Barcelona vs Juventus: Remontada terancam sia-sia

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Barcelona vs Juventus: Remontada terancam sia-sia
Juve jelas bukan PSG. Masalahnya, Camp Nou selalu memberi magis bagi tuan rumah.

JAKARTA, Indonesia — Juventus memiliki banyak keuntungan untuk bisa menaklukan Barcelona dalam leg kedua perempat final Liga Champions, Kamis, 20 April pukul 01.45 WIB di Camp Nou. 

Pertama, ini bukan laga perdana Massimiliano Allegri bersama Juventus saat menghadapi Barcelona. Dua tahun lalu, dia menghadapi raksasa Catalonia itu di partai puncak Liga Champions dan kalah telak 1-3.

Tapi Allegri, seperti umumnya pelatih asal Italia, selalu punya cara untuk melakukan counter strategyTidak harus bermain lebih baik dari lawan. Tapi bagaimana caranya agar lawan tidak menampilkan penampilan terbaiknya saja sudah cukup. 

Cara tersebut bisa menjadi pilihan bagi Allegri jika tidak ingin bernasib sama seperti PSG. Dalam kekalahan yang menyakitkan tersebut, pasukan Unai Emery itu mencoba mengulangi gaya permainan serupa seperti saat mereka menghancurkan Barca 4-0. Menyerang Barca dengan permainan agresif.

Ternyata, keadaan berbalik. Serangan frontal yang dilakukan PSG tak diimbangi dengan kinerja pertahanan yang tangguh. Lini tengah juga gagal membendung inisiatif serangan Barcelona. Akibatnya, mereka digelontor 6 gol. 

Pelajaran dari nasib PSG itu jelas tak bisa disepelekan Allegri. Di laga pertama, mantan pelatih AC Milan itu memasang empat strikernya dalam format 4-2-3-1. Kehadiran Paulo Dybala memberi dimensi berbeda daripada bentrok sebelumnya yang masih bersama Andrea Pirlo.

Dybala memberikan kreativitas di area akhir. Di kotak penalti Barca, pemain Argentina itu tak hanya mengurung pasukan Luis Enrique, tapi juga menghantui mereka dengan umpan-umpan terobosan tak terduga. 

Juve juga bermain dengan menekan penuh Andres Iniesta dan kawan-kawan sejak di daerah lawan.

Barca yang tak terbiasa mendapat tekanan seperti itu pun kebingungan. Apalagi ketika serangan via sayap buntu. Begitu juga di lini tengah yang sukses dihadang kuartet Dani Alves, Leonardo Bonucci, Giorgio Chiellini, dan Alex Sandro. 

Pertahanan yang ketat dan pressing game yang cemerlang dari Gianluigi Buffon dan kawan-kawan tersebut disempurnakan dengan kinerja lini depan yang tajam. 

Akurasi dan konversi tembakan terhadap gol juga tinggi. Dari lima tembakan ke arah gawang, tiga di antaranya berbuah gol. Bandingkan dengan Barcelona yang melepas 10 tembakan dan hanya 3 yang on target

Barca bakal berbeda 

Masalahnya, leg kedua kali ini digelar di salah satu “katedral” sepak bola indah: Camp Nou. Di sini Barcelona bisa tampil berbeda dibanding di stadion lainnya. Keunggulan Paris Saint-Germain (PSG) 4-0 di Paris, Perancis, di fase perempat final tak ada apa-apanya. Di Camp Nou, remontada alias semangat comeback yang digalang para pemain Barca menghancurkan wakil negeri anggur itu 6-1 atau agregat 6-5. 

Misi mengejar defisit 4 gol yang nyaris mustahil itu ternyata bisa diwujudkan saat pertandingan digelar di Camp Nou. 

“Setiap kali bermain di Camp Nou, mereka akan selalu menjadi Barcelona yang berbeda,” kata mantan gelandang AC Milan dan Barcelona Demetrio Albertini seperti dikutip Football Italia. 

Semangat yang sama juga diusung Barca di situasi yang hampir serupa kali ini. Marca, salah satu media olahraga utama di Spanyol, bahkan memberi tajuk cukup jelas dalam laga ini: Mission Impossible II.

Ya, laga perempat final ini ibaratnya misi mustahil jilid dua bagi Blaugrana. Mereka harus minimal menang 4-0 atas Juve jika ingin melenggang ke semifinal. Entrenador Barca Luis Enrique sudah mengirim pesan kepada para cules. “Jangan pergi sebelum laga berakhir. Lihat saja setelah menit ke-80,” katanya seperti dikutip Marca. 

Lelaki asal Gijon tersebut juga menambahkan, demi menyukseskan Mission Impossible kali ini, dia sudah siap dengan skenario mencetak 5 gol. Jaga-jaga jika Juventus pada akhirnya bisa membobol gawang Marc-Andre ter Stegen. 

Namun, Enrique harus sadar bahwa Juve bukan PSG. Juve adalah salah satu tim dengan kinerja pertahanan terbaik di Eropa. 

Di level domestik, La Vecchia Signora hanya kebobolan 20 gol sepanjang 32 pekan. Sebaliknya, gawang Barca sudah tembus 30 gol dengan jumlah bermain yang sama. 

Bahkan, di jajaran elit liga-liga utama Eropa, Juve adalah tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit nomor dua setelah Bayern Muenchen. Tim Bavaria itu baru dibobol 15 kali atau hanya berjarak 5 gol dari Juve. 

Begitu juga di level Liga Champions. Juventus paling sedikit dibobol. Gawang Buffon hanya 2 kali ditembus lawan. Bandingkan dengan Barca yang gawangnya sudah menjadi bulan-bulanan lawan. Ter Stegen harus menderita 10 kali kebobolan. Jumlah yang terlalu besar untuk tim yang sedang mengejar gelar juara. 

Kinerja pertahanan yang begitu solid itu mendapat acungan jempol dari mantan direktur olahraga Sevilla Monchi. “Dalam hal pertahanan, Juve tidak seperti PSG,” kata Monchi. 

Bahkan, menurut dia, kuartet bek Juve adalah salah satu yang terbaik di Eropa. Jika dua jantung pertahanan dikawal bek terbaik dunia seperti Chiellini dan Bonucci, di sisi sayap juga ada Dani Alves, mantan pemainnya di Sevilla. 

Dani Alves tak hanya tangguh dalam bertahan. Tapi juga memiliki kemampuan membaca permainan yang bagus. Dia juga memiliki inisiatif gerakan yang bagus. Seperti saat pemain Brasil itu menjadi bagian dari tim Blaugrana terbaik sepanjang masa di bawah Pep Guardiola.

“Barcelona akan mengulangi cara yang sama untuk comeback. Tapi, saya kira situasinya akan lebih kompleks,” katanya.—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!