Bekas tahanan politik Pulau Buru terima penghargaan HAM dari UGM

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Bekas tahanan politik Pulau Buru terima penghargaan HAM dari UGM
Piagam yang ia terima juga sebagai pertanda ada upaya untuk melawan lupa atas tragedi pembantaian massal tahun 1965.

 

JAKARTA, Indonesia — Universitas Gadjah Mada memberikan penghargaan pada  mantan tahanan politik (tapol) Hersri Setiawan sebagai “Inspirasi Perjuangan HAM bagi Generasi Muda”.

Penghargaan diberikan bersamaan dengan bedah buku Memoar Pulau Buru yang ia tulis sendiri. 

Penghargaan tersebut diserahkan langsung pada Hesri oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM Erwan Purwanto, disaksikan Ketua Youth Studies Centre (YOUSURE) Fisip UGM Najib Azca dan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, Jumat, 11 Maret. 

Usai menerima penghargaan, Hesri mengatakan bahwa ia bukan hanya berterimakasih atas piagam yang diterima, tapi juga penerimaan keluarga kampus Fisipol UGM atas dirinya, bekas tapol. 

Siang ini adalah hari yang penting untuk saya, yaitu ‘pulang’ ke ‘rumah’ besar almamater bernama Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, sesudah 51 tahun ‘si anak hilang’ telah ditemukan oleh ‘ibu’nya,” katanya. 

“Lima puluh satu tahun sungguh waktu yang panjang dalam sejarah. Dan waktu itu masih bisa lebih panjang lagi jika kita tidak berbuat sesuatu. Jika kita tidak berani mengambil tindakan memutus rantai kebisuan,” ujarnya. 

Piagam yang ia terima, katanya, juga sebagai pertanda ada upaya untuk melawan lupa atas tragedi pembantaian massal tahun 1965. 

“Dengan memberi penghargaan terhadap karya-karya saya dan artinya, beliau menyediakan ruang kebebasan untuk para cendekia dan kaum muda untuk mengenal dan menelaahnya. Karena selama lima puluh tahun kita telah menjadi bagian dari sistem politik  yang memaksakan tentang apa yang harus diingat dan apa yang harus dilupakan,” ujarnya. 

“Sehingga kita kehilangan kesadaran dan ingatan masa lalu yang sangat penting untuk menata kembali kehidupan masa kini dan masa depan,” ujarnya lagi. 

Ia juga menyerahkan penghargaan ini pada semua korban treagedi 1965, terutama mereka yang tinggal di Pulau Buru bersamanya saat ini. 

Catatan melawan lupa Hesri di Pulau Buru 

Buku Memoar Pulau Buru merupakan catatan-catatan pribadi Hersri Setiawan tentang kehidupannya sebagai tahanan politik Orde Baru. Buku ini mencoba untuk mengungkap sejarah tentang manusia dan kemanusiaan. 

Melalui catatannya ini, Hersri berusaha mengumpulkan seluruh energi, ingatannya, sebagai upaya untuk menuliskan kembali pengalamannya diasingkan pemerintahan orde baru. 

Linda Christanty, sastrawan dan jurnalis, memberikan komentar pada buku ini.

Memoar ini amat berharga. Sebuah karya bermutu yang tidak hanya mengungkapkan pengalaman pribadi penulisnya, melainkan biografi orang-orang Indonesia yang dibuang ke Pulau Buru, kamp tahanan politik diharapkan keluar dalam keadaan hidup dari pulau itu,” tulis Linda. 

Siapa saja tapol yang dimaksud?

“Mereka terdiri dari pejuang kemerdekaan, sastrawan, seniman, intelektual, gelandangan, dan siapa saja.”

Memoar Hesri dianggap penting karena merekam situasi yang begitu kelam ketika etika kudeta militer Mayor Jenderal Soeharto mengakhiri pemerintahan Presiden Sukarno. 

“Memoar Pulau Buru adalah sebuah monumen kemanusiaan, yang membuat kita tergugah memperjuangkan martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan tanpa henti,” kata Linda lagi. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!