Indonesia

Duterte: Amerika tak berhak bicara soal hak asasi manusia

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Duterte: Amerika tak berhak bicara soal hak asasi manusia
Amerika Serikat juga pernah membantai ribuan warga Filipina pada awal abad ke-20

JAKARTA, Indonesia — Meski sebelumnya mengatakan menyesal atas komentar pedasnya terhadap Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial perihal hak asasi manusia.

Dalam pidatonya di hadapan 700 warga Filipina di Jakarta pada Jumat pagi, 9 September, Duterte menunjukkan foto-foto pembantaian terhadap ribuan warga Mindanao oleh tentara Amerika Serikat (AS) pada masa kolonial sekitar tahun 1898 hingga 1946.

Sebelum menunjukkan foto-foto tersebut, Duterte memberikan klarifikasi bahwa ia tidak pernah mengatakan “Son of a whore (anak perempuan jalang)” terhadap Obama.

“Saya tidak pernah mengkonfrontir Obama. Saya tidak kenal dia,” kata Duterte.

Ia kemudian menjelaskan konteks pernyataannya yang menurutnya dipelintir oleh media.

“Ketika saya ditanya tentang pembunuhan di luar proses hukum, saya katakan saya tidak akan menjawab pertanyaan kecuali dari warga Filipina. Lalu saya bertanya [tentang Obama], siapa dia?” kata Duterte.

Menurutnya, “Son of a whore” bukanlah terjemahan yang tepat dari “putangina”. Ia menuding media yang salah mengartikan pernyataannya.

“Ketika mereka [media] mengincarmu, mereka aka membuatmu terlihat buruk,” kata Duterte.

“Mereka bisa memelintir apa pun. Saya? Saya tidak peduli, karena saya bukan presiden komunitas internasional,” ujarnya.

Menunggu tanggapan Obama

Awal pekan ini, dalam sela pertemuan para kepala negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi se-Asia Tenggara (KTT ASEAN) di Laos, Obama menyarankan kepada Duterte agar memperbaiki kembali caranya dalam memberantas narkoba di Filipina. 

Sejak menjabat sebagai Presiden Filipina dalam beberapa bulan terakhir, polisi mengatakan telah terjadi pembunuhan di luar proses hukum terhadap sekitar 3 ribu warga terduga pengguna dan pengedar narkoba. Secara rata-rata, 44 orang dibunuh per harinya.

Obama pun mengatakan agar Duterte menghargai supremasi hukum dalam penanganannya memberantas narkoba.

Namun Duterte tidak tinggal diam. Ia membalas pernyataan Obama dengan menunjukkan foto-foto pembantaian bangsa Moro di Pulau Mindanao di bagian Filipina selatan yang menjadi korban kolonialisasi tentara Amerika pada awal abad ke-20 lalu.

“Sejak hak asasi manusia disebut-sebut, Saya menyiapkan presentasi dengan foto-foto tentara Amerika [membantai warga Filipina],” kata Duterte.

“Saya bertanya kepada warga Amerika [tentang pembantaian di masa lalu], ‘Apa yang kalian inginkan?’ Saya menunggu tanggapan dari Obama. Tidak ada,” ujarnya.

Menurutnya, 6.000 nyawa warga Filipina hilang di tangan Amerika. “Mereka dibantai oleh kaum imperialis,” kata Duterte.

Namun ia menegaskan bahwa ia tidak memerangi Amerika.

“Saya tidak memerangi Amerika. Tapi jangan pernah percaya bahwa telah terjadi pembunuhan di luar proses hukum. Bahkan [Sekretaris Jenderal PBB] Ban Ki-moon ikut campur,” ujarnya.

Terima kasih Tiongkok

Duterte sebaliknya berterima kasih kepada Tiongkok atas kebaikan Negeri Tirai Bambu memberi pertolongan dalam upaya pemberantasan narkoba.

“Tahun depan kami akan membangun [pusat rehabilitasi]. Kami sedang menyiapkannya sekarang,” kata Duterte.

“Tiongkok membantu kami. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Tiongkok karena telah berbaik hati,” ujarnya.

Bebas narkoba dalam 2 tahun

Ia kemudian mengatakan bahwa apa yang ia lakukan semata demi menyelamatkan negaranya dari bahaya narkoba.

“Apalah arti 1.000 nyawa dibanding 3,7 juta [korban narkoba]?” ujarnya.

Ia sebelumnya memerintahkan aparat kepolisian untuk memberantas narkoba dengan segala cara. “Saya katakan kepada polisi, jika mereka dalam bahaya, tembak saja,” ungkapnya.

Duterte yakin upaya pemberantasan narkoba di negaranya merupakan perjuangan panjang yang tidak akan selesai dalam hitungan bulan saja. Bahkan bila harus berperang melawan narkoba selama bertahun-tahun pun ia rela dan siap.

“Bahkan bila ini mengharuskan saya berjuang selama 6 tahun, saya akan melakukannya. Saya tidak akan berhenti,” katanya.

“Saya akan melanjutkan kampanye melawan kriminal. Saya tidak memiliki rasa belas kasihan terhadap mereka,” ujarnya.

Ia meyakini dengan cara ini, rakyat Filipina akan merasa aman dari ancaman narkoba dan kriminalitas, setidaknya dalam dua tahun ke depan.

“Anda akan bisa berjalan di jalanan tanpa takut menjadi korban perampokan.

“Anda harus mendoakan saya. Anda harus berdoa agar saya tetap hidup,” ucapnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!