KontraS: Indonesia tidak boleh tiru Duterte dalam memberantas narkoba

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KontraS: Indonesia tidak boleh tiru Duterte dalam memberantas narkoba
'Jika diberlakukan di Indonesia, artinya negara berpartisipasi dalam pembunuhan berencana yang berbahaya'

JAKARTA, Indonesia — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Indonesia untuk tidak meniru kebijakan pemberantasan narkoba oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

“Jika diberlakukan di Indonesia, artinya negara berpartisipasi dalam pembunuhan berencana yang berbahaya,” ujar anggota Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS, Putri Kanesia, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat, 9 September.

Pernyataan KontraS menyusul keinginan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso yang pernah mengatakan kebijakan ala Duterte dapat diterapkan di Indonesia.

Sejak menjabat sebagai presiden pada Juni 2016, Duterte mengimplementasikan metode pemberantasan narkoba garis keras. Ia kini berada di bawah tekanan internasional.

Ia memerintahkan aparat kepolisian untuk memberantas narkoba dengan segala cara, terlebih jika mereka menolak ditangkap.

“Saya katakan kepada polisi, jika mereka dalam bahaya, tembak saja,” kata Duterte dalam pidatonya di hadapan ratusan warga Filipina di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada Jumat pagi.

Duterte berkunjung ke Indonesia dalam rangka kunjungan kenegaraan pertamanya sejak dilantik menjadi presiden Filipina.

Angka pembunuhan di luar proses peradilan meningkat di bawah kepemimpinan Duterte. Polisi mengklaim hampir 3.000 warga dibunuh sejak Filipina mendeklarasikan perang melawan narkoba.

“Apalah arti 1.000 nyawa dibanding 3,7 juta [korban narkoba]?” kata Duterte.

“Saya akan melanjutkan kampanye melawan kriminal. Saya tidak memiliki rasa belas kasihan terhadap mereka,” ujarnya.

Ia meyakini dengan cara ini, rakyat Filipina akan merasa aman dari ancaman narkoba dan kriminalitas, setidaknya dalam dua tahun ke depan.

“Anda akan bisa berjalan di jalanan tanpa takut menjadi korban perampokan,” ujarnya.

Tidak boleh ditiru Indonesia

Meski demikian, menurut KontraS cara garis keras Duterte memberantas narkoba melalui pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killings) tidak patut ditiru oleh Indonesia.

Apalagi, Indonesia juga memiliki pengalaman buruk terkait extrajudicial killing, tepatnya penembakan misterius (Petrus) pada rentang 1982-1985. 

Menurut catatan KontraS, Petrus menelan 514 korban jiwa. Bahkan peristiwa kelam itu belum tuntas hingga kini.

“Atas nama keadilan dan kepastian hukum, tindakan sejenis tidak bisa dilakukan lagi,” tutur Putri.

Memberantas narkoba di Indonesia, sambung Putri, seharusnya tidak dilakukan dengan menghilangkan nyawa dengan hukuman mati, karena eksekusi mati hanya memutus mata rantai narkoba semata.

“Kebijakan itu cuma memangkas bagian tengahnya saja, dan seperti di Indonesia, kebanyakan yang dihukum mati adalah mereka yang dijebak menjadi kurir,” kata Putri. 

Koordinator Advokasi Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Totok Yulianto menambahkan, masalah narkoba di Indonesia adalah bagaimana meredam dan mengendalikan perdagangannya. 

Totok menolak semua tindakan menghilangkan nyawa terhadap mereka yang terlibat kasus obat-obatan terlarang itu.

“Menyelesaikan perkara narkoba bukan dengan membasmi orang-orang yang terlibat di dalamnya,” ujar dia.

Sebelumnya, Kepala BNN  Budi Waseso menyatakan tindakan tegas seperti Presiden Duterte perlu dilakukan untuk memberantas narkoba. 

Meski Presiden Jokowi tidak pernah memberikan maaf (grasi) kepada para bandar narkoba yang terpidana hukuman mati, Budi menilai langkah tersebut kurang cukup, karena masih banyak celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh bandar.

Budi menganggap langkah Duterte yang menjadikan para bandar narkoba seperti hidup dalam neraka adalah hal yang tepat karena akibat ulah bandar itu bisa merusak generasi penerus bangsa.

“Jika kebijakan tersebut diterapkan, saya yang paling depan untuk memberantas para bandar narkoba yang sudah merusak generasi bangsa,” kata Budi.

Pendekatan Jokowi terhadap kasus narkoba juga mendapat kritik karena mengeksekusi terpidana mati. 18 orang sudah dieksekusi selama Jokowi menjabat sebagai presiden. —Dengan laporan Antara/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!