Kominfo agendakan pertemuan dengan pemilik situs ‘berkonten’ LGBT

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kominfo agendakan pertemuan dengan pemilik situs ‘berkonten’ LGBT
Apakah Kominfo berniat memblokir empat situs tersebut?

JAKARTA, Indonesia—Usai rapat dengar pendapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Komunikasi dan Informasi mengagendakan pertemuan dengan empat pemilik situs yang dianggap memuat konten lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Pertemuan tersebut diatur diam-diam tanpa sepengetahuan media. 

Berdasarkan hasil penelusuran Rappler, keempat website itu adalah Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC), Suara Kita, Arus Pelangi, dan Melela. 

Ferena Debineva, Founder dan Chairperson SGRC, mengatakan awalnya klub studinya mendapat email dari pegawai Kominfo berinisial NI pada 3 Maret. NI meminta kontak SGRC yang bisa dihubungi oleh Kominfo. 

SGRC kemudian meminta pegawai Kominfo untuk menghubungi Ferena sebagai salah satu pendiri studi klub tersebut. Tapi pegawai meminta kontak kantor SGRC. Padahal studi klub itu tidak punya badan hukum atau kantor, hanya kelompok studi.  

Pada 5 Maret, SGRC meminta surat resmi dari Kominfo terkait pertemuan tersebut. Namun hingga hari ini surat tersebut belum pernah dilampirkan.  

Ferena mempertanyakan pemanggilan atau rencana pertemuan tersebut. “Kenapa ada pemanggilan untuk pertemuan dengan Kominfo? Website kami bukan website yang pro atau kontra LGBT, melainkan website kegiatan SGRC, ringkasan jurnal, serta republikasi tulisan anggota yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran SGRC sendiri,” katanya pada Rappler, Selasa, 8 Maret. 

Alih-alih mendapatkan jawaban atas permintaan pertemuan tersebut, pegawai Kominfo mengatakan mereka merujuk pada surat Komisi Perlindungan Anak Indonesia tentang hal ini. 

“Kami mendapatkan surat dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, atas hal tersebut kiranya bisa bertemu. Atau kami undang resmi untuk pertemuan,” ujarnya sang pegawai dalam surat elektronik tersebut. 

Sepanjang balas-membalas surat tersebut, tak ada penjelasan yang terang dari Kominfo tentang isi pertemuan. “Setelah kamu temui, kami sampaikan halnya, jadi kami ingin ketemu dulu,” ujar surat tersebut. 

Hal yang sama juga dialami oleh Arus Pelangi. Organisasi yang kerap menyuarakan perlindungan hak-hak kaum LGBT ini dihubungi oleh Fajar Maulana Putra dan diteruskan pada NI.

Menurut Ketua Organisasi Arus Pelangi Yuli Rustinawati, ia diminta kontak lembaga yang bisa dihubungi. “Minta data, nama dan alamat begitu. Tapi enggak ada surat resmi,” ujarnya. Yuli pun memberikan nomor ponselnya pada pegawai tersebut.  

Selanjutnya pihak yang mengaku dari Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo itu pun meminta untuk segera bertemu. 

Yuli menjawab mereka siap bertemu kapan saja, walaupun belum jelas agenda yang dimaksud.  

“Karena kami sepakat, ini bukan persoalan Arus Pelangi saja. Kami 4 website ini baru yang pertama. Ini adalah masalah semua organisasi yang websitenya menyuarakan hak-hak LGBT. Hubungannya dengan kebebasan berekspresi,” katanya. 

Yuli sepakat dengan pertemuan itu. 

Akankah Kominfo memblokir 4 situs tersebut? 

Kepala Hubungan Masyarakat Kominfo Ismail Cawidu kepada Rappler mengatakan belum mengetahui rencana pertemuan tersebut. “Saya malah belum tahu. Mungkin itu agenda Dirjen Aplikasi Informatika,” katanya. 

Sementara itu, Fajar, pegawai Kominfo yang mengirim email tersebut berhasil dihubungi Rappler. Dan menurut Fajar, agenda pertemuan belum tersusun rapi. Ia dan rekan-rekannya masih mengumpulkan data. 

“Pertemuan diagendakan. Tapi kami masih mengumpulkan data,” katanya. 

“Jangan blokir situs LGBT” 

Sementara itu, belasan lembaga masyarakat yang menamakan dirinya Forum Pengawas Blokir Internet menyatakan menolak segala bentuk upaya pemblokiran situs komunitas LGBT. Mereka menilai pemblokiran tersebut ilegal. 

Mereka yang tergabung dalam Forum adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), LBH Pers, SAFENET, KontraS, Indonesia AIDS Coalition (IAC), LBH Masyarakat, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Empowerment and Justice Action (EJA).

Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Indonesia Legal Roundtable (ILR), Mappi FH UI, Kapal Perempuan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Solidaritas Perempuan, Asosiasi LBH APIK Indonesia, dan Imparsial juga ikut menolak.

Protes keras dari 17 organisasi ini sebagai tanggapan atas permintaan Komisi I DPR RI kepada Kominfo untuk melakukan tindakan blokir terhadap situs-situs internet yang dikelola komunitas atau organisasi LGBT. 

“Kami mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 28 J UUD 1945 dan juga Pasal 19 ayat (3) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, segala pembatasan hak asasi manusia harus dinyatakan dengan tegas dalam sebuah undang-undang,” tulis Forum Pengawas Blokir Internet dalam keterangan persnya. 

“Kami mendesak pemerintah menghentikan seluruh upaya pemblokiran terhadap situs internet sebelum ada kejelasan mengenai pelanggaran hukum apa yang dilakukan oleh para pengelola situs. Kami menekankan agar tindakan pemblokiran harus terkait dengan upaya penegakan hukum, utamanya penegakan hukum pidana,” demikian tulis pernyataan tersebut. 

Bersamaan dengan pernyataan ini, empat situs di atas telah diagendakan untuk bertemu dengan jajaran Kominfo. Akankah mereka akan menjadi situs bermuatan LGBT yang diblokir pertama kali oleh pemerintah? — Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!