Menguak sumber daya hayati Pulau Sumba

Ary Prihadhyanto Keim

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menguak sumber daya hayati Pulau Sumba
Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur memiliki dua tipe ekosistem hutan yang khas yaitu hutan kerdil tropika (tropical alpine forest) dan hutan gugur daun Sumba (Sumba deciduous forest)

Pulau Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tergolong sebagai Pulau Samudra (Oceanic Island) karena ia bukan bagian dari Paparan Sunda (Sundaland) atau Sahul (Sahulland). Kedudukan geografisnya tidak berada di atas lempeng tektonik Indo-Australia maupun Pasifik.

Keterpencilan ini menjadikan Pulau Sumba menarik untuk diteliti.

Melihat komposisi geologisnya, yang sebagian besar berasal dari masa Kenozoikum dan sebagian kecil lain dari masa Mesozoic, bisa diketahui bahwa Sumba adalah pulau yang sangat tua.

Ada sejumlah bebatuan gunung api (volcanic rock). Padahal tidak ada gunung api aktif di sana. Bebatuan vulkanik itu adalah sisa gunung api purba yang mungkin berasal dari masa yang sangat silam, yakni zaman Jura (Jurassic) akhir – ketika Sumba masih merupakan bagian dari Pangaea.

Kepurbaan dan keekstreman Sumba menimbulkan hipotesa bahwa pulau itu menjadi tempat hidup berbagai jenis tumbuhan, mikroba, satwa dan Sumber Daya Hayati (SDH) lain yang berdaya tahan tinggi. Tanaman-tanaman herbal di pulau ini bisa sangat ampuh daya penyembuhannya. Demikian jamur-jamur endophit yang terdapat pada tanaman dan karst gua-gua purbakala, bisa menjadi sumber antibiotik yang manjur.

Sumba memiliki dua tipe ekosistem hutan yang khas yaitu hutan kerdil tropika (tropical alpine forest) dan hutan gugur daun Sumba (Sumba deciduous forest).

Hutan kerdil/elfin tropis ditemukan di beberapa tempat di Indonesia, antara lain di  Gunung Leuser dan Gunung Kemiri di Taman Nasional Gunung Leuser, namun semuanya berada pada ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut, sementara hutan elfin yang berada di bawah ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut di Indonesia hanya ditemukan di Gunung Palung, Kalimantan Barat, dan Gunung Wanggameti, Sumba. 

Sedangkan hutan gugur daun Sumba adalah tipe ekosistem hutan musim (monsoon forest) dengan guguran daun yang lebar dari banyak jenis tumbuhan.  Ekosistem ini sangat unik dan tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. 

Kombinasi antara pegunungan yang terisolasi dan iklim mikro yang terbentuk dari arus laut, terutama arus balik Jawa – yang masih hipotesis – diduga adalah faktor-faktor utama pembentuk kedua ekosistem hutan tropika yang khas tersebut.

Terkait dengan itulah –setidaknya dari sisi botani– kegiatan Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) di tahun 2016 ini difokuskan ke Pulau Sumba dengan melibatkan peneliti-peneliti dari Pusat Penelitian Biologi, Pusat Penelitian Biomaterial, Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor dan Cibodas. 

Hutan elfin

Eksplorasi ini menemukan hutan elfin di puncak Gunung Wanggameti, pada ketinggian sekitar 1200-1225 meter di atas permukaan laut yang ditandai dengan pepohonan berukuran kecil dengan tinggi 5-8 meter dengan akar yang dangkal dan sangat banyak ditumbuhi epifi, yang menempati bagian terbesar kanopi hutan.

Hutan elfin adalah hutan basah berlumut dataran tinggi, dengan curah hujan rendah, di mana sebagian besar air terdapat dalam bentuk halimun atau kabut.  Ini disebabkan oleh penguapan di dataran tinggi.  Air dalam bentuk cair umumnya hanya ditemukan malam hari ketika awan bermuatan air naik dari lautan melintasi pegunungan dan tertahan oleh tumbuhan. 

Di hutan elfin ini pula ditemukan jenis pohon pandan Freycinetia rigidifolia (Pandanaceae) dan takson bambu dari genus Nastus (Poaceae). Kehadiran dua varitas tanaman dan hutan elfin di Sumba ini menguatkan teori bahwa kawasan hutan pegunungan rendah Wanggameti yang tercakup dalam Taman Nasional Laewanggi-Wanggameti) adalah suaka bagi jenis-jenis tumbuhan asli Sumba.

Sejumlah penelitian lanjutan diperlukan untuk menguak lebih banyak potensi sumber daya hayati pulau Sumba yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. – Rappler.com

*Peneliti Biologi LIPI

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!