Terungkap, hasil autopsi jenazah Siyono

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Terungkap, hasil autopsi jenazah Siyono
Hasil autopsi mengungkap Siyono meninggal karena kerusakan jaringan jantung. Berbeda dengan klaim dari kepolisian.

JAKARTA, Indonesia – Misteri kematian Siyono, terduga anggota jaringan teroris, mulai mencapai titik terang. Hasil autopsi jenazah pria 36 tahun menunjukkan penyebab kematian yang berbeda dengan versi kepolisian.

“Kematian Siyono akibat benda tumpul di rongga dada,” kata Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siane Indriani di kantornya pada Senin, 11 April 2016. Sebelumnya, visum Kepolisian RI menyatakan Siyono meninggal akibat pukulan benda tumpul di kepala.

Adapun pernyataan Komnas HAM ini berdasarkan autopsi independen yang mereka lakukan bersama dengan Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah, dan pelbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya. Proses pemeriksaan dilaksanakan Ahad pekan lalu oleh 9 dokter forensik dari Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), dan satu dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah.

Hasilnya, kata Siane, sebenarnya bersifat rahasia. “Tetapi kami sudah dapat izin dari keluarga dan dokter untuk membuka ke publik,” kata dia.

Dokter menemukan pada tubuh Siyono luka-luka entravital, atau yang terjadi dalam keadaan masih hidup. Luka bertebaran merata di sekujur tubuh, namun yang menyebabkan kematian adalah akibat pukulan benda tumpul di rongga dada.

“Ada patah di bagian tulang dada, yang mengakibatkan kerusakan jaringan jantung hingga berujung kematian,” kata Siane.

Berbeda dengan polisi

Sebelumnya, pihak kepolisian telah mengumumkan hasil visum jenazah Siyono. Dalam laporan tersebut, tertulis penyebab kematian terduga teroris asal Klaten ini adalah karena pendarahan kepala di bagian belakang.

Hasil autopsi independen sendiri membenarkan ada luka di bagian kepala. “Tetapi tak menyebabkan kematian,” kata Siane.

Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, mengatakan hasil autopsi mengatakan pukulan tak menyebabkan pendarahan di kepala. “Otaknya berbentuk bubur putih, bukan merah. Artinya, tak ada pendarahan,” kata dia.

Selain itu, dokter juga tak menemukan adanya luka yang bersifat defensif, seperti luka tangkisan. Menurut Dahnil, ini tak membuktikan klaim polisi kalau Siyono dihajar lantaran melakukan perlawanan dan mencoba kabur.

Lebih lanjut, pada bagian belakang tubuh Siyono, terdapat memar yang menekan tubuh dari luar ke dalam. “Jadi ada analisa kalau siksaan dilakukan dalam keadaan tubuh korban tengah bersandar,” kata Siane.

Gatot Soeharto, ketua tim dokter forensik, mengatakan pemeriksaan dilakukan tak hanya dari luar, tapi juga secara mikroskopis di laboratorium. Mereka mengambil sampel kulit, otot, tulang, dan tempurung kepala yang terluka. Beruntung, berkat kondisi tanah yang sejuk karena mengandung banyak air, kondisi mayat korban tak terlalu busuk meski sudah dikubur selama 21 hari.

Seluruh data ini akan dimanfaatkan Komnas HAM untuk mengajukan rekomendasi ke presiden. “Wewenang kami hanya sampai di sini,” kata Siane.

Membuka bungkusan dari aparat

Tak hanya hasil autopsi, dalam kesempatan itu, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas juga membuka dua gepokan dalam amplop cokelat yang diserahkan oleh Suratmi, istri Siyono.

Keduanya diterima masing-masing oleh istri Siyono itu dan Wagiyono, kakak Siyono, dari aparat. Menurut pengakuan Suratmi kepada pihak Muhammadiyah, bungkusan itu tiba dua hari setelah Siyono meninggal.

“Tapi Bu Ratmi tak membukanya dan menyerahkan ke Muhammadiyah. Sekarang baru akan kita buka,” kata dia. Keduanya berisi total 10 gepok uang Rp 100 ribu, dengan total seluruhnya Rp 100 juta.

Konon, pemberi gepokan tersebut meminta Suratmi dan Wagiyono menggunakannya untuk santunan anak-anak serta biaya pemakaman Siyono. Busyro mengatakan, tindakan Suratmi yang memilih tak menerima uang dan menyerahkannya ke Muhammadiyah sudah tepat.

“Setelah ini akan kami rapatkan lagi akan diapakan uangnya,” kata dia. Uang ini adalah salah satu kunci untuk mengungkap sisi lain dari kematian tak wajar Siyono.

Revisi hukum terorisme

Koordinator KontraS Haris Azhar berencana menemui Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyampaikan fakta temuan ini. Siksaan terhadap terduga teroris, yang bahkan berujung kematian, tak boleh lagi berlanjut.

Kerugian tak hanya diterima korban semata, tetapi juga keluarga yang ditinggalkan. “Ada diskriminasi, dan dari sini justru muncul teroris-teroris baru,” kata dia.

Upaya penegakan hukum dan pengungkapan fakta justru adalah upaya deradikalisasi yang paling efektif. Karena itu, DPR harus merevisi undang-undang terkait penindakan terorisme yang sudah ada.

Busyro pun mengungkapkan hal senada. “Kasus Siyono ini yang terakhir. Jangan terus menerus tak ada akhirnya. Kalau diteruskan, artinya Indonesia subur terorisme,” kata dia.

Pelaku penyiksaan hingga tewas semacam ini harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Edi Syaputra Hasibuan, mengatakan korban dapat melaporkan penyelewengan hukum semacam ini.

“Bukti-bukti pelanggaran dapat dibawa ke pemeriksa Kepolisian. Kalau terbukti benar ada penyiksaan, apalagi sampai tewas, bisa dipidanakan,” kata dia saat dihubungi Rappler.

Sanksi yang didapatkan pelaku tak hanya sekedar pemecatan, tapi juga hukuman penjara. Tentu dengan catatan, korban memang tak memberikan perlawanan atau mencoba kabur. Bagaimanapun juga, penyiksaan hingga tewas sudah jelas menyalahi prosedur penangkapan.

Selain itu, dengan mematikan terduga anggota teroris, Detasemen Khusus 88 justru terkesan enggan menuntaskan jaringan teroris yang ada di Indonesia. Apalagi bila yang ditangkap dinyatakan sekelas ‘gembong’.

“Kalau memang Siyono  kelas gembong, kenapa tak dilumpuhkan akinya saja supaya bisa terungkap guritanya?” kata Busyro.

Siyono, yang diduga merupakan anggota teroris Jamaah Islamiyah (JI), ini tewas usai diangkut oleh tim Densus 88. Pria asal klaten ini menderita banyak luka akibat siksaan di sekujur tubuhnya. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!