Kisah Rio Haryanto dari titik nol menuju Formula 1

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kisah Rio Haryanto dari titik nol menuju Formula 1

ANTARA FOTO

Tahun pertama Rio tidak identik dengan kesuksesan. Itu sudah terbukti di GP3 Series dan GP2 Series. Bagaimana dengan tahun pertamanya di Formula 1?

JAKARTA, Indonesia – Rio Haryanto akhirnya mewujudkan mimpinya untuk bisa tampil di Formula 1. Dia kini bakal satu arena dengan para pebalap top dunia seperti Lewis Hamilton, Sebastian Vettel, hingga Kimi Raikkonen.

Tapi, mimpi itu tidak terwujud dalam semalam. Pebalap 23 tahun itu mulai serius merintis karirnya hingga ke sirkus jet darat paling elit sejagat tersebut sejak berusia 13 tahun. Saat itu, sama seperti para pebalap F1 pada umumnya, nama Rio mulai menjadi perbincangan saat memenangi ajang balap gokar, Asian Karting Open Championship, pada 2006.

Dua tahun kemudian, dia mulai tampil di sejumlah balapan di bawah Formula 1. Balapan pertamanya adalah di ajang Formula Asia 2.0. Di tahun pertama, penghobi golf itu langsung meraih posisi ketiga hasil dari satu kemenangan dan tujuh podium. Performanya sangat mengesankan karena saat itu dia baru berusia 15 tahun!

Di musim selanjutnya, Rio mengikuti sejumlah ajang balap Formula dan sejumlah kejuaraan. Di antaranya Asian Formula Renault Challenge, Formula BMW Europe, dan Australian Drivers’ Championship.

Namun, prestasinya di ajang Formula BMW Pacific Championship adalah yang terbaik. Dia memenanginya setelah meraih 12 podium, termasuk 11 kemenangan dari 15 balapan.

Dari sejumlah ajang balapan Formula itulah, Rio memulai koneksinya dengan tim asal Inggris Manor Racing. Pada 2010, Rio memutuskan untuk hijrah ke level yang lebih jelas, GP3 Series, dengan bergabung ke tim tersebut.

GP3 adalah ajang balapan sebagai penyuplai pebalap ke level yang lebih atas, GP2 Series. Sementara, GP2 adalah balapan tepat di bawah Formula 1.

Banyak lulusan GP2 yang akhirnya promosi. Salah satu di antaranya adalah juara musim lalu Lewis Hamilton, Romain Grosjean (Renault), Nico Hulkenberg (McLaren), dan Marcus Ericsson (Caterham).

Di GP3, para pebalap mulai mendapatkan pengalaman layaknya pebalap F1. Sirkuit yang dijadikan balapan adalah sirkuit standar F1. Bahkan, marshal, infrastruktur, dan fasilitas medis sudah sesuai standar profesional.

Di tahun pertamanya di GP3 Series itu, Rio langsung membawa perubahan positif di timnya. Dia mengakhiri kejuaraan dengan finis di posisi kelima. Posisi terbaik dari semua pebalap Manor yang tampil. Prestasi tersebut membuat dia diberi kehormatan untuk menjajal mobil Formula 1 milik Marussia Virgin Racing di Abu Dhabi.

Sayangnya, test drive tersebut tidak berjalan sukses. Rio mengalami problem pada girbok. Dia harus puas menyelesaikan balapan di posisi paling buncit.

Dua tahun di GP3 Series tidak terlalu mengesankan bagi Rio. Namun, dia mampu menjaga posisinya di papan tengah. Meski tidak terlalu menonjol di GP3 Series, pada 2012 dia tetap memutuskan untuk naik kelas ke GP2 Series.

Keputusan itu diambil untuk semakin mendekatkannya pada Formula 1.

Sukses setelah empat tahun yang berat 

Balapan yang pertama digelar pada 2005 itu memiliki standar yang hampir sama dengan F1. Kecepatan mobil tidak jauh berbeda. Sirkuit yang dipakai adalah sirkuit yang sama. Bahkan, di ajang itu, kalender langsung mengikuti agenda balapan F1.

Dua balapan (sprint race dan feature race) juga digelar sebelum dan sesudah balapan F1. Bahkan, sistem poin feature race mengadopsi langsung kasta tertinggi balapan mobil tersebut.

