Masjid Ramlie Musofa, bentuk kecintaan ala Taj Mahal

Wirawan Perdana

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Masjid Ramlie Musofa, bentuk kecintaan ala Taj Mahal
Selain arsitekturnya yang indah, Masjid Ramlie Musofa juga tidak menggunakan pengeras suara karena berlokasi di dalam lingkungan etnis Tionghoa

 

JAKARTA, Indonesia — Bangunan megah berwarna putih itu mencuri perhatian saya ketika melintasi kawasan Danau Sunter Raya Selatan, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Warna bangunan itu serba putih dan berdiri kokoh di deretan perumahan elite yang berseberangan dengan daerah perkampungan yang dipisahkan oleh Danau Sunter. Apabila tidak membaca tulisan yang terpampang di bagian depan, kebanyakan orang mungkin tidak akan menyangka kalau bangunan ini adalah sebuah masjid.

Masjid Ramlie Musofa. Begitulah nama yang terpampang di gerbang masuk. Masjid ini dibangun oleh seorang mualaf keturunan Tionghoa bernama Haji Ramli Rasidin. Usianya masih baru; dibangun pada 2015 dan diresmikan menjelang bulan Ramadan tahun lalu.

Ketika memasuki gerbang masjid, Anda akan disambut oleh petugas keamanan masjid yang menyapa dengan ramah. Mereka akan selalu mengucapkan “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” (Semoga keselamatan dan rahmat Allah, serta keberkahan-Nya terlimpah kepada kalian).

MASJID. Masjid Ramlie Musofa berwarna serba putih menarik perhatian pengunjung yang melewati Danau Sunter, Jakarta Utara. Foto oleh Wirawan Perdana/Rappler

Singgahlah untuk salat, beriktikaf, atau sekadar untuk berfoto, maka orang-orang akan mengira Anda sedang berada di Taj Mahal. Mengapa tidak? Arsitektur masjid ini sangat menyerupai Taj Mahal di India. 

“Taj Mahal itu dibangun atas kecintaan seorang raja terhadap istrinya. Begitu pun Pak Haji [Ramli] membangun masjid ini berharap bahwa beliau pun mencintai Allah dan rasul-Nya, mencintai Islam, dan mencintai keluarganya,” ujar Asep, salah satu pengurus Masjid Ramlie Musofa. 

Kecintaan Haji Ramli terhadap keluarganya diwujudkan melalui nama masjid ini, yang merupakan singkatan dari nama-nama anggota keluarganya, yakni Ramli Rasidin sendiri; istrinya, Lie Njoek Kim; serta ketiga anaknya; Muhammad Rasidin, Sofian Rasidin, dan Fabianto Rasidin. 

Masjid ini memiliki tiga lantai. Lantai dasar digunakan untuk wudu dan ruang salat wanita, lantai kedua adalah ruang salat utama, dan lantai ketiga adalah ruang salat tambahan jika tidak muat di ruang salat utama.

MANDARIN. Bukan hanya aksara Arab dan terjemahan bahasa Indonesia saja yang menghiasi Masjid Ramlie Musof,, tetapi juga aksara Mandarin. Foto oleh Wirawan Perdana/Rappler

Selain arsitekturnya yang menyerupai Taj Mahal, ada satu hal lagi yang membuat masjid ini mencolok dan berbeda dari masjid pada umumnya. Anda tidak hanya akan menemukan aksara Arab dan terjemahan bahasa Indonesia saja yang menghiasi kompleks masjid ini, tetapi juga aksara Mandarin dari Tiongkok. Mulai dari papan nama di depan, surah Al-Qariah, hingga ukiran surah Al-Fatihah di sisi kiri dan kanan tangga pintu masuk, yang juga tertera di tembok dekat mimbar.

“Supaya ketika turis dari China [Tiongkok] datang ke masjid ini untuk berkunjung, mereka bisa baca,” kata Asep.

Keunikan Masjid Ramlie Musofa tidak hanya itu saja. Ada satu hal lagi yang membuat masjid ini berbeda. Tidak seperti masjid pada umumnya, Masjid Ramlie Musofa tidak menggunakan pengeras suara saat azan. Ini memang sudah menjadi kesepakatan bersama warga setempat sebelum masjid ini didirikan.

“Ya, sebagai wujud toleransi antarumat beragama,” kata Asep.

MUAZIN. Masjid Ramlie Musofa tidak menggunakan pengeras suara saat azan. Foto oleh Wirawan Perdana/Rappler

Masjid Ramlie Musofa terletak di kompleks perumahan di daerah Sunter, daerah yang mayoritas warganya adalah etnis Tionghoa. Sebelum dibangun, pengurus dan RT/RW setempat menyebarkan surat pemberitahuan bahwa akan didirikan sebuah masjid di kompleks perumahan itu.

Pengunjung masjid ini pada hari-hari biasa tidak seramai dengan pengunjung pada hari Jumat, hari saat laki-laki muslim difardukan salat Jumat, atau saat bulan Ramadan. Pengunjung didominasi oleh warga luar Sunter yang kebetulan sedang melewati kawasan Sunter, lalu singgah di masjid ini untuk beribadah. Seperti Tri dan suaminya, misalnya. 

SELFIE. Seorang jemaah berselfie usai melaksanakan ibadah salat Ashar. Foto oleh Wirawan Perdana/Rappler

“Kebetulan kita emang lagi ada keperluan di Sunter, ya sekalian lihat masjid ini sih, mau sekalian salat, dan segala macam,” ujar Tri, yang datang bersama suaminya dari Jakarta Timur.

Banyak juga jemaah yang tertarik berkunjung karena melihat unggahan teman-teman mereka di media sosial atau bahkan liputan media.

Jemaah yang selesai menunaikan salat biasanya akan menghabiskan waktu untuk berfoto di area masjid, seraya menikmati sensasi seolah sedang berada di Taj Mahal. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!