Mediasi Pemkab Tangerang dengan warga Dadap berakhir buntu

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mediasi Pemkab Tangerang dengan warga Dadap berakhir buntu
Mediasi gagal karena Pemkab Tangerang ikut menghadirkan warga yang mendukung reklamasi.

JAKARTA, Indonesia – Teriakan Isnawati terdengar jelas dari lantai 3 ruang pertemuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Perempuan berkerudung biru itu bergegas keluar ruangan diikuti warga Kampung Baru Dadap lainnya.

“Saya tak mau mediasi ini kalau ada mereka,” kata dia. Pada Senin, 27 Juni 2016 ini, mereka memang dijadwalkan bertemu dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk membicarakan terkait relokasi kampung mereka.

Pertemuan diawali sejak pukul 10 pagi, di mana hadir 10 orang warga Kampung Baru Dadap yang akan direlokasi didampingi pengacara Lembaga Bantuan Hukum Yunita; Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Iskandar Mirzad; dan komisioner Roichatul Aswidah.

Awalnya, tak ada kendala berarti karena sejak lama warga pun ingin bertemu muka dengan pemerintah. Namun situasi berubah ketika Iskandar mengatakan kalau ia membawa warga yang pro relokasi.

“Mohon izin, ini ada warga yang setuju. Apa boleh diikutsertakan?” kata dia sembari membawa seorang pria yang memperkenalkan diri sebagai Maksum.

Bukan warga relokasi

Setelah Maksum hadir, warga Kampung Baru Dadap langsung menyerukan penolakan. Salah satu yang lantang berteriak adalah Isnawati dan Dede Sulaiman.

Tak terpengaruh keributan yang ia timbulkan, Maksum berkata, “Saya sebagai warga netral ingin menyampaikan pandangan supaya ada sinergi dengan program pemerintah dan win-win solution,” kata dia.

Ucapannya ini dibantah Isnawati yang mengatakan kalau agenda hari ini adalah ‘mediasi Pemkab dengan warga yang menolak relokasi.’ Maka, keberadaan Maksum tak ada kepentingannya.

Emosi semakin memuncak saat Iskandar tetap bersikukuh menyertakan Maksum, hingga akhirnya Isnawati dan Dede mengajak warga lainnya untuk keluar. Sembari turun, mereka menjelaskan terkait aksi mereka.

“Saya tak terima, karena ada warga yang tak berkepentingan hadir,” kata Dede. Ia bahkan menyebut Maksum sebagai ‘massa bawaan’ Pemkab.

Warga lain, Muhammad Alwi, mengatakan kalau Pemkab sengaja membawa orang-orang yang tidak terkena dampak relokasi. “Mereka bukan dari kampung yang kena gusur,” kata dia.

Persyaratan mediasi

Iskandar membantah kalau ia sengaja membawa pihak tak diundang. Keberadaan warga yang pro relokasi diklaimnya sebagai kesepakatan awal.

“Waktu pertemuan di pendopo Mei lalu, saya sudah minta supaya warga yang datang terdiri dari 3 fraksi: pro, netral, dan kontra,” kata dia. Persyaratan ini pun sudah diketahui pula oleh Komnas HAM.

Ia menambahkan, kalau persyaratan itu tak terpenuhi, justru Pemerintah Kabupaten Tangerang yang akan meninggalkan lokasi mediasi. Ragam suara ini dinilai penting supaya hasil yang diputuskan dari mediasi memang memuaskan semua pihak.

Aksi walk out warga Dadap tadi dianggapnya sebagai upaya melarikan diri saja. Pemkab, kata dia, siap untuk menemui warga kapanpun yang diinginkan.

Iskandar mengusulkan supaya mediasi dilanjutkan pada Rabu, 29 Juni mendatang. Bila tidak, terpaksa harus ditunda hingga setelah lebaran.

Namun, kesepakatan ini dibantah oleh Yunita. Menurut dia, tak pernah ada persyaratan seperti yang diucapkan Iskandar.

“Kami tak keberatan siapapun yang datang asalkan memang dari area yang tergusur,” kata dia.

Sepakati mediasi kedua

Warga yang saat ini berkumpul di LBH sebenarnya menyepakati adanya mediasi kedua. Namun, mereka mengajukan sejumlah persyaratan.

“Asal situasinya lebih kondusif, seperti warga yang diundang semua dari Rukun Warga (RW) 1, 2, 3 yang direlokasi,” kata dia. Jangan seperti Maksum, yang ternyata merupakan warga dari RW yang jauh.

Selain itu, ada juga sejumlah ‘warga’ lain yang ternyata berasal dari Kosambi. Mereka mengaku datang hanya karena penasaran. Namun, terlihat bercakap-cakap akrab dengan aparat pemerintah.

Iskandar juga menyepakati hal ini. Ia memastikan warga yang datang, terutama yang pro, memang dihadirkan dari area konflik.

“Namanya sudah saya serahkan ke Komnas HAM tapi tak bisa dipublikasikan, dengan alasan keamanan mereka. Soalnya bisa diintimidasi,” kata dia.

Pencegahan prostitusi dan banjir rob

Iskandar mengatakan, penataan kawasan Dadap sendiri sudah direncanakan sejak lama. Bahkan, anggarannya sudah masuk dalam APBN 2016. Alasannya adalah prostitusi yang merajalela. Sebanyak 3 dari 13 RW di sana yang akan direlokasi.

“Selain itu ada banjir rob yang sering melanda juga. Coba ke sana deh, tempatnya bau amis,” kata Kepala Bagian Humas dan Informasi Pemkab Tangerang Slamet Isbianto. Menurut dia, daerah itu sebenarnya tidak layak tinggal.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah Tangerang berencana menata ulang supaya menjadi lebih layak. Seperti membangun rusunawa, kampung deret, serta masjid dan pusat Islam.

“Pengamanan banjir rob sendiri, nanti pas pembangunan rusunawa juga akan ditangani seperti pembangunan tanggul dan lain-lain,” kata dia. Dana yang disediakan mencapai Rp 10 miliar. – Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!