Pemerintah ingin tarik pajak dari ‘endorser’ di media sosial, bagaimana caranya?

Aditya Hadi Pratama

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemerintah ingin tarik pajak dari ‘endorser’ di media sosial, bagaimana caranya?
Bagaimana sebaiknya pemerintah menarik pajak dari 'endorser' dan 'buzzer' di media sosial?

JAKARTA, Indonesia — Pemerintah Indonesia saat ini tengah gencar menggenjot penerimaan pajak. Dari target Rp1.355 triliun untuk 2016, Direktorat Jenderal Pajak baru berhasil mengumpulkan Rp656 triliun per 13 September lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan kalau penerimaan pajak di akhir tahun akan defisit Rp218 triliun dari target.

Untuk menekan kekurangan pajak tersebut, Ditjen Pajak pun melakukan berbagai usaha, seperti menyelenggarakan program pengampunan pajak (tax amnesty), hingga mengincar pajak dari perusahaan internet raksasa, Google

Tak berhenti sampai di situ, Ditjen Pajak kini juga melirik bisnis promosi (endorsement) yang marak terjadi di media sosial seperti Twitter, Instagram, dan YouTube.

“Bisnis marketplace online, daily deals, toko online dan endorsement, semuanya bisa dikenakan pajak apabila mereka mempunyai pendapatan yang harus dilaporkan,” kata Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal, baru-baru ini.

“Kami tengah berdiskusi bagaimana cara yang paling efektif untuk mendorong hal tersebut, serta berapa beban yang harus kami tetapkan untuk bisnis ini,” kata Yon.

 

Langkah awal yang dilakukan oleh Ditjen Pajak adalah dengan membandingkan aktivitas online para buzzer yang biasa menyediakan jasa endorsement di media sosial, dengan laporan pajak yang mereka berikan. 

Hal ini bahkan telah dialami oleh Ringgo Agus Rahman, seorang aktor dan endorser, yang mengaku telah dihubungi oleh kantor pajak di Bandung, Jawa Barat.

Pemain film Jomblo itu mengarakan bahwa petugas pajak yang menanganinya memberikan bantuan dan penjelasan yang lengkap. Ia pun mendukung langkah tersebut. 

“Kita [para endorser] tidak perlu khawatir tentang pajak apabila kita mendapat penghasilan dengan cara yang halal,” kata Ringgo, seperti dikutip dari media.

Meski demikian, menurutnya, Ditjen Pajak juga harus mempunyai skema yang jelas dalam mengincar pajak dari para endorser di media sosial.

“Dalam kerja sama dengan perusahaan besar, biasanya ada kontrak yang sudah termasuk pajak. Dan Ditjen Pajak juga harus tahu kalau ada beberapa promosi yang kami berikan secara gratis kepada teman, dan ada juga promosi yang ‘dibayar’ dengan barang,” ungkapnya.

Kritik terhadap upaya Ditjen Pajak menarik pajak dari para endorser di media sosial datang dari Sekretaris Menteri Koperasi dan UKM, Agus Muharram. Menurut Agus, mayoritas endorser merupakan anak muda kreatif yang sebenarnya justru membutuhkan bantuan dari pemerintah. 

Ia berharap aturan ini jangan sampai menghalangi bisnis mereka.

“Saya berharap anak muda dengan pendapatan yang kecil seperti mereka bisa dibebaskan dari pajak,” ujar Agus kepada media.—Rappler.com

Artikel ini sebelumnya diterbitkan di Tech in Asia

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!