restaurants in Metro Manila

3 hal yang harus dilakukan jika digeledah aparat

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

3 hal yang harus dilakukan jika digeledah aparat

ANTARA FOTO

LBH menegaskan tentara tak punya hak untuk menggeledah ataupun menangkap warga karena dianggap menyebarkan ajaran komunisme.

JAKARTA, Indonesia — Tertangkapnya aktivis literasi Adlun Fiqri oleh aparat Markas Kodim 1501 Ternate, Maluku, pada Selasa malam, 10 Mei lalu, menimbulkan kekhawatiran.

Adlun, yang ditangkap bersama rekannya yang juga aktivis lingkungan, Supriyadi, dianggap menyebarkan ajaran komunisme melalui media sosial. Adlun diketahui pernah mengunggah kaus berwarna merah bergambar palu arit yang tercelup dalam cangkir kopi. Kaus itu bertuliskan Pecinta Kopi Indonesia, dan memiliki akronim yang sama dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Bersama dirinya juga disita buku-buku sejarah, buku-buku berbau kiri, produk jurnalistik berupa buku investigasi Majalah Tempo yang berjudul Lekra dan Geger 1965.

Kaus bergambar aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib, yang bertuliskan “Melawan Lupa” tak luput disita. (BACA: Adlun Fiqri ditangkap karena kasus kaus palu arit)

Selain Adlun, sebelumnya sejumlah individu di berbagai kota telah ditangkap dan dimintai keterangan mereka karena memakai atau menjual kaus bergambar palu arit. Kasus-kasus ini terjadi di Jakarta, Malang, dan Lampung, dalam pekan ini.

Kabar terbaru, puluhan tentara dari Komando Distrik Militer 733/BS Semarang, Jawa Tengah, merazia atribut militer berlogo palu arit seperti pin dan topi baret dari tangan pedagang barang antik setempat, pada Rabu malam, 11 Mei.

Razia dimulai sekitar pukul 23:00 WIB, ketika para tentara tersebut bergerak menyusuri lapak-lapak pedagang yang terletak di samping Gereja Immanuel di Kota Lama.

Awalnya, mereka tidak menemukan apa-apa, sampai mereka tiba di lapak milik Syahrul, di mana mereka menemukan pin dan topi baret buatan Uni Soviet berlogo palu arit.

(BACA: Tentara lakukan razia, sita pin berlogo palu arit di Semarang)

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menaruh perhatian yang cukup besar terhadap kasus penyitaan ini oleh aparat. Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan bahwa penangkapan dan penggeledahan ini tidak berdasar, apalagi dilakukan aparat berseragam hijau alias tentara. 

Mengapa demikian? 

Karena menurut Alghiffari, putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-VIII/2010 tentang pembatalan PNPS No. 4 tahun 1963 tentang Pelarangan Buku menyatakan, ketentuan Pasal 1 hingga Pasal 9 UU No. 4/PNPS/1963 adalah inkonstitusional, bertentangan dengan UUD 1945.

Karena itu tindakan pelarangan, sweeping, penyitaan barang cetakan seperti buku tanpa melalui proses peradilan adalah sama dengan pengambilalihan hak milik pribadi secara sewenang-wenang yang tidak memiliki dasar hukum. 

Oleh karena itu, ia memberikan kiat-kiat bagi siapapun tentang bagaimana menghadapi aparat yang hendak menggeledah dengan tuduhan menyebarkan ajaran komunisme: 

1. Tanyakan identitas aparat

Pertama, prinsip yang harus diketahui masyarakat awam adalah: Tentara tak punya hak sama sekali untuk menggeledah Anda.

Menurut Alghiffari, tugas TNI adalah dalam bidang pertahanan dan keamanan sesuai dengan undang-undang.

“Tapi jika Anda didatangi oleh polisi dengan maksud penangkapan dan penggeledahan, tanyakan apa betul mereka itu kepolisian atau penyidik. Karena hanya penyidik yang punya hak melakukannya,” kata Alghiffari saat ditemui di kantor LBH Jakarta, Kamis.

Lalu catat nama aparat tersebut, untuk nanti dilaporkan ke lembaga HAM, pengacara publik, atau Komnas HAM. 

2. Minta surat dari pengadilan negeri

Kedua, menurut Alghiffari, segala bentuk penyitaan dan penggeledahan harus disertai surat izin dari Pengadilan Negeri. Selain itu, juga harus disaksikan oleh dua saksi dan ketua lingkungan setempat. 

“Penyitaan tidak bisa dilakukan dengan sewenang-wenang, aparat tidak bisa mengambil apapun milik Anda tanpa surat dari pengadilan,” katanya. 

Baca tentang etika penggeledahan oleh aparat di sini. 

3. Masyarakat berhak menolak untuk diperiksa

Jika Anda sudah berada di kantor polisi atau markas tentara, maka Anda biasanya akan dimintai keterangan. Pertanyaannya, bisakah Anda menolak memberi keterangan? 

Menurut Alghiffari, masyarakat bisa menolak jika:

  • Tidak didampingi pengacara publik
  • Tidak mendapat panggilan resmi dari kepolisian
  • Tidak dijelaskan dasar hukum dari tindak pidana yang dituduhkan

Selanjutnya, masyarakat bisa segera menghubungi pengacara publik, lembaga HAM, atau bahkan media untuk meminta pendampingan

Untuk penjelasan lebih lanjut, Anda bisa mengunduh buku saku tentang Hak Tersangka dalam KUHAP di situs LBH Jakarta.  —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!