FemFest 2017: Pengetahuan mendalam tentang feminisme dan perjuangan kesamaan gender

Dzikra Fanada

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

FemFest 2017: Pengetahuan mendalam tentang feminisme dan perjuangan kesamaan gender
FemFest 2017 akan digelar di SMA 1 PSKD, Jakarta Pusat, pada 26-27 Agustus

JAKARTA, Indonesia — Melanjuti aksi Women’s March yang telah sebelumnya digelar pada Maret tahun ini, Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG) mengadakan Feminist Fest yang akan diselenggarakan pada 26-27 Agustus di SMA 1 PSKD, Salemba, Jakarta Pusat.

Ketua Komite FemFest 2017 Anindya Restuviani mengatakan, acara ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai feminisme dan isu-isu lintas sektornya. 

“Acara ini juga ingin mengajak peserta untuk menjadi lebih aktif untuk turut serta dalam pergerakan dan perjuangan menuju indonesia yang berkeadilan gender,” kata Anindya kepada Rappler.

“Indikator kesetaraan gender bukan hanya berapa banyak anak perempuan yang sekolah, atau berapa banyak wanita karir yang ada di Indonesia, namun lebih kepada pilihan dan kesempatan yang diberikan kepada kita semua.”

Ia menyebutkan, feminisme bisa membantu kita sebagai masyarakat Indonesia untuk memenuhi hak keadilan gender dan membebaskan semua orang untuk dapat memilh apa yang terbaik bagi mereka. Sayangnya, menurut Anindya, belum banyak yang memahami feminisme karena lemahnya pendidikan mengenai feminisme di Indonesia.

Bagi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, mungkin sudah banyak mengerti mengenai feminisme dan kesetaraan gender. Tetapi, hal tersebut belum tentu terjadi di daerah kecil yang memiliki pandangan buruk mengenai feminisme.

“Indikator kesetaraan gender bukan hanyalah berapa banyak anak perempuan yang sekolah, atau berapa banyak wanita karir yang ada di Indonesia, namun lebih kepada pilihan dan kesempatan yang diberikan kepada kita semua,” ujarnya.

Acara ini sendiri memilih anak muda sebagai target utamanya. Alasannya, karena anak muda merupakan penerus bangsa, sehingga penanaman nilai-nilai feminisme sebaiknya ada dalam diri mereka. Meskipun tetap yang diharapkan adalah masyarakat umum bisa memahami betul mengenai feminisme dan kesetaraan gender. 

Ada banyak kegiatan yang disiapkan untuk para peserta agar lebih memahami mengenai feminisme dan perjuangan kesamaan gender, di antaranya 15 diskusi panel, presentasi dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas, juga pameran poster Women’s March Jakarta.

Selain itu, juga akan ada 30 pembicara yang akan membahas mengenai ekofeminisme, kesehatan seksual dan reproduksi, kekerasan berbasis gender, dan isu-isu lainnya. 

Acara ini mendapatkan banyak dukungan dari puluhan LSM seperti Lingkaran Pendidikan Alternatif Untuk Perempuan (KAPAL), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan Peace Women Across the Globe (PWAG).

Feminist Fest 2017 juga menghadirkan 10 feminis yang berasal dari Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur untuk berbagi pengalaman. Kesepuluh feminis tersebut bukan hanya datang dari kalangan perempuan, tetapi ada pula laki-laki di dalamnya. 

FemFest membuka ruang dialog 

Menurut Direktur Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif Untuk Perempuan (KAPAL), Misiyah, pentingnya pendidikan feminisme di kalangan masyarakat juga sebagai salah satu cara mengurangi penindasan berbasis gender. 

“Dalam masyarakat yang saat ini semakin tertutup akibat menguatnya ideologi konservatif, dibutuhkan gerakan yang mampu membuka ruang-ruang dialog untuk menyingkap penindasan berbasis gender yang salama ini tersembunyikan, bahkan disembunyikan,” kata Misiyah. 

Ia mengatakan, perempuan yang menjadi korban utama penindasan dikonstruksikan untuk diam. Pada akhirnya, tidak banyak yang menaruh perhatian pada masalah ini. Terkadang, ada juga yang menganggap bahwa masalah yang dihadapi oleh perempuan merupakan masalah yang tidak penting dan alamiah.

Pendidikan mengenai feminisme sendiri idealnya memang dilakukan secara langsung kepada masyarakat dan juga mengembangkan pemimpin perempuan. Bahkan Misiyah mengatakan bahwa yang paling ideal adalah memasukkannya ke dalam pendidikan formal. Namun, hal tersebut dirasa sangat sulit.

Bukan hanya masalah pendidikan, tetapi memperjuangkan feminisme itu sendiri juga tidak mudah. Keadaan politik, hukum, dan budaya saat ini di Indonesia menjadi penyebabnya. 

“Tiga akar masalah utama penghambat perjuangan feminis; yaitu menguatnya politik identitas berbasis nilai-nilai konservatif, produk hukum yang diskriminatif, dan masih kuatnya budaya berbasis pada sistem patriarki,” kata Misiyah.

Bagi kamu yang ingin mendaftar untu hadir di FemFest 2017, silakan kunjungi www.femfest.id. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!