SMA Semesta: Tudingan Pemerintah Turki bentuk intervensi kepada Indonesia

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

SMA Semesta: Tudingan Pemerintah Turki bentuk intervensi kepada Indonesia
Pemerintah Turki melalui situs resmi kedutaan di Jakarta meminta Indonesia menutup 9 SMA yang diduga terkait gerakan Fethullah Gülen

SEMARANG, Indonesia – Chalim Prabowo terlihat begitu lahap menyantap menu yang disajikan petugas kantin SMA Asrama Bilingual Semesta yang berlokasi di Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah pada Jumat siang, 29 Juli. Dia mengaku lega bisa bertatap muka dengan teman-temannya yang juga menempuh pendidikan di Turki.

Chalim, panggilannya, gembira bisa kembali menjejakan kaki di Indonesia pasca terjadi kudeta di Turki. Peristiwa menegangkan yang menewaskan puluhan warga sipil itu, sempat memecah konsentrasinya ketika belajar di sebuah kota kecil yang berjarak 12 jam dari ibukota Ankara.

“Makanya, saya senang sekali bisa berlibur di Semarang hingga bulan September nanti,” ujar Chalim yang ditemui Rappler pada Jumat kemarin.

Kunjungannya ke SMA Semesta dalam rangka bertemu dengan almamaternya dan rekan sesama alumni. Seperti sudah menjadi tradisi, lulusan dari SMA Semesta kerap memperoleh beasiswa dari universitas tersohor di Turki.

“Saya akan berbagi pengalaman atas apa yang sudah saya raih selama menempuh pendidikan di program studi Hubungan Internasional,” tuturnya.

Chalim pun merupakan bagian dari alumni SMA Semesta berotak cemerlang. Selama bersekolah di sana, dia berhasil menjadi juara berbagai kompetisi sains. Nilai yang diraih selalu sempurna dan mengalahkan juara dari sekolah lain.

Lalu, bagaimana situasi pelajar Indonesia di Turki kini? Chalim mengatakan mereka selalu tenang walau sempat ada kudeta yang mengancam nyawa presiden. Dia pun akan tetap kembali ke Turki begitu liburannya di Semarang usai.

“Masih was-was sih karena ada keadaan darurat selama 6 bulan pasca kudeta. Tetapi, apa pun itu saya akan kembali lagi ke sana. Kondisi teman-teman pun juga aman,” ujarnya.

Setiap pelajar Indonesia juga menjaga diri dengan selalu membawa paspor tiap keluar asrama. Mereka juga menjaga hubungan yang baik dengan pihak KJRI Turki dan organisasi Persatuan Pelajar Indonesia (PPI).

Jika situasi kembali bergolak, Chalim pun mengimbau kepada rekan-rekannya agar selalu menghubungi keluarga di Tanah Air.

Tolak dituduh berafiliasi dengan teroris

Turki memang sudah menjadi tujuan bagi alumni SMA Semesta untuk melanjutkan pendidikan. Puluhan siswanya diberangkatkan setiap tahun ke sana untuk mengikuti berbagai kompetisi sains mulai dari biologi, fisika hingga teknologi.

Chalim sendiri berangkat ke Turki pada tahun 2014 dan diprediksi pendidikannya akan rampung pada tahun 2018. Dia mengatakan usai menyelesaikan kuliah, akan kembali ke Indonesia.

“Ilmu saya buat Bangsa Indonesia,” katanya.

Oleh sebab itu, dia merasa tersinggung ketika Pemerintah Turki menuding almamaternya mendapat aliran dana dari Fethullah Gülen, seorang imam yang dituding menjadi otak kudeta Erdogan. Terlebih pada Jumat pagi, melalui Kedutaan di Jakarta, Pemerintah Turki mengimbau agar menutup sekolah yang berafiliasi dengan gerakan Gülen.

“Saya merasa sedikit keberatan jika almamater saya dituding sama dengan teroris. Indonesia lebih baik bersikap independen dan bergerak secara mandiri supaya tidak diintervensi bangsa asing,” tuturnya memberi masukan.

Keputusan itu sudah ditunjukkan oleh Pemerintah Kyrgyzstan yang menolak permintaan itu dengan mengirimkan nota ke Turki. Mereka mengatakan akan bergerak di atas wilayahnya sendiri.

Dalam situs resmi Kedutaan Turki di Jakarta, terdapat 9 sekolah yang diduga berafiliasi dengan gerakan Gullen. Satu di antaranya adalah SMA Semesta.

Protes sudah disampaikan oleh Kepala SMA Semesta, Mohammad Haris. Menurut Haris istilah teroris sangat menyakitkan bagi elemen siswa.

“Kami sangat keberatan karena hal itu jelas tidak benar,” ujar Haris.

Sejak awal berdiri, SMA Semesta kata Haris tidak memiliki ikatan langsung dengan Gülen. Walaupun sejarahnya SMA Semesta pernah bekerjasama dengan pimpinan ormas PASIAD itu.

“Memang kami pernah bekerja sama dengan Pasiad. Tapi berdasarkan Permen 1 November 2015 kan sudah tidak berlaku lagi,” tuturnya.

Menurutnya tudingan itu dipicu polemik politik di tingkat elit pasca kudeta militer. Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Turki, ujar Haris, sudah dianggap bentuk intervensi terhadap orang Indonesia.

Berdasarkan sumber Rappler di SMA Semesta, pihak sekolah dalam waktu dekat akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meminta masukan mengenai persoalan itu. Selain itu, juga akan ada pertemuan untuk membahas nasib mereka dengan organisasi Bilingual Boarding School.

“Ini yang akan kami perjuangkan, karena kami bagian dari Pemerintah Indonesia. Kami tuduk dan taat kepada aturan. Apalagi kami kerap menelurkan prestasi membanggakan di tingkat nasional dan internasional,” kata sumber itu. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!