Indonesia

Sosok di balik rangkaian puisi Rangga

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sosok di balik rangkaian puisi Rangga
Aan Mansyur terkejut ketika diajak Mira Lesmana untuk menulis beberapa puisi di film AADC 2 Buku kumpulan puisi Aan untuk film AADC 2 diluncurkan pada tanggal 28 April mendatang.

This compilation was migrated from our archives

Visit the archived version to read the full article.

JAKARTA, Indonesia—Hari itu, 16 April 2015, satu hari usai peluncuran kumpulan puisi Melihat Api Bekerja, penulis Aan Mansyur bertemu dengan produser Mira Lesmana.

Itulah awal keterlibatan penyair kelahiran Bone, Sulawesi Selatan tersebut menuliskan puisi yang ditampilkan dalam film Ada Apa Dengan Cinta? 2 (AADC 2) yang akan dirilis 28 April mendatang.

Dalam pertemuan tersebut, Mira Lesmana kemudian bercerita mengenai rencana pembuatan sekuel AADC, dan mengajak Aan untuk terlibat sebagai penulis puisi.  

Sejak saat itu, selama lebih kurang enam bulan, Aan berhasil menulis setidaknya 31 puisi, yang kemudian dibukukan dalam Tidak Ada New York Hari Ini. Buku tersebut akan dirilis bersamaan dengan film AADC 2.

PELUNCURAN BUKU. Aan Mansyur bersama sutradara Riri Riza, produser Mira Lesmana, dan novelis Nadia Silvarani dalam acara peluncuran buku di Plaza Senayan, Jakarta, pada Kamis, 14 April. Foto oleh Sakinah Ummu Haniy/Rappler.com    

Awal mula ketertarikan pada sastra

Aan Mansyur bukanlah nama baru dalam dunia sastra Indonesia.

Mira Lesmana merupakan penggemar karya-karya Aan Mansyur sebelumnya. Bahkan ia sempat gugup ketika mengajak Aan untuk ‘menjadi Rangga’.

“Saya deg-deg-an banget waktu mencoba ‘melamar’ Aan, takut banget. Saat Aan kemudian merespons ini, dan Aan salah satu orang pertama yang yang membaca skenario AADC 2,” kata Mira dalam konferensi pers peluncuran novel AADC dan pembacaan puisi di Plaza Senayan, Jakarta, pada Kamis, 14 April lalu.

Ketertarikan Aan pada sastra berawal dari pengalaman di masa kecilnya.

Ia lahir sebagai anak yang sakit-sakitan karena berada di kandungan ibunya lebih dari dua belas bulan lamanya. Karena itu, Aan kecil dilarang bermain di luar rumah seperti anak-anak lainnya.

Aan tumbuh menjadi seorang yang pemalu dan lebih banyak bergaul dengan anak perempuan, bahkan kerap dipanggil banci. Dia lebih suka berbincang dengan neneknya, dan mendengarkan dongeng yang selalu dibacakan oleh nenek itu sebelum tidur.

Di situlah rasa ketertarikannya terhadap dunia tulis-menulis dimulai. Aan pun kemudian menulis di buku diary setiap hari.

Aan juga suka menulis surat kepada banyak orang, termasuk Sang Ibu. Selain itu, ia juga suka menulis ulang dongeng-dongeng yang diceritakan sang nenek kepada sahabat pena yang ditemuinya via majalah anak-anak.

Semasa SMP, Aan mulai mengirimkan cerita ke sejumlah majalah anak, dan mengirimkan ke majalah remaja di masa SMA.

Sementara kecintaannya pada dunia puisi muncul ketika menemukan buku kumpulan puisi karya Subagio Sastrowardoyo berjudul Simponi Dua yang di perpustakaan sekolah semasa SMP.

Namun, ia baru benar-benar memutuskan untuk menjadi penulis di awal masa perkuliahannya.

Proyek AADC 2 = ajang berterima kasih

AADC merupakan film yang kental dengan nuansa sastra. Pertemuan Rangga dan Cinta berawal dari puisi pemenang yang dikirimkan Mang Diman ke redaksi mading.

Puisi yang ternyata merupakan karya Rangga tersebut yang akhirnya membuat Cinta mengenal sosok pria yang pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan buku di tangannya.

