4 Poin penting analisa ahli forensik soal kematian Mirna

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

4 Poin penting analisa ahli forensik soal kematian Mirna

ANTARA FOTO

dr. Budi Sampurna mengatakan keluarga keberatan ketika dilakukan autopsi terhadap jenazah Mirna, sehingga hanya dilakukan pengambilan sampel organ yang terpapar sianida saja

JAKARTA, Indonesia – Persidangan kasus kopi racun sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam persidangan ke-16 yang dilakukan pada Rabu, 31 Agustus, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli yakni dokter forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr. Budi Sampurna.

Sepanjang persidangan yang berlangsung selama 2 jam itu, Budi menjelaskan prosedur medis dalam melakukan kegiatan forensik. Dia juga menyebut penyidiklah yang memiliki hak untuk menentukan pemeriksaan apa yang dibutuhkan terhadap jenazah dengan persetujuan dari keluarga korban.

Berikut 4 poin penting hasil analisa Budi terhadap jenazah Mirna:

1. Tak ada autopsi

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh dr. Budi, pemeriksaan untuk mengetahui penyebab meninggalnya seseorang dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan dari luar dan dalam. Pemeriksaan luar dilakukan dengan menyeluruh dari atas ke bawah tanpa melukai mayat dan mencatat apapun yang terdapat di sana.

Sedangkan, pemeriksaan dalam (autopsi) dilakukan dengan membuka rongga kepala, leher, dada, perut, panggul dan anggota gerak untuk mengetahui penyebab kematian.

Tetapi keluarga Mirna menyatakan keberatan untuk dilakukan autopsi. Sehingga akhirnya hanya dilakukan pengambilan sampel dari bagian tubuh vital Mirna, yaitu mulut, lambung, hati, empedu dan urine.

“Pada waktu itu keluarga korban keberatan kalau dilakukan pemeriksaan dalam atau autopsi,” kata dr. Budi di hadapan majelis hakim.

dr. Budi juga mengatakan ini adalah hal yang lazim terjadi di Indonesia.

“Di Indonesia atau di beberapa negara lain yang mayoritas beragama Islam dan Yahudi, itu umumnya menolak tindakan autopsi,” katanya.

2. Tes pengambilan sampel dilakukan 4 hari setelah meninggal

Di dalam persidangan, dr. Budi menyatakan waktu yang ideal untuk melakukan tes autopsi atau pengambilan sampel organ yang terpapar sianida adalah dalam kurun waktu tidak lebih dari 4 jam. Namun, nyatanya pengambilan sampel organ Mirna baru dilakukan setelah 4 hari kematian dan dalam kondisi mayat sudah berformalin.

Hal ini akan mengganggu hasil tes yang dilakukan. Sementara, zat racun atau sianida yang ditemukan di lambung Mirna hanya sebesar 0.2 mg/liter.

“Sebaiknya (pengambilan sampel) lebih cepat atau dalam 4 jam (setelah terpapar), karena kalau di atas itu akan punya peluang untuk berdegradasi (menguap di dalam lambung),” ujar dr. Budi.

3. Kasus pembunuhan dengan sianida pertama di Jakarta

Sianida merupakan racun yang sangat kuat dan dapat menimbulkan kematian sangat cepat, hanya dalam hitungan menit. Meskipun zat sianida ini relatif banyak diperjualbelikan di pasaran, namun karena sifatnya yang sangat berbahaya maka penggunaannya pun harus sangat berhati-hati.

Maka, penggunaan zat sianida secara sengaja, antara lain untuk kasus pembunuhan sangat jarang dilakukan. Kasus kopi bersianida Mirna ini merupakan kasus pertama pembunuhan dengan menggunakan sianida di Jakarta. Biasanya pembunuhan karena sianida terjadi secara tidak sengaja pada kecelakaan di daerah-daerah industri atau pertambangan emas dan perak.

“Di Jakarta yang pasti belum (pernah terjadi keracunan karena zat Sianida),” ujar dr. Budi.

4. Mirna menunjukkan tanda-tanda sesuai dengan gejala kematian sianida

Pada akhir persidangan, Otto Hasibuan, selaku salah satu ahli hukum Jessica meminta dr. Budi memberi penjelasan agar tidak keliru bahwa dirinya (dr. Budi) menyatakan tanda-tanda kematian Mirna terjadi sesuai dengan tanda-tanda kematian dengan sianida. Namun, dia tidak menyatakan korban meninggal akibat mengkonsumsi racun sianida.

“Tadi ahli menyatakan bahwa tanda-tanda yang ada itu sesuai dengan tanda kematian dengan sianida. Jadi saudara tidak mengatakan bahwa korban mati karena sianida, begitu kan?” tanya Otto.

dr. Budi mengaku sepakat dengan pertanyaan Otto.

Sidang akan kembali digelar pada hari ini dengan menghadirkan saksi fakta dan saksi ahli. Jaksa Penuntut Umum akan menghadirkan kriminolog UI, Prof. Ronny Nitibaskara dan Guru Besar Psikologi UI Prof. Sarlito Wirawan.

“Saya sudah menerima konfirmasi untuk saksi yang hadir besok adalah Prof. Ronny dan Prof Sarlito. Konfirmasi nya besok. Untuk saksi dan ahli yang lain terus terang saya memang belum dapat konfirmasi sampai hari ini,” kata salah satu Jaksa Penuntut Umum. – Rappler.com

BACA JUGA: 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!