Indonesia

Portugal vs Wales: Tradisi melawan kerja keras

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Portugal vs Wales: Tradisi melawan kerja keras

David Rawcliffe

Tanpa Aaron Ramsey, mampukah Wales melaju ke final?

JAKARTA, Indonesia – Setelah Islandia kandas di babak perempat final Euro 2016, sejatinya para penggemar underdogs bisa mengarahkan dukungannya pada tim lain dengan situasi hampir mirip: Wales.

Ya, tim berjuluk The Dragons tersebut sama-sama baru kali ini tampil di Euro 2016. Dan pasukan Chris Coleman terus melaju hingga semifinal melawan Portugal, 7 Juli, pukul 02.00 WIB. Hasil apapun yang mereka catatkan di gelaran empat tahunan itu sudah pasti jadi sejarah.

Artinya, apapun yang terjadi di laga melawan Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan, Wales tetap akan pulang sebagai pahlawan.

Apalagi, Portugal memiliki tradisi lebih kuat di Euro jika dibandingkan Wales. Tim berjuluk Seleccao das Quinas tersebut berpartisipasi di 7 kejuaraan. Dan mereka tak pernah keluar dari delapan besar.

Empat kali mereka lolos ke semi final, dua kali mentok di perempat final, dan sekali mencapai babak final.

Catatan tersebut jelas lebih superior dibanding Wales yang cuma debutan.

Kerja keras Wales dalam formasi 3-5-2

Karena tak punya tradisi, Wales lebih banyak mengandalkan performa di atas lapangan. Uniknya, di pentas Euro 2016 Coleman terus menggunakan formasi 3-5-2. Sama seperti yang dipakai timnas Italia.

Padahal, di babak kualifikasi, mereka tidak rutin memakainya. Di awal, Coleman biasa bermain 4-4-1-1, 4-1-4-1, atau 4-3-3. Dalam laga terakhir melawan Andorra yang berakhir 2-0, 13 Oktober tahun lalu, pun mereka bermain 4-3-3.

Namun, sejak laga perdana Euro melawan Slovakia, Coleman setia dengan 3-5-2 atau beberapa turunan variannya. Baik Hal Robson-Kanu sejajar dengan Gareth Bale, atau Bale berada di belakang Robson-Kanu dengan peran lebih bebas.

Formasi tersebut terkadang menjelma jadi 3-4-3 bergantung ketersediaan personil.

Mereka bermain agresif dengan serangan balik yang cepat. Kecepatan serangan balik tersebut didukung pace Bale yang luar biasa. Meskipun begitu, saat diserang, mereka tetap bisa bertahan solid dengan menumpuk pemain di belakang.

Bale juga termasuk rajin bermain lebih ke dalam saat timnya diserang. Beberapa kali dia bahkan melakukan intersep atau merebut bola untuk kemudian mengawali serangan balik.

Sama seperti Italia, salah satu kunci sukses formasi yang penggunaannya sudah langka tersebut (kalah dengan “dominasi” 4-2-3-1 dan 4-3-3 yang dianggap lebih agresif) adalah dua sayap. Mereka harus mengampu dua posisi sekaligus. Menyerang sebagai pemain sayap dan bertahan seperti fullback.

Saat tim tidak membawa bola, mereka tidak bisa sekadar menunggu di belakang. Mereka juga harus menekan fullback lawan.

Jika Italia mengandalkan Matteo Darmian, Matteo De Sciglio, Alessandro Florenzi, Antonio Candreva sebagai pengampu posisi tersebut, Belgia memiliki Chris Gunter di kanan dan Neil Taylor di kiri.

“Tidak banyak tim yang memainkan 3-5-2. Tapi kami sangat nyaman memainkannya,” kata pemain sayap Chris Gunter kepada Independent.

Tayor mengakui, formasi tersebut membuat dia harus bekerja ekstra keras. Bahkan lebih keras dari lawannya. Dalam laga Italia melawan Belgia, tim Gli Azzurri tersebut memang kalah ball possession. Namun, statistik rata-rata jarak tempuh keseluruhan pemain menunjukkan bahwa Italia berlari lebih panjang.

Gianluigi Buffon dan kawan-kawan menempuh 120 km. Sedangkan Belgia hanya 108 km. Data tersebut bisa ditafsirkan bahwa meski tidak sering membawa bola, para pemain lebih banyak melintasi jarak yang cukup jauh. Mereka turun jauh ke dalam saat diserang dan menyerang jauh ke depan saat serangan balik. Terutama dua sayapnya.

“Kami punya peran yang sangat penting. Peran kami ikut mempengaruhi situasi di tengah lapangan. Kami harus banyak berlari,” kata pemain sayap kiri Wales Neil Taylor.

Tanpa Ramsey, Wales harus hentikan Ronaldo

Meskipun begitu, Wales harus menerima kenyataan pahit bahwa sang pengatur serangan Aaron Ramsey absen dalam laga melawan Portugal. Gelandang Arsenal tersebut terkena akumulasi kartu.

Nasib Ramsey diikuti Ben Davies yang juga out karena situasi yang sama.

Tanpa Ramsey, Wales bakal kesulitan mengatur serangan. Sebab, dia sudah sangat padu dengan Bale. Terutama dalam keputusan cepat memutuskan wilayah serangan.

Kini mereka harus beradaptasi dengan gaya Jonathan Williams yang kemungkinan akan diplot sebagai pengganti Ramsey.

Di kubu lawan, beberapa pemain juga bakal absen. Gelandang bertahan William Carvalho terkena akumulasi kartu sedangkan tiga pemain lainnya diragukan bisa tampil, yakni Pepe, Raphael Guerreiro, dan Andre Gomes.

Tanpa para pemain utama tersebut, kekuatan Portugal bakal tereduksi. Terutama di lini belakang. Di lini tengah, tanpa ketiadaan Gomes bakal tertutupi dengan kegemilangan Renato Sanches. Pemain anyar Bayern Muenchen itu memiliki wilayah gerak yang luas.

Pelatih Portugal, Fernando Santos, mengatakan, Wales seharusnya tidak dilihat sebagai tim debutan. Sebab, tim tersebut sudah membuktikan kemampuannya dengan mengalahkan Belgia yang merupakan tim peringkat 1 FIFA.

Apalagi, hingga saat ini, pasukannya belum sekalipun menang dalam waktu normal (45 menit x 2).

“Saya sangat mengagumi Coleman. Kami pernah berbicara sekali atau dua kali waktu dia masih di Yunani. Dia berkata bahwa kami tim favorit tapi saya tidak yakin dia mengatakan hal yang sama kepada para pemainnya,” kata Santos.—Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!