UPR masih terganjal isu LGBT dan minoritas

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

UPR masih terganjal isu LGBT dan minoritas
Isu yang dipermasalahkan selalu berulang setiap sidang UPR

JAKARTA, Indonesia – Secara periodik, Indonesia mengikuti sidang Universal Periodic Review (UPR) bersama Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss. Dalam sidang bulan Mei lalu, Indonesia mendapatkan 225 rekomendasi untuk peningkatan HAM di tanah air.

Meski demikian, hanya 150 saja yang diterima dan akan menjadi produk kebijakan, dan sisanya akan ditunda. “Kita lihat rekomendasi yang kebijakannya secara riil dapat diimplementasikan di Indonesia, disesuaikan dengan konteks kapasitas dan kapabilitas kita,” kata Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Dicky Komar di Jakarta pada Selasa, 25 Juli 2017.

Ia merujuk pada rekomendasi terkait kelompok orientasi seksual dan identitas gender non-arus utama (SOGI). Indonesia yang dipandang tidak ramah terhadap warga homoseksual seringkali mendapatkan rekomendasi perbaikan kebijakan HAM di bidang ini.

Namun, rekomendasi ini kerap kali ditunda dengan alasan tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Dicky mengatakan masih butuh waktu dan proses yang lama untuk akhirnya membuat kebijakan di bidang ini.

“Seperti menggeser paradigma serta konsultasi dengan berbagai pihak, dari tataran individu hingga kelembagaan,” kata dia. Perlu juga penyelarasan dengan rencana aksi nasional HAM pemerintah serta prioritas.

Isu langganan

Komisioner Komnas HAM Nurkhoiron mengatakan isu hak asasi yang selalu direkomendasikan di sidang UPR kerap kali berulang. Selain SOGI, topik langganan lainnya adalah hak masyarakat Papua, penghapusan hukuman mati, serta revisi KUHP dan KUHAP.

“Pemerintah harus terus mendorong agar isu-isu itu didiskusikan di setiap tataran pemangku kepentingan, bersama dengan pihak terkait. Supaya harapannya pada UPR selanjutnya isu itu tidak lagi semuanya muncul,” kata dia.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah mengatakan kalau seluruh rekomendasi tersebut datang dari delegasi PBB yang mengamati kondisi HAM di Indonesia. “Maka harus ditindaklanjuti dengan serius,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Human Rights Watching Group (HRWG) Muhammad Hafiz menilai tindak lanjut atas rekomendasi ini sangat berdampak pada masa depan situasi kelompok minoritas dan rentan di Indonesia. Seperti hak-hak perempuan, kelompok disabilitas, kelompok minoritas agama dan kepercayaan, kelompok penduduk asli dan masyarakat adat, dan warga LGBT.

Kelompok tersebut masih sering mendapat perlakuan diskriminatif hingga kekerasan sehari-hari karena dipandang berbeda. Bahkan, tak jarang perlakuan ini justru didorong oleh pemeritah lewat peraturan dan pernyataan yang diskriminatif.  —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!