Dua guru JIS kembali dipenjara 11 tahun

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dua guru JIS kembali dipenjara 11 tahun

EPA

PN Jakarta Selatan sebelumnya memvonis Ferdinand dan Bantleman hukuman penjara selama 10 tahun, namun Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan keduanya

JAKARTA, Indonesia — (UPDATED) Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum dan memvonis dua guru Jakarta Intercultural School (JIS) yang menjadi terdakwa kasus pelecehan seksual murid sekolah internasional tersebut selama 11 tahun penjara.

Majelis hakim hari ini, Kamis, 24 Februari 2016, menilai guru asal Kanada, Neil Bantleman, dan staf administrasi asal Indonesia, Ferdinand Tjiong, terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya. 

“MA menilai kedua terdakwa terbukti (melakukan pelecehan seksual) dan memvonis 11 tahun,” kata anggota Majelis Hakim Kasasi Suhadi di Jakarta, pada Kamis.

Menurut Suhadi, majelis kasasi menilai pertimbangan hukum majelis hakim tingkat pertama (Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) sudah tepat.

PN Jakarta Selatan sebelumnya memvonis Ferdinand dan Bantleman hukuman penjara selama 10 tahun, namun Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan keduanya.

Atas putusan banding tersebut, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke MA dan akhirnya majelis kasasi menambah hukumannya menjadi 11 tahun penjara.

Vonis MA 11 tahun ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta keduanya dihukum 12 tahun penjara.

Kasus pelecehan seksual terhadap murid JIS ini berawal laporan orangtua murid tahun lalu.

Ia melaporkan pelecehan seksual terhadap anaknya, murid TK yang berusia 6 tahun, yang dilakukan oleh petugas kebersihan di JIS.

Setelah polisi melakukan pengembangan, kasus ini juga melibatkan kedua pengajar tersebut.

Pemerintah AS kecewa

Keputusan Mahkamah Agung itu membuat Pemerintah Amerika Serikat terkejut dan kecewa. Melalui Kedutaan Besar AS di Jakarta, pemerintah menyebut berdasarkan hasil persidangan di Pengadilan Tinggi yang digelar Agustus 2015, tidak ada bukti yang cukup untuk mendakwa kedua guru itu. 

“Tidak jelas bukti apa yang dimiliki oleh Mahkamah Agung untuk membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi. Masyarakat internasional akan terus memantau dari dekat kasus ini,” tulis Kedutaan AS di Jakarta melalui keterangan tertulis pada Kamis, 25 Februari. 

Mereka mengatakan hasil dari proses hukum di Indonesia melalui kasus ini akan mempengaruhi pandangan publik internasional mengenai penegakan hukum di Indonesia. Berdasarkan informasi dari situs resmi JIS, sekolah itu kali pertama didirikan oleh sekelompok ekspatriat yang bertugas di Jakarta pada tahun 1951. 

Saat itu mereka bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia. Saat itu, Indonesia baru saja merdeka dan mulai menerima perwakilan negara lain. Para pekerja PBB itu sepakat untuk mendirikan sekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak mereka. 

Sekolah itu kemudian diberi nama Joint Embassy School pada tahun 1969 karena diisi oleh anak-anak dari ekspatriat yang berasal dari Inggris, Amerika Serikat, Australia dan Yugoslavia.

Berdampak serius terhadap hubungan Kanada-RI

Pemerintah Kanada akhirnya mengeluarkan pernyataan. Melalui  melalui Menteri Luar Negeri Stephane Dion, Kanada mengaku terkejut dan kecewa atas vonis 11 tahun tersebut.

“Kami sangat kecewa dan terkejut karena Mahkamah Agung Indonesia menjatuhkan vonis atas Neil Bantleman dan rekannya, Ferdi Tjiong, tidak berdasarkan bukti yang cukup,” kata Dion dalam laman resmi pemerintah Kanada.

Menurut Dion, putusan hukuman itu tidak adil mengingat banyaknya penyimpangan dalam proses pengusutan perkara hingga peradilan di mana semua bukti yang diajukan tim kuasa hukum Neil ditolak.

“Neil tidak diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Meskipun pemerintah Kanada telah meminta agar proses hukum diulang, kasus ini tetap tidak ditangani secara adil dan transparan,” ujarnya.

Ia juga mengatakan putusan peradilan Indonesia ini berdampak serius terhadap sejarah panjang hubungan kerja sama Kanada-Indonesia, khususnya terhadap reputasi Indonesia sebagai negara yang aman untuk bekerja, berwisata, dan berinvestasi.

“Kami akan terus memberikan bantuan konsuler kepada Neil,” ujar dia.

 —Laporan Antara/Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!