Film dokumenter Nyat: Menguak krisis air di Bali

Iwan Setiadharma

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Film dokumenter Nyat: Menguak krisis air di Bali
Industri pariwisata penyebab privatisasi air di Bali

 

DENPASAR, Indonesia – Sebuah film dokumenter berjudul ‘Nyat’ diputar dalam acara Mabesikan Festival: Art for Social Change di Desa Budaya Kertalangu, Denpasar, Sabtu, 22 Oktober 2016.

Film yang digarap oleh Direktur Denpasar Film Festival (DFF) Agung Bawantara ini mengisahkan tentang krisis air yang kini sedang terjadi di beberapa daerah di Bali. 

“Nyat dalam bahasa Bali artinya surut. Nah medium Bali itu sekalian jadi warning yang langsung menyasar ke persoalan,” kata Agung Bawantara di Desa Budaya Kertalangu, Denpasar, Sabtu, 22 Oktober 2016.

Disajikan secara cover both side, Nyat menyuguhkan fakta ironis tentang air di Bali. Bahwa industri pariwisata ternyata begitu rakus menyedot air. Air yang semula menjadi hak publik pun kini mulai diprivatisasi.   

Padahal air adalah bagian dari ritual-ritual keagamaan yang seharusnya bisa dinikmati seluruh masyarakat Bali.  “Ada perusahaan besar datang menyedot saja, sumbernya diambil dari milik negara dan kita beli dengan harga yang relatif mahal,” katanya. 

Nyat, kata Agung, belum menceritakan kondisi air sepenuhnya di Bali. Karena film tersebut belum menceritakan semua daerah di Bali, termasuk Nusa Penida. 

Karena itu Agung berencana membuat film tersebut dalam dua versi, yakni versi panjang dan pendek. “Kami akan dalami sembari memperhalus versi panjangnya,” ujarnya.

Seorang penonton, Bob Situmorang, menilai film Nyat cukup menarik. Film dokumenter dengan tema krisis air bisa menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mempelajari lingkungan. “Ini kritik untuk kita semua,” katanya.

Bob juga mengatakan jika tema yang diangkat dari film ini tak semata soal air, tapi juga mencakup berbagai hal. “Krisis air dimensinya luas, politik, sosial, ekonomi, ketika sudah sadar yang ada perlawanan,” tuturnya.

Penonton lainnya, Fatima Gita Elhasni, juga turut mengapresiasi film Nyat. Menurut siswi kelas tiga SMA 3 Denpasar yang juga menggeluti ekstrakurikuler jurnalistik di sekolahnya itu, Nyat menyajikan sebuah kritik yang halus. “Angle yang bagus,” katanya.

Menurut dia yang menarik disimak dari film Nyat adalah saat wawancara narasumber yang juga merupakan pelaku industri yang melakukan privatisasi air. —Rappler.com

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!