Komnas HAM tolak rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Komnas HAM tolak rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran

ANTARA FOTO

'Proses rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran itu omong kosong,' kata Komnas HAM

 

JAKARTA, Indonesia — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) secara resmi menyatakan penolakan terhadap konsep rekonsiliasi kasus pelanggaran HAM berat tanpa pengungkapan kebenaran.

Alih-alih membicarakan rekonsiliasi, Komnas HAM meminta Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti laporan penyelidikan mereka yang sudah rampung sejak 2012 lalu. 

“Harus ada kejelasan dulu soal proses yudisial untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang sudah dimulai Komnas HAM, dan menuntut Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti,” ujar Wakil Ketua Komnas HAM, Dianto Bachriadi, dalam konferensi pers pada Senin, 4 April. 

“Rekonsiliasi macam apa? Dasar hukumnya apa? Formatnya bagaimana? Apa implikasi hukum dan politiknya? Apakah unsur pokok yang akan dihadirkan di situ? Apakah ada proses pengungkapan kebenaran? Bagaimana caranya? Siapa yang memfasilitasi?,” kata Dianto.

Dianto memastikan bukan Komnas HAM yang akan menjadi fasilitator.  

“Kalau ada yang mengatakan Komnas setuju (dan memfasilitasi) rekonsiliasi, itu klaim sepihak. Kami tidak pernah menyatakan itu dalam paripurna kami,” ujarnya. 

Selain sejumlah pertanyaan tersebut, Dianto mempertanyakan target penyelesaian kasus HAM berat oleh pemerintah setelah Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Politik Luhut Panjaitan mengatakan kasus itu akan diselesaikan Mei tahun ini. 

“Kalau pemerintah bilang mau bulan depan, masih banyak elemen belum jelas,” ujarnya pesimis. 

Komnas HAM khawatir jika konsep pemerintah belum matang, dan proses rekonsilasi tak memenuhi prinsip pengungkapan kebenaran.

“Proses rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran itu omong kosong,” ujarnya. 

Apa yang harus dilakukan pemerintah sebaiknya?

“Banyak hal sebenarnya yang bisa dilakukan, seperti mengkaji tentang rehabilitasi hak korban, hukumnya, dan sebagainya. Mengkaji tentang status tahanan politik agar dihapuskan dan dipulihkan nama baiknya,” katanya. 

Dan kerja-kerja itu hanya bisa dilakukan bukan dalam hitungan bulan, melainkan tahun. 

Proses Kasus HAM berat masa lalu dimulai dari penyelidikan oleh Komnas HAM, jika sudah lengkap maka akan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung untuk dilakukan penyidikan.

Komnas HAM sebelumnya juga telah membentuk tim ad hoc Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Penghilangan Orang Secara Paksa (PPOSP) periode 1997-1998 dan menyimpulkan dalam laporan setebal 301 halaman, Tim Mawar adalah yang paling bertanggungjawab atas peristiwa penculikan puluhan aktivis ini.

Tim Mawar merupakan sebuah tim yang dibentuk di bawah Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) berdasarkan perintah langsung dan tertulis dari Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus saat itu Mayjen TNI Prabowo Subianto.

Pada 2006, Komnas HAM juga telah menyerahkan laporan itu ke Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti laporan terseut. Namun, Kejagung menolak dengan dalih menunggu terbentuknya Pengadilan HAM ad hoc.

Hingga hari ini, Kejaksaan belum pernah melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM berat.

Belakangan, pemerintah menyatakan sedang menggodok opsi non yudisial dengan rekonsiliasi alias meminta maaf. Keluarga korban telah menyatakan penolakan terhadap rencana tersebut. 

Bahkan pada 11 April nanti, pemerintah lewat Dewan Pertimbangan Presiden menyatakan akan ada simposium antara pelaku kejahatan HAM berat dan keluarga korban serta penyintas. Lalu pemerintah akan memberi pernyataan tentang hal ini pada 2 Mei nanti. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!