Pesantren waria di Yogyakarta ditutup sementara

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pesantren waria di Yogyakarta ditutup sementara
Santri pondok pesantren waria Al-Fatah mengaku tak diakomodasi keinginan mereka

JAKARTA, Indonesia — Kegiatan di pondok pesantren khusus waria Al-Fatah dihentikan sementara, pada Rabu malam, 24 Februari.

Penutupan terjadi setelah pertemuan antara pengelola ponpes dengan Front Jihad Islam Yogyakarta pada Rabu malam sekitar pukul 20:00 WIB.

Anggi Rosangge, salah satu waria yang turut hadir dalam pertemuan selama dua jam di aula kantor lurah Jagalan, Yogyakarta, tersebut.

Pertemuan tersebut disaksikan oleh ketua RT, lurah, hingga Komandan Rayon Militer setempat.

Pertemuan kali ini merupakan tindak lanjut dari aksi FJI sebelumnya yang mendatangi ponpes pada Jumat, 19 Februari. Saat itu, FJI menyerahkan surat kepada otoritas setempat terkait keberatan mereka atas aktivitas santri waria yang sedang belajar agama Islam.

Dalam pertemuan pada Jumat pekan lalu, hadir lima orang perwakilan dari ponpes, belasan anggota FJI, Camat Banguntapan, Kepala Pedukuhan Celenan, hingga Kapolsek.

Camat Banguntapan memberi kata sambutan dalam pertemuan tersebut, sebelum perwakilan ponpes bernama Shinta menjelaskan tentang kegiatan ponpes Al-Fatah. Pihak FJI kemudian menanggapi dengan meminta penutupan ponpes.

“Pimpinan FJI menyampaikan pernyataan yang berapi-api, menyulut kebencian terhadap LGBT, dan disambut teriakan Allahu Akbar, Allahu Akbar,” kata Anggi, Kamis, 25 Februari. 

Anggota FJI, menurut Anggi, berikrar pada pertemuan tersebut, bahwa setelah ponpes ditutup pun mereka akan tetap memburu kemana pun komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) beraktivitas. 

Kapolsek kemudian mempersilakan FJI untuk meninggalkan pertemuan. Acara dilanjutkan dengan musyawarah.

“Intinya seluruh komponen masyarakat menyampaikan keberatan atas keberadaan ponpes waria Al-Fatah dan pihak ponpes sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan,” kata Anggi. 

“Aku waria yang hadir di sana pun tidak ditanya ditanya apa mauku,” ungkapnya. 

Pertemuan kemudian diakhiri dengan kesepakatan bahwa ponpes waria tersebut harus segara ditutup. 

Puncaknya adalah penutupan ponpes pada Rabu, 24 Februari.

Pasca penutupan ponpes ini, para waria yang menjadi santri di ponpes belum menentukan nasib mereka. Anggi juga enggan berkomentar lebih jauh.

Ponpes mendapat dana dari DinasSsosial 

Terlepas dari pro dan kontra, salah seorang santri bernama Ys Al Bukhori mengatakan bahwa ponpes Al-Fatah pernah mendapat dana dari Dinas Sosial setempat pada 2014.  

“Pada saat itu, kami mengadakan program keterampilan memasak, pijat, pesan, dan potong rambut untuk santri pesantren selama satu bulan,” kata Al Bukhori. 

Setelah pelatihan tersebut, para santri mendapat alat-alat yang menunjang ketrampilan mereka. 

Dana tersebut dialirkan oleh Dinas Sosial pada komunitas waria setiap tahunnya. Namun pada 2015, dana itu dikelola oleh institusi yang berbeda, bukan lagi ponpes waria.  

Berharap dukungan keraton 

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta masyarakat Yogyakarta untuk tak terpancing dengan kontroversi LGBT. Menurut Sultan, semua pihak mestinya bisa saling menjaga dan menghormati. 

Sultan mengatakan, baik yang pro maupun anti LGBT ,mestinya bisa saling menjaga perasaan. Selain itu, diperlukan upaya membangun komunikasi di antara keduanya agar tak terjadi pertentangan yang memicu perpecahan.

“Yang proporsional saja karena mereka sama-sama anak bangsa, sehingga bisa menjaga rasa rumangsa,” kata Sultan seperti dikutip Harian Jogja.

Sultan menuturkan meskipun dianggap menyimpang, kalangan LGBT sebaiknya menjaga diri untuk tidak mencolok dan tidak arogan. Sebaliknya, mereka yang menentang juga mesti bisa menghargai kaum LGBT dan pendukungnya.

“Kita kan sama-sama bangsa sendiri, ya semua itu mbok isa menjaga diri,” ujar Sultan. 

Sementara terkait perlindungan bagi kaum LGBT, Sultan mengatakan pihaknya perlu menelaah lebih jauh sebenarnya permasalahan apa yang ada di balik penyimpangan orientasi seksual dan isunya yang belakangan merebak.

Dari situ nantinya pemerintah daerah bisa mengambil langkah yang bijak untuk menyikapi fenomena sosial ini.

Atas pertanyaan Sultan ini, komunitas waria mengaku bisa bernapas lega. “Kami berharap dukungan dari pihak keraton,” kata Al Bukhori.—Rappler.com 

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!