Membuat perubahan sosial melalui dokumenter

Adrianus Saerong

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Membuat perubahan sosial melalui dokumenter
GoodPitch2 akan menampilkan 4 karya dokumenter dari Asia Tenggara di Goethe Institut, Jakarta, pada 4 Mei 2017

 

JAKARTA, Indonesia — Menonton film dokumenter kerap dianggap membosankan. Apalagi jika disandingkan dengan film-film layar lebar buatan Hollywood dengan special effects yang menggelegar.

Padahal, dokumenter memiliki peran yang cukup penting dalam industri film. Melalui dokumenter, isu-isu penting yang dianggap tabu dapat disebarkan kepada khalayak luas agar lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Pusat kebudayaan Goethe Institut di Jakarta Pusat akan menjadi ruang bagi film-film dokumenter di Asia Tenggara yang memberikan dampak penting terhadap sekitarnya. 

Empat sutradara dokumenter dari 3 negara di ASEAN akan diberikan ruang untuk menayangkan karya mereka, sekaligus membangun koneksi untuk mencapai dampak yang mereka tuju pada Kamis, 4 Mei. 

GoodPitch2 Southeast Asia, sebagai organisasi penyelenggara sekaligus kurator film dokumenter, telah memilih 4 film untuk ditayangkan. Ini adalah kali pertama acara seperti diselenggarakan di Asia Tenggara, setelah sebelumnya pada 2015 di Inggris.

Tahun ini, awalnya ada sekitar 80 film yang masuk ke GoodPitch2, namun hanya 4 yang dianggap menjadi karya-karya krusial yang memiliki nilai sosial dan kemanusian dengan eksekusi terbaik secara sinematografi.

Karya-karya tersebut yaitu Song For My Children (Indonesia), Intuition (Singapura), Audio Perpetua dan Sunday Beauty Queen (Filipina).

Menyalurkan pesan melalui dokumenter

Screenshot dari trailer dokumenter asal Filipina, 'Sunday Beauty Queen'. Foto dari GoodPitch2

Lewat acara ini, GoodPitch2 berharap dapat membantu para pembuat film untuk mendapatkan ruang menyalurkan karya serta pesan mereka yang diekspresikan dalam bentuk dokumenter.

“Acara ini nantinya akan diadakan secara rutin, dua tahun sekali, karena kami ingin memberi ruang bagi film-film yang sudah terpilih sebelumnya untuk mencapai target mereka dan mengubah kondisi sekitar,” kata Amelia Hapsari, nominator Film Maya 2014, yang juga terlibat dalam GoodPitch2.

GoodPitch2 merupakan sebuah organisasi dunia yang memberikan tempat bagi pembuat film dokumenter untuk mencapai keinginan mereka. Sejak 2008, sudah 3.000 organisasi lain yang terlibat dan ikut memberikan dukungan untuk karya-karya yang ditayangkan.

Tahun ini untuk pertama kalinya mereka melebarkan sayap ke Asia Tenggara serta menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah.

Sebagai penyelenggara, GoodPitch2 mengatakan, kebanyakan negara di Asia Tenggara tidak memiliki lembaga yang mendukung pertumbuhan karya-karya dokumenter. Oleh karena itu, mereka mengadakan acara ini untuk mengembangkan dokumenter yang independen dan diharapkan dapat menjangkau lebih banyak pemirsa. 

Pada kesempatan kali ini, para pembuat film mendapatkan bimbingan khusus untuk mencapai target pemirsa mereka — dan memberikan perubahan. Mereka juga ikut menentukan siapa saja orang-orang yang akan diundang ke dalam acara, agar sesuai dengan sasaran.
“Tujuan kami adalah memberikan dampak sosial, ini kenapa karya-karya yang kami minta dari mereka adalah feature length atau di atas 60 menit. Andai cuma 20 menit, terkadang pesannya tak sampai di layar,” kata Amel.

Outreach Director goodpitch2 Asia Tenggara Mandy Marahimin menambahkan, banyak kasus di mana para sutradara film dokumenter muncul lalu tenggelam setelah menelurkan karya mereka.

“Nanti setelah acara mereka tetap dapat bimbingan. Ada kejadian di mana kasusnya naik hanya sebentar, terus hilang dimakan agenda media. Itu semoga tidak terjadi lewat bimbingan ini, jika sudah tidak diliput media, mereka akan tetap bisa bergerak lewat hal lain dan juga bantuan orang-orang yang tertarik pada acara minggu depan,” kata Mandy.

Keempat film yang dipilih oleh tim kurator juga memiliki konteks tersendiri di Indonesia. Song for My Children yang berasal dari Indonesia menceritakan tentang kehidupan para keluarga korban pembantaian 1965 lewat paduan suara.

Sedangkan Intuituion dapat memberi tinjauan ulang pada kebijakan Ujian Nasional di Singapura. Sementera Audio Perpetua mengedapankan hak dan sarana-prasana bagi kaum disabilitas khususnya tunanetra di Filipina.

Sedangkan Sunday Beauty Queen bercerita tentang kehidupan tenaga kerja asing asal Filipina di Bangkok, Thailand. Hal ini diharapkan bisa mengetuk para pembuat kebijakan untuk memperhatikan lebih baik lagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Dari semua karya yang dipilih, baru Sunday Beauty Queen yang sudah selesai proses produksi dan telah tayang di berbagai layar. Sementara Song For My Children telah merilis versi pendek berdurasi 30 menit sebelum melanjutkan proyek mereka yang diperkirakan memakan dana Rp1,5 miliar.

Oleh karena itu, acara ini diadakan demi membantu para pembuat film mampu menyelesaikan proyek mereka agar karya dapat disebarluaskan dan menyampaikan pesan kepada audiens yang lebih besar.

Acara di Goethe-Institut Jakarta sendiri akan dimulai pada Kamis, 4 Mei, sejak pukul 8:00 WIB hingga 17:00 WIB dengan Song For My Children menjadi sajian pertama dari Goodpitch2 Asia Tenggara. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!