh sebab itu, pemerintah Hong Kong tidak bisa menolak jika ada warga asing yang melaporkan diri menerima ancaman penyiksaan.

Tetapi, belum tentu mereka akan diberikan kewarganegaraan Hong Kong atau ditempatkan di negara ketiga.

“Total pemegang dokumen tersebut ada 11 ribu orang. Indonesia menduduki posisi keempat setelah Pakistan, Vietnam, dan India,” kata Andry yang menyebut di antara keempat negara itu yang memperoleh fasilitas bebas visa hanya India dan Indonesia.

Dia menduga adanya wacana pembatasan visa lantaran jumlah WNI yang overstayer semakin tinggi. Andry menjelaskan sebagai pemegang recognition paper, maka warga asing akan diberikan tunjangan uang makan senilai HK$ 1.500 atau setara Rp 2,7 juta per bulan dan HK$ 3.200 atau Rp 5,6 juta untuk biaya tempat tinggal.

Nominal itu sebetulnya tidak cukup untuk biaya hidup di Hong Kong. Oleh sebab itu, banyak pemegang recognition paper yang memilih bekerja secara tidak resmi di berbagai tempat. Padahal, jika telah diberikan dokumen itu, pemerintah Hong Kong melarang mereka bekerja karena statusnya yang sedang mencari suaka.

“Sayangnya, justru fasilitas itu menjadi faktor penarik banyaknya WNI yang ingin memperpanjang masa tinggalnya di Hong Kong. Padahal, izin tinggal dan kontrak kerjanya sudah habis,” kata Andry.

Ia menyebut hingga saat ini belum pernah ada pengajuan recognition paper yang diterima oleh pemerintah Hong Kong. Bahkan, setelah ditolak, warga asing tersebut akan dideportasi dan dicekal seumur hidup untuk masuk ke Hong Kong.

“Justru WNI lebih dirugikan jika memegang recognition document, selain 90 persen kemungkinannya ditolak pemerintah, mereka juga tidak akan lagi bisa menjejakkan kaki di Hong Kong,” kata Andry.

Oleh sebab itu, ia mendorong kepada WNI yang sudah habis izin tinggal dan kontrak kerjanya agar segera kembali ke Tanah Air. Bagi mereka yang ingin melanjutkan pekerjaannya di Hong Kong supaya mengurus perpanjangan kontrak.

Andry juga mengimbau agar WNI bekerja secara resmi di Hong Kong. Supaya jika terjadi masalah ketenagakerjaan, bisa lebih mudah dilindungi.

Kepada Imigrasi Hong Kong, KJRI juga memberi masukan agar sistem pemberian recognition paper diperbaiki. Jangan malah kebijakan bebas visa bagi WNI yang dicabut.

“Karena jika fasilitas bebas visa dicabut akan berdampak ke sektor ekonomi dan hubungan bilateral Indonesia dengan Hong Kong,” ujar Andry.

Belum lagi, WNI yang berkunjung ke Hong Kong untuk berwisata jumlahnya tergolong tinggi. Turis asal Indonesia masuk dalam 10 besar wisatawan yang melancong ke Hong Kong setiap tahun. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!