Lala Diah Pitaloka, karateka cilik si penyulut api PON Jabar

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Lala Diah Pitaloka, karateka cilik si penyulut api PON Jabar
Lala berhasil mendobrak tradisi PON, di mana penyulut api biasanya atlet senior yang sudah melegenda

BANDUNG, Indonesia – Seorang gadis cilik yang mengenakan baju karate berwarna merah mencuri perhatian puluhan ribu penonton di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada upacara pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016, Sabtu, 17 September. Bocah berumur 12 tahun itu mengemban tugas yang sangat penting, yakni menyulut api PON yang menandai dimulainya pekan olahraga ke-19 tersebut.

Gadis cilik itu bernama Lala Diah Pitaloka. Dia datang Desa Weragati Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka yang jaraknya sekitar 20 kilometer dari pusat kota Majalengka. Perannya sebagai penyulut api PON tidak datang begitu saja, melainkan karena prestasi luar biasa yang telah diukirnya di usia dini.  Lala juga mendobrak tradisi PON di mana penyulut api biasanya atlet senior yang sudah melegenda.

“Saya bangga sekali. Selain membanggakan saya, Lala juga telah membanggakan Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dan juga Indonesia karena baru pertama kali penyulut api PON itu seorang atlet junior,” kata Idi Sayiddiman, ayah Lala yang ditemui Rappler, di Wisma Pussenif Jalan WR Supratman Kota Bandung, pada Minggu 18 September.

PEMBUKAAN PON. Karateka Lala Diah Pitaloka (kiri) menyulut api kaldron yang menandai pembukaan PON XIX 2016 Jawa Barat di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Sabtu, 17 September. Foto oleh Akbar Nugroho Gumay/ANTARA

Kebanggaan itu dirasakan pula oleh warga Majalengka yang menggelar pesta penyambutan saat Lala kembali ke kampung halamannya, Selasa 20 September 2016. Lala disambut oleh Wakil Bupati Majalengka Karna Sobahi dan kemudian diarak melewati beberapa ruas jalan protokol hingga berakhir di Balai Desa Weragati.

Tak terkira kebanggaan yang dirasakan Idi. Tetapi, dia juga merasa tegang saat melihat anak keduanya itu mendapat tugas penting.

“Terus terang, ketegangan yang saya rasakan melebihi ketegangan saya saat duduk di kursi manajer ketika Lala bertarung. Masalahnya, ini event bersejarah dan sangat besar,” ungkap Idi.

Rasa bangga juga diungkapkan Lala. Siswi kelas 6 Sekolah Dasar itu tidak menyangka akan terpilih sebagai penyulut api PON. Apalagi Lala turut didampingi tujuh atlet legendaris, yakni Susi Susanti, Taufik Hidayat, Ade Rai, Tontowi Ahmad, Liliyana Natsir, Anton Suseno, dan Riesa Susanty. Walau berada di antara legenda olahraga Indonesia, Lala mengaku tidak gugup. 

Enggak, enggak gugup.  Berani aja dan fokus sama tugas yang diberikan,” kata Lala

Dua hal itu yang menjadi kunci keberhasilan Lala meraih prestasi yang gemilang.  Saat bertarung menghadapi lawan-lawannya di pertandingan, Lala tidak pernah merasa takut. Begitu pula ketika bertarung dengan karateka dari Jerman, yang dianggap sebagai lawan terberatnya di kejuaraan karate dunia.

“Pokoknya saya berani dan fokus, maju terus mengalahkan lawan dengan kecepatan dan tenaga yang full,” ujar Lala membeberkan rahasia keberhasilannya.

Prestasi Lala memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Di usianya yang masih belia, dia telah meraih juara di beberapa kejuaraan Karate tingkat daerah hingga dunia. Bahkan, prestasi pertamanya sebagai Juara Satu Kategori Kata Perseorangan Putri Usia Dini Kejuaraan Karate Inkai Pelajar se-wilayah 3 Cirebon, diraihnya saat Lala menginjak usia 7 tahun. Ketika itu, Lala baru empat bulan berlatih Karate dan masih mengenakan sabuk putih.

