Film tentang Wiji Thukul akan diputar di Locarno International Film Festival

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Film tentang Wiji Thukul akan diputar di Locarno International Film Festival
Film 'Istirahatlah Kata-Kata' akan diputar di Locarno International Film Festival ke-69, pada 3-13 Agustus 2016

 

JAKARTA, Indonesia — Cuplikan kisah hidup penyair dan aktivis buruh Indonesia yang dinyatakan hilang sejak 1998, Wiji Thukul, akan diputar untuk pertama kalinya di Locarno International Film Festival ke-69.

Festival film itu bertempat di Locarno, Swiss, pada 3 hingga 13 Agustus 2016. 

Selama 97 menit, film berjudul Istirahatlah Kata-Kata itu mengisahkan kehidupan Wiji selama masa pelarian pada 1996, setelah peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996.

Suami dari Sipon ini menjadi target aparat karena protesnya terhadap tirani Orde Baru lewat puisi dan demonstrasi. Rumah Wiji juga selalu diintai dan didatangi tentara dan polisi.

Sejak Agustus 1996, Wiji melarikan diri dan bersembunyi di beberapa kota. Pada masa itu sang penyair aktivis tidak pernah memberikan nafkah bagi keluarganya. 

Wiji juga hanya sekali bertemu istri dan kedua anaknya di Yogyakarta pada 25 Desember 1997. Dua bulan berikutnya, ia sempat bercakap-cakap dengan keluarganya lewat telepon. Itu adalah kontak terakhir Wiji dengan keluarganya. 

“Saya masih berharap Wiji Thukul ditemukan, karena saya punya keyakinan ia masih hidup, seperti keyakinan teman-temannya,” kata Sipon kepada Rappler pada 2 September 2015. 

‘Istirahatlah Kata-Kata’

Film berjudul internasional Solo, Solitude ini merupakan film panjang kedua karya sutradara asal Yogyakarta, Yosep Anggi Noen.

“Membaca puisi-puisi Wiji Thukul adalah membaca catatan harian tentang rumah sederhana, nasi, roti yang tak terbeli dan cerita-cerita tetangga. Wiji menunjukkan bahwa puisi mampu disusun dari keseharian, bukan saja bunga-bunga kata.

“Wiji menyajikannya dalam puisi yang lugas sekaligus lugu sehingga sangat efektif mencatat jaman dan mengoreksi kekuasaan pada masa itu,” kata Yosep dalam rilis pers yang diterima Rappler, pada Rabu, 13 Juli.

Istirahatlah Kata-Kata atau Solo, Solitude masuk dalam kategori Concorso Cineasti del presente atau Filmmakers of the Present, yaitu perlombaan bagi pembuat film dunia yang terpilih berkompetisi untuk film pertama atau keduanya. 

Lantaran, Yosep Anggi Noen telah berkompetisi pada 2012 dengan film panjang Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya.

Produser film ini, Yulia Evina Bhara, menuturkan, “Film ini didedikasikan untuk penonton Indonesia. Terutama generasi muda. Segera kami akan membawa film ini pulang dan mengusahakannya tayang di bioskop Indonesia.”

Film berdurasi 97 menit ini adalah produksi kolaborasi Yayasan Muara, KawanKawan Film, Partisipasi Indonesia, dan LimaEnam Films. 

Para pemainnya mencakup Gunawan Maryanto, Marissa Anita, Melanie Subono, Eduwart Boang, Arswendy Nasution, Davi Yunan.

Mencatat tentang Wiji berarti mencatat sejarah Indonesia

Yulia sendiri mengaku memilih mengangkat sosok Wiji dalam film karena kontribusi aktivis buruh ini pada “terbukanya keran demokrasi Indonesia.” 

Menurutnya, mencatat tentang Wiji berarti mencatat sejarah Indonesia. Ia juga menuturkan bahwa kejujuran Wiji telah menghasilkan protes keras pada ketimpangan dan ketidakadilan yang terjadi karena penguasa yang otoriter.

Bersama timnya, Yulia menyusuri masa demi masa kehidupan Wiji, sebelum memutuskan membingkai masa pelarian Wiji usai kerusuhan 27 Juli 1996 dalam film berdurasi 97 menit itu. 

“Kami menemukan ternyata saat Wiji Thukul dalam pelarian dan pertama kali dalam hidupnya dijadikan tersangka, adalah saat di mana kita bisa mendapati Wiji Thukul dalam sosok yang lengkap,” kata Yulia kepada Rappler, pada Kamis, 14 Juli. 

“Sebagai seorang pejuang, Wiji Thukul adalah manusia biasa yang penuh dengan kemanusiaan. Tahun itu adalah fase titik balik hidup Wiji Thukul yang memilih untuk terus memperjuangkan keyakinannya dan percaya pada kekuatan kata-kata, puisi-puisi yang kritis,” ujarnya.

Sang produser mengatakan bahwa ia mendedikasikan film ini bagi generasi muda Indonesia agar kita terus belajar dari sejarah kita. 

“Generasi kita patut tahu, bahwa buku sejarah yang ada belumlah lengkap. Kita berkewajiban menuliskannya dan terus mengingatnya. Puisi-puisi Wiji Thukul adalah penanda zaman yang sangat nyata,” kata Yulia.

Usai ditayangkan di Swiss pada kompetisi film internasional Locarno, Agustus mendatang, Yulia menargetkan memutarkan film ini di Indonesia.

“Kami yakin ruang demokrasi yang telah berhasil kita buka pada 1998 tidak akan kita relakan untuk tertutup dengan tidak memperbolehkan film sebagai kreativitas kesenian dan kebebasan ekspresi dilakukan. Lagipula, tak ada yang perlu dikhawatirkan tentang isi film ini.  Kami membuatnya untuk memperkaya industri film Indonesia,” kata Yulia. 

Yulia berharap film yang diproduserinya ini bisa bertemu dengan sebanyak-banyaknya penonton Indonesia.

Menekankan bahwa film berjudul internasional Solo, Solitude ini mengandung pesan tentang memanusiakan manusia, Yulia menyatakan, “Istirahatlah Kata-Kata adalah salah satu upaya kita untuk terus mengingat bahwa kebebasan yang kita hirup hari ini adalah hasil perjuangan banyak orang. Wiji Thukul telah mencatatkannya dalam sajak-sajaknya”. —Rappler.com

Baca liputan Rappler tentang Wiji Thukul:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!