Surat untuk anakku: Maaf dan terima kasih

Afriza Hanifa

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Surat untuk anakku: Maaf dan terima kasih
Surat ini adalah pemenang kompetisi menulis dalam rangka Hari Anak Nasional yang Rappler adakan

Assalamu’alaikum anakku, 

Surat ini berasal dari Ummah, ibu yang selalu memiliki cinta segenap jiwa, untukmu, tanpa syarat dan tanpa iba. Entah di usia berapa kau membaca surat ini. Ummah menulis di antara kegelapan malam, sembari memandangimu terlelap dengan indahnya.

Saat Ummah menulis surat ini, usiamu hampir genap tiga tahun dalam hitungan hari ke depan. Tulisan ini adalah ungkapan memori dan hati untuk mengenang masa-masa menakjubkan sejak melahirkanmu. Bahkan sebetulnya, sehelai surat tidaklah cukup untuk mengatakan semuanya. Akan tetapi, butuh jutaan buku untuk menuliskannya.

Faruq, putraku, jika orang bilang anak adalah buah hati seorang ibu, maka kau lebih dari itu. Kau adalah inti hatiku, kedalaman jantungku yang membuatnya terus berdetak. Ummah tidak berlebihan mengatakannya. Detak jantung itu pernah berhenti barang sedetik ketika kau tiba-tiba jatuh dari tempat tidur yang tinggi saat usiamu baru hitungan pekan. Pun saat kau tiba-tiba terjungkal dan tertimpa sepeda di usia tahun kedua. Banyak momen menghantam jantung hati Ummah yang pasti telah kau lupakan saat dewasa.

Apa kau tahu, saat itu kau sangat lucu dan pintar. Ummah hanya menempelkan huruf dan angka di dinding tempatmu bermain. Tak butuh waktu lama untukmu menghafal semuanya. Ibu-ibu teman sepermainanmu bahkan merasa iri melihatnya. Kau pun mengenal semua warna ketika teman seusiamu masih menangis dan merengek. Kau selalu berbicara ini dan itu hingga memecah tawa setiap orang yang mendengarnya.

Lebih dari semua itu, kau selalu berbagi mainan kepada teman-temanmu dan tak pernah menyakiti mereka. Kau bahkan gemar menyapa dan mengajak mereka bermain ke rumah meski pada akhirnya mainanmu menjadi kotor, berantakan dan tak sedikit yang rusak. Namun kau tak pernah menangisinya dan keesokan hari kembali mengajak mereka bermain.

Ummah berharap, kau selalu menjadi anak manis seperti itu bahkan meski usiamu telah menginjak belasan bahkan puluhan. Tak perlu bersikeras untuk meraih sesuatu, percayalah bahwa Allah memberimu kecerdasan. Yang perlu kau lakukan hanyalah berusaha lebih giat lagi. Jangan lupakan hati untuk menebar kebaikan di manapun kau berada. Percayalah bahwa Allah selalu membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih baik lagi.

Wahai putraku yang sejuta sayangku kau miliki, apa kau tumbuh dewasa dengan bahagia? Apakah Ummah masih ada di sampingmu saat kau membaca surat ini? Pertanyaan-pertanyaan itu adalah sebuah kekhawatiran terdalam yang selalu Ummah rasakan sejak kau terlahir di dunia. Masih teringat dalam benak Ummah di tiga malam pertama sejak kelahiranmu, air mata berlinangan deras hanya karena khawatir apa kau bisa hidup dengan baik jika Ummah tiba-tiba tak ada di sisimu. Sungguh sebuah kekhawatiran semu namun berhasil membuat mata Ummah sembab di pagi hari hingga nenek dan kakekmu merasa khawatir.

Ketahuilah, Nak, Ummah memiliki sebuah doa spesial yang tak pernah lekang di setiap sujud, yakni doa agar kau diberi umur panjang yang berkah dan tumbuh menjadi seorang pria yang selalu berjalan lurus tanpa goyah sekalipun. Doa itu bahkan sering kali melupakan Ummah untuk meminta kesempatan agar dapat menjagamu, mendidikmu, dan mencintaimu hingga terkabulnya doa spesial itu. Jika Ummah dianugerahi kesempatan, maka Ummah akan memilih untuk mencintaimu dengan cinta yang lebih banyak agar kau bisa selalu mengingat dan menyayangi Ummah, sebagaimana Ummah yang selalu mengingatmu dan menyayangimu detik demi detik, tahun demi tahun.

Jika berandai-andai tentang sebuah kesempatan, maka Ummah ingin mengulang waktu. Ummah ingin berusaha lebih keras agar dapat meminum suplemen dan makanan bergizi saat kau berada di rahimku. Maafkan Ummah yang selalu saja muntah dan tak bertenaga sejak hari pertama kehamilan bahkan menjelang kelahiranmu. Akibatnya, tubuhmu sangat mungil saat berjumpa dengan dunia.

Jika waktu benar-benar dapat diulang, maka Ummah ingin berusaha lebih giat agar kau dapat berlarian sepuasnya di tanah lapang, bermain hujan dan berkotor ria, membongkar semua isi lemari, menumpahkan air dan menjadikannya genangan, mengejar dan menangkap serangga liar, hingga memanjat jendela dan lemari. Kenyataannya, kau selalu terbatas untuk melakukan semua itu hanya karena alasan lelah yang Ummah rasakan. 

Maafkan Ummah yang terlalu lemah hingga terus saja mengeluh lelah karena harus mengurusmu sembari mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri. Ummah selalu saja merebahkan diri dan enggan bermain denganmu seusai membersihkan rumah, memasak, merapikan barang, hingga mencuci dan menyetrika baju. Andai Ummah tak mudah lelah, perkembangan motorik kasarmu mungkin akan jauh lebih baik. Kau tak perlu lagi kesulitan saat menyeimbangkan badan, melompat tinggi, dan mengayuh sepeda.  

Sayangnya semua itu tak mampu diulang. Ummah selalu menyesal di pagi hari karena tak berbuat lebih banyak untukmu di hari kemarin. Demikian hari demi hari berlalu hingga kau tumbuh besar tanpa Ummah sadari. Setiap tahun yang Ummah lalui bersamamu seakan hanya berlangsung sekedipan mata, teramat singkat. Kau bertambah usia dan Ummah bertambah tua. Kau bertambah besar dan Ummah bertambah bahagia.

Hanya ada dua kata dari Ummah yang perlu selalu kau ingat; maaf dan terima kasih. Maafkan Ummah yang tak pernah sempurna menjadi ibumu dan terima kasih karena kau selalu menjadi anak sempurna untukku. Ummah selalu mencintai dan menyayangi Faruq.

Salam kecup dengan sarat doa untukmu Faruq, anakku. —Rappler.com

Surat untuk anakku: Maaf dan terima kasih adalah pemenang kompetisi menulis dalam rangka Hari Anak Nasional yang Rappler adakan. 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!