Rangkaian kasus diskriminasi terhadap LGBT dalam perguruan tinggi

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Rangkaian kasus diskriminasi terhadap LGBT dalam perguruan tinggi
Menurut laporan SGRC, dalam kurun waktu 2015 hingga 2017, telah terjadi setidaknya 9 kasus serupa

JAKARTA, Indonesia — Peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini tercoreng oleh persyaratan sebuah universitas yang dianggap mendiskriminasi kaum minoritas.

Melalui akun media sosialnya, Universitas Andalas di Padang, Sumatera Barat, mengunggah persyaratan penerimaan mahasiswa baru yang wajib menyerahkan Surat Pernyataan Bebas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) pada awal April lalu.

Sontak, pengumuman tersebut memancing reaksi masyarakat. Manajemen Universitas Andalas pun menghapus kalimat “Wajib menyerahkan surat pernyataan bebas LGBT” pada 30 April. 

(BACA: Syarat masuk Universitas Andalas: harus bebas LGBT)

Support Group and Resource Center on Sexuality (SGRC) Indonesia turut mengecam kebijakan tersebut. 

“Kampus seharusnya menjadi ruang terbuka untuk diskusi umum, dan universitas negeri khususnya menjamin akses pendidikan yang rata bagi semua warga Indonesia tanpa membedakan kelas ekonomi maupun kelas sosial berdasarkan gender,” kata Ferena founder dan chairperson SGRC Ferena Debineva melalui pernyataan tertulis yang diterima Rappler pada Kamis, 4 Mei.

Kejadian ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Menurut laporan SGRC, dalam kurun waktu 2015 hingga 2017, telah terjadi setidaknya 9 kasus serupa. 

Isu penolakan LGBT di kampus sempat mencuat dan ramai diperbincangkan pada 2016 lalu ketika Universitas Indonesia melarang penggunaan nama UI untuk komunitas pendukung LGBT di kampusnya. Kejadian tersebut berbuntut panjang dan membuat Menteri Riset dan Teknologi dan Perguruan Tinggi M. Natsir memberi pernyataan yang melarang LGBT masuk kampus.

(BACA: UI minta studi klub seksualitas tak gunakan nama dan logo kampus) 

“Berbagai penolakan ini menunjukkan bahwa Indonesia sepertinya masih jauh tertinggal untuk menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan memberikan hak pendidikan bagi tiap-tiap warganya,” kata Ferena.

Ia melanjutkan, seiring peringatan Hari Pendidikan Nasional, masyarakat Indonesia masih harus bertanya, “Mengapa universitas menolak isu-isu kontroversial dan tidak mau menjadikan wilayah kampus sebagai tempat untuk mengembangkan diskursus?”

“Mengapa di era globalisasi ini kita masih tidak bisa membedakan ranah pengetahuan dan agama, dan yang terpenting mengapa kita melarang orang lain untuk mendapat hak pendidikannya?”

Berikut adalah rangkaian kasus diskriminasi terhadap kaum LGBT dalam perguruan tinggi menurut pantauan SGRC:

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!