Saat menginjak usia 10 tahun, Lala berhasil menyabet juara satu pada kejuaraan International Banzai Cup Open 2015 di Jerman. Lala mengungguli 62 peserta lainnya di Kategori Kata Perseorangan Putri usia 12 tahun yang datang dari 34 negara di dunia.  Sebelumnya, Lala meraih juara satu Kategori Perorangan Putri kelas di bawah 28 kilogram pada Olimpiade Olahraga Siswa Nasional tingkat Sekolah Dasar (O2SN) 2015 di Makasar. Prestasi terakhir yang ia torehkan adalah menyabet dua medali emas pada kejuaraan Southeast Asia Karate Championship Susilo Bambang Yudhoyono Cup XIII 2016 di Jakarta. Hingga saat ini, total 35 prestasi telah dikumpulkan Lala dari berbagai kejuaraan 

Jatuh cinta pada karate di usia 6 tahun

BANGGA TERHADAP LALA. Ayah Lala (kanan), Iddi Sayidiman mengaku bangga putrinya yang baru berusia 12 tahun sudah berhasil mencapai prestasi dunia di cabang olah raga karate. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Sejak usia 1,5 tahun, Lala diasuh oleh ayahnya, Idi Sayiddiman. Lala terpisah dengan ibunya karena perceraian. Namun karena kondisi itulah Lala menjadi anak yang mandiri dan bermental tangguh.  

Ketertarikannya pada karate diawali saat ia melihat kakak dan ayahnya berlatih. Pada usia 6 tahun, Lala mulai ikut berlatih dan merasa jatuh cinta dengan ilmu bela diri asal negeri Sakura itu.

Pelatih Lala, Hendra Priatna, awalnya tidak melihat hal yang luar biasa dari Lala. Namun dari waktu ke waktu, Lala menunjukan semangat yang luar biasa, berbeda dengan anak-anak yang lain.  

“Lala punya semangat yang sangat tinggi, saat anak-anak lain mundur, Lala masih tetap semangat. Lala juga mau mendengarkan apa yang pelatih instruksikan. Dia tidak pernah menolak apa yang diperintahkan. Fisik dan mentalnya juga tergembleng dengan baik,” ujar Hendra bangga.

Menurut Idi, Lala diuntungkan dengan kondisi alam di desanya yang dekat pegunungan.  Kontur tanah yang berbukit-bukit membuat fisik Lala kuat dan tangguh.  Selain itu, mentalnya juga ikut terlatih dengan kedisiplinannya yang tinggi.

“Dia mau capek mengejar mimpinya, daya juangnya tinggi,” Idi menambahkan.

Keinginan Lala untuk menjadi juara dunia karate muncul ketika ia berusia tujuh tahun.  Saat itu, Lala melihat kakaknya kalah bertanding. Hal tersebut memotivasinya untuk tidak mengalami hal yang sama.  

Lala juga terinspirasi oleh sebuah tontonan televisi yang menceritakan keberhasilan seorang anak desa meraih juara dunia bela diri.

“Waktu itu Lala bilang, saya ingin jadi juara dunia karate. Alhamdulillah sekarang sudah tercapai,” cerita Idi.

Tapi cita-cita Lala tidak selesai sampai di situ. Lala mengaku masih ingin menggapai mimpi-mimpinya yang lain. Gadis yang selalu memperoleh rangking satu setiap kenaikan kelas itu, ingin menjadi juara PON, Sea Games, Asian Games, dan Olimpiade.  Lala nampaknya akan terus bermimpi seperti motto hidup yang ia pegang.

“Beranilah bermimpi setinggi mungkin karena kalau mimpi dikeluarkan dari hati yang paling dalam, maka alam akan mengikuti mimpi kita untuk mewujudkannya,” ujar Lala.

Kepada anak-anak Indonesia, Lala juga menyampaikan agar bisa meraih prestasi seperti dirinya.

“Jangan pernah berputus asa dalam mengejar mimpi kita, teruslah berusaha setinggi mungkin karena kalau berusaha pasti akan tercapai,” katanya. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!