Survei: Transportasi umum Jakarta tak aman untuk wanita

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Survei: Transportasi umum Jakarta tak aman untuk wanita

EPA

Daftar kota dengan transportasi umum tak aman bagi wanita di dunia. Jakarta ada pada peringkat ke-5

JAKARTA, Indonesia – Perempuan selau menghadapi ancaman di manapun mereka berada. Baik di tempat ramai, gerbong kereta yang penuh, atau di jalan pulang menuju rumah. Tak terkecuali di Jakarta.

Lembaga Thomson Reuters Foundation, berkolaborasi dengan lembaga survei YouGov, merilis daftar peringkat kota dengan transportasi paling berbahaya untuk wanita, pada Kamis, 17 Maret.

Survei tersebut menempatkan Jakarta di peringkat lima di dunia sebagai kota yang memiliki transportasi tak aman untuk wanita.

Kedua lembaga tersebut mengambil sampel 6.550 wanita dari 16 kota di dunia, dan meminta mereka melakukan penilaian dari 5 aspek, yakni:

  1. Seberapa aman mereka saat berjalan di malam hari
  2. Resiko pelecehan verbal dan fisik
  3. Inisiatif orang di sekitar untuk membantu mereka saat mengalami pelecehan
  4. Kepercayaan tindak lanjut dari aparat pemerintah terhadap laporan pelecehan atau kekerasan
  5. Ketersediaan transportasi publik yang aman

Jakarta masuk dalam 5 besar kota dengan transportasi tak aman di dunia, dan menduduki peringkat dua dalam lingkup Asia.

Kisah-kisah tak mengenakkan yang dialami penduduk perempuan ibu kota saat menaiki transportasi umum bisa membuat bulu kuduk berdiri.

Perampasan hingga perlakuan tak senonoh

Angelina Enny, seorang akuntan yang sehari-hari bepergian menggunakan angkutan umum, sudah beberapa kali mengalami kejadian tak mengenakkan.

“Dari kriminal sampai pelecehan, saya pernah mengalaminya,” kata Angelina kepada Rappler, Senin, 21 Maret.

Kejadian tersebut bahkan berlangsung di siang hari, saat keadaan ramai. Pada waktu itu, Enny bersama seorang teman wanitanya tengah menaiki Kopami 02 jurusan Senen-Kalideres. Ia duduk di bangku paling belakang. Temannya mengenakan kalung emas putih.

Di tengah perjalanan, seorang pria yang berdiri di depan mereka tiba-tiba menarik kalung kawannya hingga terputus. Kejadian itu menimbulkan luka berdarah di leher hingga temannya mengaduh kesakitan. Namun, ia masih cekatan mempertahankan liontin kalungnya yang terjatuh.

“Cowok itu ngancem, supaya teman saya memberikan sisa kalung. Tapi saya larang. Langsung cowok itu mengancam akan membunuh saya,” tutur wanita berusia akhir dua puluh tahunan ini. Namun, ia tak ciut dan balik melabrak penjambret itu.

Hingga jambret itu turun dari angkutan, tak ada seorangpun yang bergerak untuk membantu Enny dan kawannya. Bahkan, kondektur bus yang berdiri dekat mereka berdua pun pura-pura tak mengetahui kejadian yang berlangsung di depan matanya.

Tindakan tak senonoh lain dialaminya saat menaiki kereta dari Stasiun Tebet menuju Stasiun Universitas Indonesia. Enny dan teman-temannya berada dalam perjalanan pulang dari tempat kerja sekitar pukul 17:00-18.00 WIB ketika kondisi kereta penuh sesak. Ia tiba-tiba merasa ada seorang pria yang sengaja mendekatkan diri dan menggosokkan alat kelamin ke bagian tubuhnya.

“Pernah juga ada yang masturbasi langsung, buka celana dan digesek ke lengan kami. Langsung sama temanku dipukul penisnya,” kata Enny.

Tetap saja tak ada seorang pun yang tergerak untuk menolong atau menindak pelaku pelecehan ini. Ia mengakui, orang-orang cenderung cuek dan abai, meski kejadian-kejadian ini berlangsung di depan mata mereka hingga perempuan harus melindungi diri mereka sendiri.

Menutup kesempatan dan akses hak wanita

Tiga kota besar di Amerika Latin — yakni Bogota, Colombia; Mexico City, Meksiko; dan Lima, Peru — menduduki peringkat teratas.

Rata-rata, 60 persen responden survei pernah mengalami pelecehan fisik saat bepergian.

Peringkat 16 kota dengan transportasi umum paling berbahaya untuk wanita.

Menurut Mary Crass, Kepala Bidang Kebijakan Forum Transportasi Internasional Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), fakta ini harus cepat mendapat tindak lanjut.

“Tanpa akses transportasi yang aman, kesempatan perempuan untuk bekerja di area perkotaan akan lebih kecil. Hal ini berdampak luar biasa bagi kehidupan mereka,” kata Crass seperti dikutip dari situs resmi Forum Ekonomi Dunia (WEF).

Situs PBB untuk Perempuan menyebutkan ancaman kekerasan membatasi pergerakan kaum hawa. Mereka kurang bebas untuk berpartisipasi di sekolah, tempat kerja, ataupun kegiatan publik.

“Mereka kesulitan mendapat akses atas hak-hak mereka. Hal ini berdampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan,” demikian dikutip dari situs resmi UN Women.

Antisipasi pemerintah kota

Beberapa kota sudah menyadari ancaman terhadap warga perempuan, dan mencari solusi untuk menjamin keselamatan mereka.

Salah satunya, kota New York — menduduki peringkat pertama sebaai kota teraman — menyediakan jaringan kamera pengawas di jalan dan jalur kendaraan umum. Mereka juga menempatkan polisi dan posko pertolongan yang mudah dilihat dan dihubungi.

Tokyo, kota kedua teraman, sejak 2000 telah memperkenalkan rangkaian kereta khusus wanita. Rangkaian ini ditandai dengan kode warna pink, dan menempatkan apparat polisi di gerbong-gerbong serta jalur transit untuk memastikan keselamatan warga perempuannya.

Kota-kota lain pun mulai mengikuti jejak Jepang. Jakarta termasuk salah satunya.

Jakarta mulai memberlakukan gerbong khusus wanita pada moda transportasi kereta Commuter Line sejak Agustus 2010 lalu. Demikian pula bus TransJakarta yang setahun kemudian menerapkan ruangan khusus penumpang wanita di armadanya.

Apakah kamu, para wanita, merasa aman bepergian menggunakan transportasi umum di Jakarta?—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!