Arsenal vs Manchester City: Tak ada lagi adaptasi

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Arsenal vs Manchester City: Tak ada lagi adaptasi
Sampai kapan Wenger tetap percaya "the Arsenal way"?

JAKARTA, Indonesia — Sir Alex Ferguson sudah mengingatkan Arsene Wenger sejak lama. Rivalnya saat masih membesut Manchester United itu memang sosok yang naif. Tidak bisa berubah. Dan selalu menyalahkan pihak-pihak lain. 

“Dia baru saja datang dari Jepang. Tahu apa dia?” kata Fergie saat persaingan keduanya baru dimulai pada 1996 silam, seperti yang dia tulis dalam buku otobiografinya. 

Wenger yang notabene “orang baru” di Liga Primer saat itu memang tiba-tiba sangat  “mengganggu”. Dia memprotes pembagian jadwal pertandingan yang tidak fair.

Dia juga mengkritik mengapa beban pertandingan satu klub dan yang lainnya tidak sama. Padahal, dia baru saja menginjakkan kaki di Highbury, kandang Arsenal sebelum pindah ke Emirates Stadium. 

Wenger juga mengeluhkan para pemainnya yang kelelahan. Dia tak bisa menerima bahwa pertandingan di Inggris bisa digelar pada Sabtu kemudian Rabu dan Sabtu lagi. Idealnya, jika Rabu mereka bermain seharusnya laga di akhir pekan dijatah pada Minggu-nya. 

“Seorang pelatih yang berpikir dia bisa memainkan 55 laga tanpa menyesuaikan beban pasukannya adalah kekonyolan,” kata Fergie menyindir manajer asal Perancis tersebut. 

Fergie mengatakan, Wenger seharusnya realistis. Liga Primer adalah liga yang sangat mengandalkan fisik. Seorang pemain bahkan sangat jarang bisa menghentikan bola cukup lama dengan kakinya. Karena lawan akan segera menerjangnya.

Wajah Liga Primer era 1990-an memang begitu lekat dengan kick and rush. Permainan sepak bola yang penuh kendali possession dan umpan-umpan indah belum menjangkiti publik Inggris. 

“Jika dia pintar, dia seharusnya membagi beban para pemainnya. Harus kompromi dengan situasi,” tambah Fergie.

Meskipun begitu, masih dalam buku tersebut, Fergie pada akhirnya angkat topi pada Wenger. Manajer yang datang dari klub Jepang Nagoya Grampus Eight itu akhirnya mampu berkompromi. Dia bisa menerima ketatnya jadwal sepak bola di negeri Ratu Elizabeth tersebut. 

“Saya senang Wenger bisa beradaptasi,” kata Fergie yang akhirnya memilih pensiun pada akhir musim 2013 tersebut. 

Keras kepala yang bertahan lama

Sayangnya, era-era awal Wenger tersebut bisa jadi yang pertama dan terakhir manajer 67 tahun tersebut beradaptasi.

Sejak saat itu, dia tumbuh menjadi pribadi yang keras kepala. Bukan dalam hal menindak anak buahnya yang bermain di bawah performa. Tapi keras kepala dalam memainkan sepak bolanya. Memainkan The Arsenal Way. Gaya yang selalu dia anggap sebagai pilihan permainan terbaik.

Wenger akan selalu memainkan sepak bola agresif. Menyerang dengan cepat, umpan-umpan pendek plus kombinasi terobosan, dan penguasaan bola yang dominan dan atraktif. 

Padahal, seperti juga dalam kehidupan, di sepak bola, tidak ada yang ajek. Semuanya berubah. The Arsenal Way yang berjaya pada 1997-1998 dan 2001-2002, mulai menemukan kebuntuan setelah gelar terakhir yang mereka raih pada 2003-2004. 

Pendekatan Wenger menjadi begitu mudah ditebak. Para arsitek baru yang membawa pendekatan anyar mulai menemukan siasat penjinak The Gunners. Dimulai dari Jose Mourinho, Fergie sendiri, Claudio Ranieri hingga yang datang belakangan seperti Juergen Klopp, Antonio Conte, dan Josep “Pep” Guardiola. 

Di tengah gempuran manajer-manajer anyar yang lebih muda, ambisius, dan banyak referensi, Wenger masih percaya bahwa The Arsenal Way akan mencapai prestasi tertingginya musim ini––kalaupun tidak, mungkin musim depan, atau musim depannya lagi, begitu seterusnya. 

Tidak hanya sifat keras kepala itu yang masih bertahan di benak Wenger. Sifat dia yang gemar menyalahkan pihak lain juga masih terus awet sampai sekarang. Jika Fergie sudah mengeluhkan itu sejak kali pertama dia datang, maka karakter itu terbukti masih tetap menjadi “penyakit” Wenger bahkan hingga 20 tahun berselang. 

Waktu yang terlalu panjang untuk sosok konservatif di salah satu industri paling dinamis di dunia. 

Memang, Wenger sejatinya juga sedikit mencoba pendekatan lain. Saat menghadapi Bayern Muenchen di fase grup Liga Champions musim lalu, misalnya.

Arsenal yang biasanya babak belur menghadapi sesama tim penggemar penguasaan bola tampil lebih dalam. Mereka lebih banyak menunggu bola dan bertahan. Hasilnya, Per Mertesacker dan kawan-kawan menang 2-0. Media Inggris menyebut bahwa Wenger telah berubah. 

Tapi, perubahan itu tak lama. Di putaran kedua fase grup, Arsenal kembali ke sifat lamanya. Membuat Bayern dengan mudah membayar hutang gol plus bunganya. Tim Bavaria membantai tim London Utara 5-1. 

Situasi yang sama kembali terulang dalam lanjutan Liga Primer. Arsenal kembali berhadapan dengan tim yang memiliki karakter hampir identik dengan mereka: Manchester City.

Laga di Emirates Stadium, Minggu, pukul 22.00 WIB tersebut memang tak lagi soal perebutan gelar juara. Tapi, Wenger tetap punya satu slot Liga Champions yang harus diperjuangkan. 

Situasi makin sulit bagi Arsenal karena mereka begitu mudah kalah dari tim-tim besar. Mereka keok atas Liverpool 3-4 dan 1-3, Chelsea 1-3, dan Manchester City 1-2. 

Keadaan semakin memburuk karena beberapa pemain kunci absen. Petr Cech dan Santi Cazorla absen karena cedera. Begitu juga Mathieu Debuchy. Kondisi lini belakang Arsenal bakal menjadi bulan-bulanan pasukan Pep. 

Dengan mental kerupuk khas pasukan Arsenal—dan Wenger tak bisa berbuat banyak dengan karakter tersebut—Pep masih bisa berusaha menyelamatkan  pasukannya musim ini. Satu kemenangan atas Arsenal bisa mengerek kembali posisi City di tiga besar klasemen sementara.

Sedangkan Wenger, dia masih percaya bahwa dirinya adalah pilihan terbaik Arsenal di kursi kepelatihan. “Masa depan saya sudah jelas. Saya tidak akan meninggalkan klub ini. Apapun yang terjadi,” katanya. 

Mungkin City bisa menyadarkan Wenger malam ini.—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!