Indonesia

Road to Final Arema Cronus: Mulai menuai buah revolusi Milo

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ekspektasi juara membuat Arema Cronus justru jauh dari gelar. Mereka memperlakukan Piala Bhayangkara berbeda. Bagiamana hasilnya?

This compilation was migrated from our archives

Visit the archived version to read the full article.

JAKARTA, Indonesia – Arema Cronus memasuki Piala Bhayangkara dengan kegagalan di dua turnamen besar: Piala Jenderal Sudirman dan Piala Gubernur Kaltim. Di dua ajang tersebut, pasukan Singo Edan hanya mampu tampil di semifinal.

Padahal, di dua turnamen itu mereka menarget cukup tinggi: Juara turnamen. Para pemain impor direkrut. Tak tanggung-tanggung, trio Spanyol didatangkan ke Stadion Kanjuruhan. Mereka adalah Toni Espinosa Mossi, Kiko Insa, dan Esteban Vizcarra.

Ternyata, rekrutmen besar-besaran itu tak mendatangkan hasil. Tak ada gelar juara yang bisa dibawa ke Malang. Satu-satunya pelipur lara hanya mempertahankan Bali Island Cup setelah mengalahkan Persib Bandung di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, dengan gol tunggal Srdan Lopicic.

Dengan kegagalan tersebut, tampaknya sejumlah pengurus mengetahui ada yang salah dari tim. Salah satunya, beban ekspektasi yang terlalu tinggi. Karena itu, di Piala Bhayangkara target juara ditepikan dulu.

“Target juara hanya memberi beban berat bagi pemain. Yang penting, permainan tim berkembang. Itu saja,” kata General Manager Arema, Ruddy Widodo.

Manajemen dari awal tidak mematok target apapun di turnamen ini. Pelatih pun demikian. Fokus mereka adalah persiapan menuju kompetisi Indonesia Soccer Championsip (ISC).

Pemain Arema, Hendro Siswanto, mengakui selama ini memang bermain tanpa beban.

“Pemain memang ketika bermain merasa nyaman dan tanpa tekanan, itu kunci permainan kami,” kata Hendro.

Perubahan Milo baru terasa di di Piala Bhayangkara

Hamka Hamzah berebut bola dengan pesepakbola Persija Jakarta, Benny Wahyudi (kedua kiri) dalam pertandingan Grup B Piala Bhayangkara, 25 Maret 2016. Arema menang 1-0. Foto oleh Nyoman Budhiana/Antara     

Kegagalan Arema di Piala Jenderal Sudirman berbuntut pada penggantian pelatih. Juru taktik asal Bosnia, Milomir Seslija, datang menggantikan Joko “Getuk” Susilo.

Kehadiran pelatih yang akrab dipanggil Milo itu langsung berdampak luas bagi line up tim. Sembilan pemain dicoret. Mereka adalah Suroso, Hermawan, Gilang Ginarsa, M. Kamri, Okky Derry, Nanda Bagus, Toni Mossi, I Gede Sukadana, dan Kiko Insa. Dua nama terakhir kompak pindah ke Bali United.

Kiko Insa sejatinya adalah bek tangguh. Namun, dia kerap terlalu agresif. Beberapa kali Milo sampai harus mengingatkannya untuk menjaga daerahnya.

Tapi, pelatih pada akhirnya tak sabar dengan perangainya. Apalagi, Kiko juga kerap berseteru dengan wasit.

“Padahal, yang seharusnya melakukan itu kan kapten tim,” kata salah seorang pengurus Arema.

Namun, revolusi Milo belum membuahkan hasil di turnamen pertamanya: Piala Gubernur Kaltim. Mereka kembali mentok di semifinal. Kutukan semifinal akhirnya raib di Piala Bhayangkara. Arema lolos ke final setelah mengalahkan Sriwijaya FC 1-0.

“Dua bulan yang lalu saya dianggap tak akan lama di Arema. Tapi kini pendukung Arema bisa senang karena timnya bisa ke final. Hasil ini bisa menjawab keraguan selama ini,” ucap Milo. 

Terlalu banyak seri di fase grup

Pesepakbola Persipura, Dominggus Fakdawer (kanan), berebut bola dengan Antoni Putro Nugroho dalam pertandingan Grup B Piala Bhayangkara, 21 Maret 2016. Arema imbang melawan Persipura. Foto oleh Wira Suryantala/Antara 

Lolosnya Arema Cronus ke final Piala Bhayangkara memang sudah diprediksi. Mereka mengawali turnamen dengan kemenangan atas tuan rumah. Bali United jadi korban pertama yang dikalahkan dengan skor 1-2.

Namun pada laga kedua, Arema tertahan 0-0 oleh PS Polri. Banyak pihak melihat hasil itu disebabkan oleh kuatnya barisan pemain bertahan yang dimiliki PS Polri. 

Pada laga ketiga, Arema kemudian membuat langkahnya ke semifinal terbuka, setelah menaklukkan Persija 1-0. Mereka mulai menujukan permainan yang cukup impresif dan kreatif. 

Arema lalu mengakhiri fase grup dengan bermain imbang 0-0 lawan Persipura Jayapura. Hasil itu memang tidak meyakinkan untuk klub sekelas Arema. Namun, Arema tampaknya berusaha bermain aman.

Dengan kepastian lolos ke babak semifinal setelah Bali United mengalahkan PS Polri, mereka tak perlu terlalu ngotot demi menghemat tenaga di semifinal.

Arema lalu menjawab kritikan dengan membungkam Sriwijaya FC 1- 0 di babak semifinal. Keberhasilan Arema melaju ke final menjadi pertanda runtuhnya mitos Arema bahwa selalu gagal di semifinal. 

Esteban Vizcarra (tengah) berebut bola dengan Ahmad Bustomi (kanan) saat melakukan latihan di Lapangan Gelora Samudra Kuta, Bali, 17 Maret 2016. Foto oleh Fikri Yusuf/Antara 

Pelatih Milomir Seslija menganggap timnya memang pantas menjadi tim terbaik Indonesia. “Tim lain sudah tertekan. Kita sudah lama tak terkalahkan,” katanya.

Efek kehadiran Milo memang baru terasa di Piala Bhayangkara. Di tangannya, Arema menjadi tim yang sangat sulit dibobol. Dari lima laga, mereka hanya kebobolan satu gol. Tapi, produktivitas mereka juga seret. Hanya memasukkan tiga gol.

Namun, Milo beralasan pencapaian ini sudah cukup bagus karena lawan yang dihadapi oleh Singo Edan relatif lebih berat daripada rival-rival Persib Bandung di grup A. Pemain-pemain juga mulai menemukan chemistry.

Kondisi itulah yang membuat Milo yakin Arema bakal kompak dan siap menang di final. “Ini akan jadi pengalaman yang luar biasa untuk sepak bola Indonesia,” kata Milo.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!