Afi: Benih radikalisme sudah ditanam sejak dini di sekolah

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Afi: Benih radikalisme sudah ditanam sejak dini di sekolah
Afi Nihaya Faradisa mengatakan, sistem pendidikan Indonesia terlalu berorientasi pada nilai, sehingga menyebabkan guru memaksakan pengetahuan pada murid-murid

YOGYAKARTA, Indonesia — Asa Firda Inayah mengaku sempat bingung ketika akun Facebook-nya diblokir tak lama setelah mengunggah tulisan berjudul Warisan. Namun setelah 24 jam, akun Facebook dengan nama penanya, Afi Nihaya Faradisa, kembali bisa diakses. 

Akun tersebut ia gunakan untuk literasi keberagaman di Indonesia. Afi, panggilannya, merasa sistem pendidikan dasar di negeri ini ikut menunjang terhadap konflik antar agama dan kepercayaan yang sedang marak muncul saat ini.

Menjadi pembicara dalam diskusi kebangsaan bertajuk “Saya Indonesia, Saya Pancasila” di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), pada Senin, 29 Mei, Afi memaparkan pandangannya tentang agama, keberagaman, dan konflik antar agama yang terjadi di Indonesia. 

“Benih radikalisme ditanamkan sejak pendidikan paling bawah, di sekolah, oleh gurunya sendiri. Diajari untuk mendiskriminasi.”

Perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA-nya itu resah dengan sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai, tetapi melupakan ilmu pengetahuan. Dalam sistem yang menurutnya memaksakan ilmu pengetahuan kepada murid itu, guru terkadang terlibat dan memperkeruh konflik antar agama. 

“Benih radikalisme ditanamkan sejak pendidikan paling bawah, di sekolah, oleh gurunya sendiri. Diajari untuk mendiskriminasi,” kata Afi menjawab pertanyaan salah satu peserta diskusi.

Menurut perempuan yang membaca buku sedikitnya tiga buku dalam sepekan itu, fenomena guru yang menanamkan anti-keberagaman juga didapati di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Sistem pendidikan yang berorientasi pada nilai, menurutnya, menjadi salah satu penyebab guru memaksakan pengetahuan pada siswanya. 

“Sebaiknya guru tidak berorientasi pada nilai tetapi pada ilmu pengetahuan,” kata perempuan berusia 19 tahun itu. 

Salah satu cita-cita Afi adalah bertemu Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan menyampaikan keinginannya untuk mengubah sistem pendidikan saat ini. 

Suka narsis dan baru diputus pacar

WARISAN. Afi (kanan) saat menjadi pembicara diskusi kebangsaan di UGM, pada 29 Mei 2017. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Selain menjawab pertanyaan tentang tulisan keberagaman, Afi juga menjawab sejumlah pertanyaan tentang Facebook-nya yang diblokir. Dia mengaku sempat bingung ketika Facebook-nya tak bisa diakses. Hal yang dilakukan adalah membuat laporan pada Facebook serta bertanya pada sejumlah temannya yang lebih paham tentang teknologi informasi. 

“Saya tak punya kapasitas menjawab mengapa Facebook saya diblokir. Yang jelas Facebook saya diblokir selama 24 jam. Kemudian saya bisa membukanya kembali,” katanya.

Akun Facebook-nya sempat diblokir tak lama setelah tulisan berjudul Warisan diunggah. Tulisan itu kini telah dibagikan hingga lebih dari 70 ribu kali. Menurutnya, akun Facebook-nya lebih banyak berisi tulisan dibandingkan foto diri. Meskipun dia juga mengaku narsis dan sesekali mengunggah foto dirinya. 

“Saya juga narsis dan selfie, saya berkali-kali take foto, sampai kemudian ada yang paling kece dan di-upload,” katanya. 

Kegemarannya dalam bermain Facebook menurutnya sempat direspon negatif oleh orangtuanya. Namun sikap itu kemudian luntur setelah orangtuanya tahu bagaimana Afi menggunakan akun Facebooknya. 

Nduk [panggilan Jawa untuk anak perempuan], jangan lama-lama [main Facebook[. Tapi setelah orangtua mengerti ini untuk berbagi, mereka kemudian mendukung,” kata Afi, menirukan perkataan orangtuanya.

Selain Facebook, Afi menuturkan tentang kehidupan pribadinya. Remaja yang mengidolakan penyanyi pop Taylor Swift itu mengaku dirinya baru saja diputus oleh kekasihnya pada Februari lalu. 

“Saya dengan bangga mengatakan bahwa saya diputus,” katanya sambil tertawa kecil. 

Dia mengaku tak tahu apa sebabnya kekasihnya memutuskan hubungan tersebut. 

“Dia bilang, kamu [Afi] terlalu baik buat aku. Masa tidak ada alasan lain yang lebih rasional sih,” kata Afi disambut tawa pengunjung diskusi. 

“Saya sama dia berbeda pandangan tentang banyak hal, pandang politik dan keagamaan,” imbuhnya dalam sesi wawancara sesuai diskusi.

Kini Afi sedang menunggu untuk masuk ke perguruan tinggi pilihannya. Dia mengaku mendapatkan undangan dari dua perguruan tinggi di Jember dan Yogyakarta. Afi berkeinginan melanjutkan pendidikan salah satunya di bidang psikologi. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!