Selain itu, semua kompetitor di GP2 Series memakai sasis yang sama. Alhasil, kompetisi sangat ketat. Para juara dari berbagai cabang balap lain turut berpartisipasi di GP2 Series, seperti dari Formula Renault 3.5, GP3 Series, atau Formula 3.

Bahkan, mulai 2015 mobil GP2 Series dilengkapi perangkat Drag Reduction System (DRS) yang juga digunakan di F1. Alat tersebut bisa membantu mobil meluncur 15 km per jam lebih kencang.

Namun, tahun pertama tidak berlangsung mulus bagi anak pasangan Sinyo Haryanto dan Indah Pennywati tersebut. Bersama tim Carlin, dia tidak mencapai podium sama sekali. Dia pun hanya mampu menyelesaikan musim di posisi ke-14.

Tapi, para pengamat mulai melihat bakat terbesar Rio: raja hujan. Mereka melihatnya setelah dia mampu menjadi yang tercepat saat hujan turun di Sirkuit Spa Francorchamps, Belgia.

Tak sukses bersama Carlin, Rio hengkang ke tim Barwa Addax pada 2013 kemudian EQ8 Caterham Team pada 2014. Dua musim itu Rio tak banyak menorehkan catatan hebat. Dia hanya meraih dua podium dan tak bisa keluar dari posisi ke-15 di akhir musim.

Pada 2015 alias tahun keempatnya di GP2, Rio mulai mendapatkan titik terang. Jika keluhan di tahun-tahun sebelumnya adalah pada kendaraan dan tim yang tidak terlalu mendukung, kali ini tim Campos benar-benar memperlakukan Rio dengan baik.

Kendaraan Rio kompetitif. Staf dan tim juga lebih kooperatif. Hasilnya, Rio meraih lima podium. Tiga di antaranya dia berada di posisi puncak. Yakni saat balapan digelar di Sirkuit Bahrain, Bahrain; Sirkuit Red Bull Ring, Austria; dan Sirkuit Silverstone Inggris.

Padahal, sirkuit-sirkuit tersebut—terutama Sirkuit Silverstone—memiliki tingkat kesulitan tinggi. Model sirkuitnya lambat dengan banyak tikungan. Hanya pebalap dengan skill tinggi yang bisa menjuarainya.

Sepanjang musim, Rio sempat menguasai posisi ketiga klasemen sementara. Persaingan ketat dengan pebalap Rusia Sergey Sirotkin membuat dia harus puas berada di posisi keempat dengan selisih hanya satu angka. Sirotkin meraup 139 sedangkan Rio 138.

Dengan prestasi tersebut, tak ada momen yang lebih baik bagi Rio untuk promosi ke F1. Apalagi, Rio berhasil membuktikan bahwa jika dia dibekali kendaraan yang kompetitif, dia mampu bersaing di tiga besar.

Bersama Manor Racing, Rio akan mendapatkan mesin Mercedes. Pada dua musim sebelumnya, mereka menggunakan mesin Ferrari. Mercedes jelas memiliki mesin yang sangat kompetitif. Apalagi setelah balapan mengubah regulasi mesin menjadi V6 turbo hybrid.

Juara dua musim berturut-turut, Lewis Hamilton, juga menggunakan penyuplai mesin yang sama.

Mesin yang sama juga mengantarkan Lotus bertempur di papan tengah. Sebelumnya, mereka menggunakan mesin Renault.

Tak hanya sokongan mesin yang membuat Manor bakal lebih kompetitif. Tapi juga kehadiran beberapa personil anyar. Tahun ini mereka akan diperkuat Direktur Teknis Mercedes Bob Bell dan duo eks Ferrari Pat Fry dan Nikolas Tombazis. Kehadiran punggawa anyar itu menunjukkan bahwa Manor memiliki ambisi.

“Manor akan membuat langkah besar. Tidak hanya karena mesin yang baru. Tapi juga sekelompok orang yang datang bersama-sama. Mereka adalah individu yang sangat mengesankan,” kata bos Mercedes Toto Wolff seperti dikutip GP Update.

“Saya rasa mereka akan menjadi penantang papan tengah yang kuat,” imbuhnya.

Kini, dengan sokongan mesin mumpuni dan doa rakyat Indonesia, sejauh mana Rio akan bersaing?—Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!