Dalam sekuelnya, AADC 2 akan kembali menyajikan hal tersebut. Sang produser Mira Lesmana mengajak Aan Mansyur untuk menulis beberapa puisi yang juga akan ditampilkan dalam film.

Saat pertama kali diajak bekerja sama, Aan mengaku terkejut, senang, sekaligus deg-degan.

“Kaget karena kenapa harus saya? Bukankah di Indonesia ini banyak penyair yang lebih bagus daripada saya?” kata Aan pada Rappler, Selasa, 19 April.

Aan senang, karena ia mendapatkan kesempatan berterima kasih kepada AADC. Film yang tayang di bioskop seluruh Indonesia 14 tahun lalu tersebut yang memberikannya rasa percaya diri untuk terus menulis puisi.

Meskipun khawatir karena takut tidak dapat memenuhi ekspektasi para penggemar Rangga, namun tawaran tersebut tetap diambilnya.

Aan terlebih dahulu melakukan riset: menonton ulang film AADC, membaca skenario AADC 2, membaca buku-buku yang dibaca Rangga, membaca buku tentang New York, serta mengikuti blog dan Instagram sejumlah street photographer di kota dengan julukan Big Apple tersebut.

Akhirnya, Aan pun berhasil menuliskan 31 puisi yang berasal dari kehidupan Rangga yang kemudian dibukukan dengan judul Tidak Ada New York Hari Ini. Empat di antaranya, akan dibacakan dalam film AADC 2

Arti menulis

Karya-karya Aan mulai menjadi sorotan saat ia menerbitkan buku kumpulan puisi berjudul Tokoh-tokoh yang Melawan Kita Dalam Satu Cerita pada tahun 2012 lalu.

Namun Aan mengaku, ia selalu tidak senang saat membaca karya-karyanya yang sudah terbit. 

“Semua karya saya ada cacatnya, dan barangkali karena itu pulalah sampai saat ini saya masih terus menulis.”

Ia menyukai tantangan dalam proses menulis. Ia banyak menulis untuk mencari tahu hal-hal yang ingin ia ketahui, daripada memberi tahu pembaca hal-hal yang sudah diketahui.

Bagi Aan, menulis adalah caranya belajar untuk meredakan kecemasan-kecemasannya.

“Menulis adalah usaha menyelamatkan nyawa seseorang—dan nyawa orang itu adalah nyawa saya sendiri.”

Bagi Aan, menulis tidak pernah menjadi pekerjaan yang menyenangkan. Hal yang paling ia suka dari pekerjaannya adalah, hal itu membuatnya terpaksa membaca lebih banyak buku. Semakin banyak ia membaca dan menulis, semakin ia sadar bahwa dirinya bodoh.

Namun justru itu yang membuatnya semakin mencintai dunia menulis.

Aan selalu terinspirasi dari orang-orang di sekitarnya.

Selama hampir 20 tahun terakhir, Aan hidup dan bekerja di sebuah komunitas transformasi sosial bernama Ininnawa yang terletak di Makassar, Sulawesi Selatan. Di tempat inilah ia menjumpai teman-teman dari beragam latar belakang, mulai dari peneliti, petani, musisi, fotografer, pedagang, hingga dosen. 

Pengalaman ini lah yang membuatnya sering mendapatkan hal baru dan menemukan pertanyaan-pertanyaan yang memaksanya menulis.

KUMPULAN PUISI. Aan Mansyur (kanan) bersama buku kumpulan puisi karyanya yang berjudul ‘Tidak Ada New York Hari Ini’. Foto oleh Sakinah Ummu Haniy/Rappler.com 

What’s next?

Penulis yang bisa ditemui lewat akun Twitter @hurufkecil tersebut menyatakan bahwa ia tidak pernah mengerjakan satu proyek pada satu waktu.

Ia lebih suka mengerjakan beberapa proyek sekaligus karena khawatir jika mengalami kebuntuan, proyek tersebut tidak akan pernah selesai. 

Saat ini Aan sedang menulis satu kumpulan cerita pendek, dua novel, dan satu kumpulan puisi. Selain itu, ia juga memiliki beberapa proyek kolaborasi dengan beberapa seniman.

Namun ia belum mengetahui proyek mana yang akan selesai terlebih dahulu karena memang tidak pernah menargetkan waktu pada setiap proses pembuatan karya-karyanya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!